Sabtu, 12 November 2016

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 2 Chapter 2 : Fukuda, Sadaichi. Kumpulan kalimat-kalimat bijaksana tentang seorang karyawan. June Paperback -4

x x x





  Kuambil semua buku-buku tersebut dari kardusnya dan menumpuknya di lantai, seperti yang dia instruksikan. Setelah itu, aku menata buku-buku tersebut, membuat punggung bukunya menghadap ke arah yang sama sehingga mempermudah untuk menilainya.

  Kulihat sejenak ke arah tumpukan buku-buku yang ada di perpustakaan. Yang menarik perhatianku adalah jumlah buku-buku yang ditulis Fujisawa Yuuhei, Shiba Ryoutarou, dan Ikenami Shoutarou. Semuanya merupakan novel-novel sejarah, dan sejenis itu. Tidak lupa juga, ada beberapa buku tentang bisnis, ekonomi, dan manajemen kerja. Selain kategori itu, kurasa tidak ada buku yang jenisnya diluar itu.

  Shinokawa sendiri sedang berdiri di depan rak buku dan memeriksa punggung buku dari atas ke bawah. Dia juga menarik keluar buku-buku yang ada di rak dan menambah tinggi tumpukan buku yang berada di lantai. Dia bertumpu hanya menggunakan satu kaki, meski begitu, dia tampaknya sudah terbiasa dengan posisi yang seperti itu.

  "Bagaimana caramu memilah-milah buku-buku disini?" tanyaku.

  Dia lalu menjawabku tanpa menghentikan pekerjaannya.

  "Aku membuat kategori untuk buku-buku tersebut. Yaitu buku yang perlu dinilai secara individual, buku yang bisa dinilai dalam jumlah banyak, dan buku yang tidak bisa dinilai sama sekali. Ketika aku punya banyak sekali buku untuk dinilai, aku mulai memisah-misah buku-buku itu dalam kategori itu. Aku sendiri yakin kalau masih banyak cara lain yang sama atau lebih baik dari itu, tapi...Oh?"

  Shinokawa tiba-tiba mengambil sebuah buku dan menatapku. Judul bukunya "Swine and Roses" dan dibalut sampul berwarna kuning. Buku tersebut ditulis oleh Shiba Ryoutarou.

  "Buku ini bisa dikatakan langka."

  Aku tahu siapa Shiba Ryoutarou. Sinetron karyanya, Awan di Atas Bukit, sering tayang di TV. Meski begitu, ini pertamakalinya aku menndengar Swines and Roses.

  "Memangnya, itu buku apa?"

  "Ini adalah novel misteri."

  "Misteri? Bukan buku-buku tentang cerita sejarah?"

  "Dia menulis ini atas permintaan dari penerbit, waktu itu tema-tema misteri sedang sangat populer. Pacar dari karakter utama wanitanya tewas dengan kondisi yang mencurigakan, jadi dia bekerjasama dengan seorang reporter yang dia kenal untuk memecahkan misterinya...Coba lihat ini."

  Shinokawa lalu membuka beberapa halaman buku itu dan menunjuk ke sesuatu di halaman itu. Secara perlahan, aku mulai  melihat apa yang sedang dia tunjuk itu, tampaknya ini semacam afterwords dari  si penulisnya.


  ...aku tidak punya alasan tertentu mengapa menulis ini. Novel misteri tampak populer belakangan ini dan aku diminta untuk menulisnya juga. Aku sendiri tidak punya ketertarikan, bakat, apalagi pengetahuan tentang novel misteri. Aku hanya diminta untuk menulisnya saja, dan setelah perjuangan panjang yang kulalui, akhirnya aku menyelesaikannya. Tentunya, ini adalah satu-satunya buku yang kutulis dengan genre misteri, dan aku tidak berminat untuk menulis genre serupa di masa depan.


  "Bukankah ini luar biasa?"

  Dia menulis dua kali kalau dia diminta oleh penerbit untuk menulis novel misteri. Kurasa, dia benar-benar merasa sangat lega sudah menyelesaikan novel ini.

  "Tapi, ini baru permulaan dari sesuatu yang lebih keren lagi!" Shinokawa berbisik kepadaku seperti sedang berbagi rahasia.


  Jujur saja, aku tidak suka dengan detektif yang muncul di novel misteri. Kenapa mereka sampai repot-repot sejauh itu untuk membongkar rahasia orang lain? Aku tidak paham apa yang membuat mereka betah dengan aktivitas yang semacam itu. Cara mereka memecahkan misterinya bisa dibilang aneh, sehingga kadang-kadang si detektifnya sendiri yang menjadi tema novelnya, atau bisa juga  disebut sebagai 'memahami sisi psikologis dari sebuah kasus'.


  Matakupun terbuka lebar. Aku sendiri tidak pernah mendengar ada seorang penulis novel benar-benar anti dengan sebuah genre dan menulisnya secara blak-blakan di afterwordsnya. Bagaimana dengan komentar orang-orang yang sudah membaca buku ini?

  "Kalau soal isinya sendiri, apa buku ini benar-benar menarik?"

  "Bagaimana ya...Bukunya sendiri memang terkesan dark, tapi tidak berarti kalau buku ini buruk. Kupikir, cara penulis menggambarkan karakternya benar-benar sangat pas..."

  Dia lalu menutup Swine and Roses dengan perlahan.

  "Buku ini bahkan tidak pernah dijual dalam edisi "Satu paket koleksi lengkap karya Shiba Ryoutarou". Beberapa bukunya yang lain juga ada yang bernasib sama. Sejak saat itu, buku-buku yang seperti itu menjadi buruan kolektor buku."

  "Jadi, mungkinkah ini buku yang katanya bernilai ratusan ribu yen?"

  "Tidak...Tidak semua kolektor buku tertarik dengan buku ini dan sampul aslinya juga sudah tidak ada, kurasa ini harganya sekitar..."

  Beberapa kertas tiba-tiba jatuh. Kuambil kertas-kertas tersebut dan melihatnya. Ini semacam kertas tanda pengiriman. Yang tertulis disana adalah nama sebuah toko buku bekas dan alamat yang terstempel disana. Alamatnya ada di Tokyo, juga tertulis harga bukunya adalah 40,000yen. Memang, ini bisa dikatakan sebagai buku mahal, tapi tidak seharga ratusan ribu Yen.

  "Aku yakin kalau pemilik perpustakaan ini memesan buku ini lewat e-mail."

  Shinokawa mengambil buku Swine and Roses itu dan menambahkannya dalam tumpukan buku yang ada di lantai. Sepertinya, tumpukan buku yang ini adalah buku-buku yang perlu dinilai secara individu.

  "Apa menurutmu di ruangan ini banyak terdapat buku-buku yang mahal?" tanyaku.

  "Bagaimana ya...Apa disini banyak  atau tidak...Itu tergantung siapa pembelinya dan juga kondisi bukunya. Menurutku, disini banyak sekali koleksi buku-buku yang cukup langka."

  Dia menunjuk beberapa tumpukan buku-buku itu. Disana ada buku-buku tentang manajemen bisnis, buku-buku instruksi bahasa Inggris, dan beberapa majalah ekonomi.

  "Aku tidak bisa menetapkan nilai dari buku-buku ini, tapi tidak banyak orang yang mau mengoleksi buku-buku seperti ini. Namun aku menduga kalau dia tidak berniat untuk membaca ulang buku-buku ini...Mungkin dia ragu untuk membuang buku-buku koleksinya. Mungkin saja dia itu tipe orang yang sangat menghargai apa yang dia miliki..."

  "Memangnya kau bisa menebak sifat seseorang dari koleksi bukunya?"

  "Kupikir, buku-buku koleksi seseorang itu mencerminkan karakter pemiliknya. Selain alasan hobi, ada orang-orang yang bisa menebak pekerjaan seseorang dan usianya hanya dengan melihat koleksi buku-bukunya."

  Karena dia menyebutkan "ada orang-orang", kurasa dia tidak termasuk di dalamnya. Artinya, ada orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang buku yang luar biasa sedang berada di luar sana.

  "Coba kau kesini dan lihat ini." dia menunjuk ke salah satu rak buku yang belum dia sentuh sama sekali.

  Ada beberapa seri buku yang ditata rapi di rak tersebut. Ada Istri Seorang Dokter dan Homura karya Ariyoshi Sawako, dan juga ada Tonkou, Ubin Dari Atap Tempyo, dan Ruten.

  "Baik Ariyoshi Sawako dan Inoue Yasushi sudah menghasilkan banyak sekali novel yang setting ceritanya di jaman modern, tapi tidak ada satupun novel-novel tersebut disini. Sepertinya, pemiliknya ini tidak tertarik dengan buku-buku yang bukan tentang jaman dulu ataupun berhubungan dengan sejarah."

  "Loh, tapi bagaimana dengan Swine and Roses?"

  "I-Itu adalah sebuah pengecualian. Pasti ada sesuatu yang spesial sehingga dia membeli buku itu."

  Dia lalu mengambil Ruten dari ujung koleksi yang ada di rak. Sepertinya, kualitas kertas bukunya terlihat buruk sekali, mengambilnya keluar hanya membuatnya kondisinya bertambah buruk saja. Halamannya terlihat lembab dan kusut disana-sini.

  Ada sebuah tag harga diantara sampul buku dan halaman terakhirnya. Harga buku itu adalah 50,000Yen. Itu dibeli dari toko yang sama dengan Swine and Roses.

  "Buku ini juga bisa dibilang langka, tapi aku tidak bisa memberi harga yang lebih tinggi dari tag harganya. Mungkin bisa lebih jika kondisi bukunya lebih baik."

  Kulihat buku Swine and Roses yang dia taruh sebelumnya. Kondisinya juga tidak begitu bagus, dan itu artinya harganya kemungkinan besar dibawah harga sewaktu dibeli dari tokonya.

  "Sepertinya, orang ini tidak begitu peduli dengan kondisi bukunya, benar tidak?"

  "Bisa juga, dia sudah menetapkan maksimal budget yang mau dia bayar untuk sebuah buku...Jika itu benar, maka tidak akan ada satupun buku yang mencapai ratusan ribu Yen."

  Kalau benar begitu, maka konon katanya ada buku yang seharga ratusan ribu Yen, tidaklah benar. Karena info itu juga didapat dari hasil menguping, mungkin memang benar adanya kalau buku yang semacam itu tidak ada sejak awal.

  "Sudah kuduga, ada sesuatu yang aneh," Shinokawa menggumamkan itu sambil menutup Ruten yang seharga 50,000Yen.

  "Ada apa?"

  "Orang ini sering sekali membeli buku-buku dari sebuah toko buku bekas di Tokyo. Kenapa dia tidak meminta toko itu untuk membeli buku-buku koleksinya? Kalau si pemilik berkeinginan agar buku-bukunya kelak dirawat dengan baik, bukankah wajar jika dia mempercayakan itu kepada toko yang sudah dia kenal baik? Aku masih tidak mengerti mengapa dia sampai capek-capek memilih toko kita."

  "Bukankah itu karena Akiho sendiri yang memberitahu ayahnya soal toko kita?"

  Ini juga sedikit mengganjalku. Mengapa Akiho memberitahu ayahnya soal Biblia? Padahal, dia sendiri belum pernah mengunjungi toko kami sebelumnya.

  "Sangat tidak wajar bagi seseorang yang punya koleksi buku-buku langka dan menjual koleksi-koleksi kesayangannya ke toko buku yang tidak pernah dia kenal."

  Kalau kuingat-ingat bagaimana ekspresi ayahnya waktu itu. Dia jelas-jelas bukan tipe orang yang akan memutuskan keputusan penting hanya karena putrinya mengatakan begitu.

  "Ada sesuatu dibalik request ini."

  Ketika dia mengatakannya, pintu terbuka.

  "Aduh maaf ya, aku malah membuat kalian menunggu." Akiho masuk ke dalam ruangan.

  "Aku tadi sudah mencari kesana-kemari, tapi aku tidak bisa menemukan buku catatan yang bisa kalian pakai...Apa yang ini bisa dipakai?"

  Ketika dia mengatakan itu, dia menunjukkan tumpukan pamflet-pamflet yang biasa disertakan dalam promo-promo di koran. Kakekku dulu suka menulis dan corat-coret di bagian belakang pamflet yang semacam ini, tapi yang membuatku terkejut adalah fakta kalau orang yang tinggal di rumah sebesar ini ternyata berhemat untuk hal-hal yang semacam ini.

  Mungkin saja dia tipe orang yang sangat menghargai apapun yang sudah dia miliki.

  Kata-kata Shinokawa barusan mulai terngiang di kepalaku. Bagaimana jika     

  "Apa pamflet-pamflet ini berasal dari ruangan ayahmu?"

  "Eh? Ya, kurasa ini kebiasaan ayahku. Dia tipe orang yang memperlakukan barang-barangnya dengan hati-hati. Kau tahu dari mana?"

  "Ah...Hanya tebakanku saja."

  Ternyata dia bisa menebak sifat seseorang hanya dari koleksi buku-bukunya.

  "Terima kasih banyak ya. Ini saja sudah cukup banyak membantu."

  Shinokawa secara perlahan menerima pamflet-pamflet tersebut untuk dijadikan tempat untuk mencatat.

  "Um...Kalau begitu, apa kalian tidak ingin menitipkan mantel kalian kepadaku? Ruangan disini sangat berdebu...Sini Daisuke, biar kusimpan juga mantelmu."

  Ngomong-ngomong, Shinokawa masih memakai mantelnya. Sedang mantelku sendiri, sudah kulempar ke arah lantai beberapa saat yang lalu. Mantelku bukan barang mahal, jadi tidak masalah kalau ada debu disana. Aku tinggal membersihkannya nanti.

  "Aku tidak masalah begini..."

  "Aku juga tidak masalah dan umm...Terima kasih atas tawarannya." Kata-kata Shinokawa terdengar lebih halus dari sebelumnya.

  "Ayahmu adalah orang yang memilih toko kami, benar begitu?"

  "Benar sekali," jawab Akiho dengan santainya.

  "Dia menulis beberapa instruksi tentang bagaimana menangani buku-bukunya disini dan mempercayakannya kepadaku. Jujur saja, akupun terkejut. Bulan lalu, ketika kami membicarakan tentang Toko Buku Antik Biblia, dia bilang kalau belum pernah datang kesana sama sekali."

  "Mengapa tiba-tiba toko kami menjadi topik pembicaraan kalian waktu itu?" tanyaku.

  Akiho lalu menggaruk-garuk pelipis matanya dan kesulitan untuk menjawab.

  "Ah...Bagaimana ya..."

  Dia terus melirik ke arahku. Memangnya ada apa?

  Akiho lalu menatap ke arah Shinokawa dan menjawabnya.

  "Sekitar sebulan yang lalu, aku kembali ke rumah ini setelah pergi dalam waktu yang cukup lama. Aku tidak berencana untuk tinggal lama disini dan hanya sekedar untuk mampir karena kebetulan berada di dekat sini. Ayahku dan diriku sedang mengobrol di ruang keluarga ketika tiba-tiba dia bertanya Bagaimana kabarnya pria tinggi yang menemanimu pulang tempo hari?"

  Cara bicara Akiho yang mencoba meniru logat bicara ayahnya itu benar-benar mirip.

  "Eh? Ayahmu ternyata berasal dari daerah Kansai?" mata Shinokawa terbuka lebar.

  Memangnya dia dari Kansai atau tidak itu penting?

  Akiho yang kebingungan, terlihat mengangguk.

  "Ya. Dia lahir di Osaka, tapi pindah kesini ketika masih muda."

  "Mengapa tiba-tiba dia membicarakan diriku?"

  Inilah bagian yang tidak kumengerti. Dia hanya melihat wajahku sekali empat tahun lalu, lalu bagaimana dia masih mengingat diriku dengan detail?

  "Aku juga tidak tahu. Mungkin saja dia penasaran apakah putrinya punya pria yang bisa dia nikahi atau tidak. Dia memasang ekspresi kecewa ketika aku memberitahunya kalau kita sudah putus beberapa tahun yang lalu."

  Dengan ekspresi yang kompleks, Akiho menceritakan hubungan kita di masa lalu. Shinokawa sendiri sudah tahu, jadi kurasa ini akan baik-baik saja, ini jauh lebih baik daripada pura-pura untuk menyembunyikannya.

  "Jadi kuberitahu saja apa yang terjadi, yaitu kau berpacaran dengan pemilik sebuah Toko Buku Antik di daerah Kita-Kamakura. Dan kau sementara mengurusi kegiatan di toko itu karena pemiliknya sedang dirawat di rumah sakit..."

  "Tunggu dulu. Sejak kapan ceritanya berubah menjadi seperti itu?"

  Akupun memotongnya. Shinokawa sendiri tampak kebingungan. Aku sebenarnya tidak berpacaran dengannya, aku hanya karyawan tokonya. Juga, dia sudah keluar dari rumah sakit sejak sebulan yang lalu.

  "Ya tahulah, aku hanya mendengar cerita itu dari Sawamoto. Tapi tampaknya cerita yang dia berikan memang terlalu bombastis."

  "Dia memang goblok." Akupun merasa kesal dibuatnya.

  Dia harusnya konfirmasi dulu ceritanya kepadaku sebelum menyebarkan gosip-gosip yang semacam itu.

  "Aku benar-benar minta maaf." Dia meminta maaf ke Shinokawa.

  "Ti-Tidak, akupun harusnya begitu juga...Aku meminta maaf."

  Akiho sendiri merendahkan kepalanya juga ke arahku, tapi kupikir dia tidak perlu meminta maaf.

  "Jadi, tentang ayahmu..."

  Kamipun kembali ke topiknya. Sepertinya Shinokawa masih penasaran dengan topik utamanya.

  "Apa dia mengatakan sesuatu tentang toko kami?"

  Setelah diam untuk sejenak, Akiho menggelengkan kepalanya.

  "Setelah kuberitahu apa yang kutahu kepadanya, dia mengatakan sesuatu seperti Pasti berat mengatur toko sendirian. Tapi setelah itu dia malah menceramahiku dan berakhir dengan debat."

  "Debat?"

  "Selalu saja seperti itu. Ayah tidak menginginkanku hidup susah di kemudian hari. Carilah suami yang mapan dan bangunlah keluargamu, itu yang selalu dia katakan kepadaku."

  Di jaman sekarang, pemikiran semacam itu agak kuno   tidak, sejak awal, cara berpikir seperti itu kurasa cukup normal di jamannya.

  "Kupikir dia seperti terperangkap dengan masa lalunya ketika mengatakan itu. Pada akhirnya, aku mengatakan kalau aku tidak akan berhenti bekerja dan melakukan apapun sesukaku. Itu bukanlah kali pertama aku berdebat dengannya."

  Akiho tersenyum kecut. Alasan mengapa dia hidup sendiri mungkin karena situasi yang seperti itu. Dugaanku, dia dan ayahnya seperti merasa hendak memutus semua hubungan keluarga mereka ketika berdebat panas semacam itu.

  "Ayahku melalui banyak sekali perjuangan dan kerja keras ketika masih muda, jadi aku paham apa yang hendak dia katakan. Tapi kalau membahas kisah-kisah pengalamannya itu, well, kurasa akan butuh waktu yang sangat lama."

  "Apa pekerjaan ayahmu selalu berkaitan dengan industri makanan?" tanya Shinokawa.

  Kalau dipikir-pikir, aku memang pernah dengar kalau dia adalah pemilik franchise sebuah restoran.

  "Tidak, sebelum tinggal disini, pekerjaannya bermacam-macam. Dia pernah sebagai pembuat sepatu di pabrik, pernah sebagai resepsionis sebuah galeri seni ketika sedang berusaha memperoleh gelar pendidikannya, dan bermain piano sebagai pengiring nyanyian di sebuah klub kabaret, ya itu beberapa dari kisahnya."

  Ternyata, dia adalah orang dengan multi-talenta. Kutatap wajah Shinokawa. Pasti dia punya alasan spesifik mengapa dia menanyakan itu. Aku sendiri merasa penasaran dengan ekspresinya yang sedari tadi seperti hendak merenungkan sesuatu.

  "Terima kasih ya, dan...Maaf sudah bertanya tentang hal-hal pribadi."

  "Tidak masalah. Banyak sekali kok orang-orang yang datang kesini dan bertanya-tanya tentang kisah-kisah ayahku."

  Meski cuma sekilas, tapi nada suara Akiho tampak kehilangan semangatnya. Untuk mengembalikan moodnya, dia menaruh tangannya di pinggang dan melihat ke sekeliling perpustakaan ini.

  "Apa tidak apa-apa jika aku tidak membantu? Aku sendiri tidak tahu apa-apa soal pekerjaan yang kalian lakukan."

  "Tidak masalah. Terima kasih karena sudah membawakan kertas-kertas ini."

  Dengan diam, aku hanya bisa melihat ke arah punggung Akiho yang meninggalkan ruangan ini sambil tersenyum. Jika seandainya saja aku sering-sering bertanya kepadanya mengenai orang tuanya di masa lalu, mungkinkah dia akan bersikap terbuka kepadaku?  Jika seandainya kita masih berpacaran, apakah mungkin dia akan memberitahuku soal ayahnya?

  Tiba-tiba, terdengar suara desahan. Tapi, itu bukan berasal dariku.

  "Ada apa?"

  Shinokawa seperti sedang memikirkan sesuatu dengan ekspresi yang super serius.

  "...Sepertinya aku melewatkan sesuatu yang sangat penting disini." dia menaruh jarinya di dagu.

  "Aku hampir saja mengetahui jawabannya...Hanya saja ada sesuatu yang kurang."

 




x Chapter II Part 4 | END x

 

 

 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar