Senin, 01 Agustus 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 6.5 Chapter 8 : Ternyata, Yuigahama Yui adalah gadis yang populer -1


x x x









  Beberapa hari telah berlalu semenjak rapat yang terakhir, dan pekerjaan yang beberapa hari lalu dibagi sudah mulai dikerjakan.

  Tapi, aku tidak bisa mengatakan kalau pekerjaan tersebut dikerjakan dengan lancar. Meski jadwal yang baru sudah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sukarelawan, efisiensi dalam pengerjaan pekerjaan mereka bisa dikatakan rendah.

  Kurasa, berpikir kalau semua orang akan langsung bekerja hanya dengan menyesuaikan jadwal masing-masing adalah sebuah ilusi belaka.

  Manusia bukanlah mesin, tubuh kita butuh istirahat ketika lelah. Akan ada momen dimana stamina mencapai puncaknya atau juga harus istirahat ketika sudah merasa lelah.

  Jika itu terjadi, Yukinoshita lagi-lagi harus menyesuaikan jadwalnya, memberikan ruang bagi semuanya untuk bernapas.

  Meski begitu, ada beberapa hal yang tidak bisa ditanggulangi.

  Menyusun ulang jadwal, artinya sudah menyusun jadwal dengan sangat baku bagi tiap individu. Setelah menyusun jadwal dan pekerjaannya, mereka seperti berjanji kepada diri mereka sendiri, untuk mengerjakan sesuai yang dituliskan, mereka tidak mau berpikir untuk membantu pekerjaan panitia yang lain karena itu tidak ada di jadwal mereka.

  Membagi-bagi pekerjaan, kalau kau memikirkan itu dari sudut pandang yang berbeda, itu artinya kau sudah memberikan batas-batas pekerjaan bagi mereka.

  Ironisnya, jumlah pekerjaan yang mereka terima akan menjadi sebuah borgol bagi mereka, dan itu menjadikan sebuah alasan bagi mereka untuk tidak mau bekerja.

  Well, bukannya aku mau mengatakan aku tidak bisa memahami mereka.

  Huh? Itu bukan pekerjaanku...Kata-kata semacam itu adalah hal yang wajar di dunia ini. Orang-orang yang mendapatkan bayaran mereka, tetapi tidak melakukan pekerjaan mereka sebagaimana mestinya memang terdengar sangat aneh. Itu benar, benar sekali!

  ...Daripada memikirkan itu, kenapa malah diriku yang dirasuki perasaan untuk bekerja keras?

  Sambil menyiapkan program kegiatan, pikiranku sendiri sedang mensimulasikan bagaimana mereka akan lewat di depanku dan melemparkan dokumen-dokumen mereka kepadaku ketika masuk dan keluar dari ruangan ini.

  “Masalah apa lagi kali ini?” akupun menggumamkan itu sambil membuka dokumen itu. Ternyata itu adalah permintaan peralatan yang akan digunakan di event nanti.

  “...”

  Aku lalu menggaruk-garuk kepalaku sambil berdiri dari kursiku.

  Aku perlu mengganti suasana hatiku yang seperti ini. Untuk itu, aku harus pulang, mandi di rumah, makan malam dan pergi tidur. Mengubah suasana hati memang sangat penting.

  Ketika aku keluar dari ruang rapat untuk membeli kopi, Yuigahama berjalan ke arahku.

  “Ah, Hikki, tepat ketika aku sedang membutuhkanmu.”

  Pekerjaan Yuigahama sendiri sepertinya menyiapkan ornamen-ornamen untuk eventnya. Apaan, apa kau mau ikut aku beristirahat? Ketika memikirkannya, kumiringkan kepalaku untuk menanyakan apa maksudnya.

  “Bukan itu, kami kekurangan tenaga. Hikki, ayo bantu-bantu.”

  “Tidak bisa, aku masih ada pekerjaan lain...Bukannya ada sukarelawan yang membantu?”

  Mendengarkan kata-kataku, Yuigahama memasang senyum yang kecut.

  “Mereka tidak hadir, katanya ada kegiatan Klub...”

  “Alasan itu lagi?”

  Belakangan ini, alasan yang seperti itu menjadi sebuah pola yang tetap dan muncul terlalu sering.

  Memanfaatkan kata-kata Sagami ‘Kami tidak ingin mengganggu aktivitas Klub kalian’ sebagai alasan, banyak yang pulang lebih dulu dari kepanitiaan, ataupun bolos datang.

  Lalu, jumlah sukarelawan panitia yang datang menjadi berkurang dan berkurang, dan ini memberikan efek mental kepada kepanitiaan untuk menarik kembali para sukarelawan untuk hadir, ini berimbas ke efisiensi pekerjaan yang tiap hari semakin menurun.

  Semua orang punya kegiatan untuk dihadiri, mustahil semua orang secara serempak mau hadir dan bekerja disini. Selama ada celah, orang akan selalu memanfaatkan itu.

  Meski begitu, kalau semua orang hanya memikirkan ‘pekerjaanku’, maka mustahil untuk mengisi kekurangan sektor yang lain. Meski kita sudah memiliki bantuan tenaga untuk situasi yang semacam itu, tapi akhirnya kekurangan juga, dan pekerjaan yang harus selesai tersebut akhirnya tidak selesai.

  Meski begitu, pimpinan panitia tetap bekerja dengan aktif.

  Terutama Yuigahama, yang terlihat hilir-mudik kesana-kemari, dan juga sibuk dalam menjadwal ulang pekerjaan.

  Tapi, kalau dipikir-pikir dengan baik, dari standar gadis sepertinya, sebenarnya Yuigahama sendiri tidak cocok untuk pekerjaan semacam ini...Meski salah satu alasan dia ditempatkan disana karena dia ‘seorang gadis’, orang-orang harusnya tahu kalau dia tidak bisa menangani sesuatunya secara efektif dari skill memasaknya yang buruk. Karena aku juga sudah lelah melakukan pekerjaan duduk di belakang meja ala karyawan kantoran, kurasa melakukan pekerjaan kasar bukanlah hal yang buruk. Setelah itu, kesana, kemari...Ah sudahlah.

  “...Ya sudah kubantu, kurasa aku juga butuh suasana baru.”

  “Un! Terima kasih.”

  Yuigahama mendorongku dari belakang dengan ceria.

  Punggungku menurut begitu saja kepadanya. Tapi, kalau dipikir-pikir, kegiatan mengganti suasana ini ditempuh dengan cara mengganti pekerjaan, artinya aku ini masih harus melakukan pekerjaan lagi. Ini...Membuatku merasa ingin menyerah saja kepada nasibku ini.

  Berjalan melewati lorong, menuruni tangga, aku sampai di ruang terbuka dimana banyak sekali pilar disana. Aku tidak tahu pilar ini hendak digunakan untuk apa, tapi ini mungkin untuk sebuah gerbang masuk ke tempat event. Awalnya kukira yang ada disini adalah panitia yang berasal dari sukarelawan Klub, ternyata ada juga panitia yang berasal dari Pengurus OSIS, mereka membuat suara-suara yang gaduh ketika menggergaji sesuatu.

  Sedang panitia yang lain tidak melakukan apapun, mereka berulang-kali melirik ke arah jam dinding.

  “Apa-apaan ini...?”

  “Aiya, Ahaha.”

  Yuigahama berusaha menjelaskannya dengan tawanya, tapi sebenarnya, dia hanya pura-pura tertawa. Festival Olahraga tidak lama lagi akan tiba. Dan pemandangan semacam inilah yang kita lihat saat ini.

  Meski aku sebenarnya sudah menyiapkan skenario untuk melihat hal-hal yang semacam ini, tapi melihat hal ini secara langsung memang seperti membuat hatiku hancur saja. Kalau situasinya semacam ini, kurasa aku akan lebih memilih pulang dan tidur saja.

  “...Serius ini, sikapku persis seperti mereka waktu dulu mendapatkan pekerjaan yang seperti ini.”

  “Hikki, aku cukup terkejut kau tidak dipecat ketika bersikap seperti ini...”

  Jangankan kamu, akupun begitu, kupikir waktu itu ada sebuah keajaiban yang terjadi. Kenapa aku malah tidak dipecat ketika aku santai-santai saja? Malah aku melakukan itu dengan harapan dipecat. Aku memang terbiasa santai-santai jika mendapat pekerjaan seperti ini.

  Perusahaan itu tahu resikonya jika merekrut siswa SMA sebagai karyawannya. Lagipula, akan sangat mudah untuk menemukan orang hanya untuk menggantikan kita.

  Tapi masalah saat ini, tidak mudah untuk menemukan pekerja pengganti di kepanitiaan. Tentunya, masih mungkin untuk merekrut sukarelawan baru jika kita mau bernegosiasi dengan Klub-Klub itu. Tapi masalahnya adalah, kita tidak punya waktu untuk itu, juga tidak ada orang yang punya waktu luang untuk bernegosiasi satu-satu dengan para Klub itu.

  Langkah paling cerdas untuk saat ini adalah berusaha berdamai dengan para sukarelawan Klub.

  Begitulah, aku lalu menggunakan mata busukku itu untuk mengamati sekitarku.

  Tidak ada satupun sukarelawan yang terlihat niat untuk mengerjakan sesuatu. Bahkan diriku, yang sudah dari sananya malas untuk mengerjakan sesuatu, bisa melihat kalau situasi ini benar-benar buruk.

  Ketika aku memikirkan mengapa bisa menjadi seperti ini, Yuigahama yang berada di sampingku, menggaruk-garuk pipinya dan memasang senyum yang kecut di wajahnya.

  “Meski aku sudah memotivasi mereka, tampaknya situasinya tetap menjadi seperti ini...”

  “Ya sudahlah, tidak apa-apa.”

  Dalam situasi ini, kalau ada seseorang yang tiba-tiba terlihat super antusias, hanya akan menimbulkan emosi bagi mereka. Ini juga bukan waktu yang tepat untuk memotivasi orang-orang.

  Sejak awal, orang-orang harusnya bersikap apatis kepada sesamanya, melakukan apa yang mereka pikir itu pantas bagi mereka. Mereka yang merasa tidak bersalah ketika tidak melakukan apa-apa, mereka adalah orang-orang yang tidak akan mau melakukan apapun, tidak peduli seperti apa perkataanmu kepada mereka.

  Baik pekerjaan di meja ataupun pekerjaan kasar di lapangan, kedua jenis pekerjaan di kepanitiaan ini masih banyak yang harus diselesaikan. Karena aku sudah berada di tempat ini, mungkin akan menjadi hal yang bagus jika aku sekalian menyelesaikan sesuatu disini.

  Saat ini, ada panitia yang berasal dari Pengurus OSIS tampak mengenaliku dari kejauhan. Kulihat di belakangnya, ada beberapa orang yang sedang beristirahat. Ada apa ini, apa mereka menerapkan sistem shift disini?

  “Aku membawanya kesini untuk bantu-bantu...”

  Yuigahama mengatakan itu sambil menunjuk ke arahku, dan Pengurus OSIS tersebut tampak lega mendengarnya.

  ...Fumu. Akan kulakukan yang terbaik. Secara diam-diam, kujulurkan tanganku. Seperti menyadari maksudku, dia menyerahkan palu kepadaku. Lalu kuanggukkan kepalaku. Setelah itu, dia mengangguk dan pergi untuk duduk di tempat yang dingin.

  Para Pengurus OSIS memang pasukan yang bisa diandalkan. Akan menjadi masalah jika terus-terusan membuat mereka bekerja. Kalian istirahat saja yang santai disana.

  Kuayun-ayunkan sejenak palu ini, dan bersiap-siap untuk mengerjakan pekerjaan yang akan datang kepadaku.

  “Kalau begitu, ayo kita kerja.”

  “Oh...”

  Yuigahama membalas itu sambil duduk jongkok di depanku dan memegang kayunya. Jangan, itu, kalau kau duduk seperti itu, celana dalammu akan kelihatan. Itu...Kau harusnya memakai celana pendek lain kali! Serius ini! Aku mulai tidak tahu harus melihat kemana!

  Kuayunkan paluku sambil berusaha menghilangkan hal-hal yang mulai menarik perhatianku. Kalau aku tidak fokus, aku akan mengenai jari-jariku.

  Ketika kami berdua mulai bekerja, mereka yang sedari tadi istirahat tampak kurang nyaman. Mereka berdiri dan mengatakan “Ya sudah kubantu juga.”

  Lalu, mereka tiba-tiba memutuskan untuk bekerja di dekat kami. Well, mereka mungkin merasa kalau kami sedang melihat mereka sedari tadi. Tapi kejadian ini hanyalah sementara saja.

  Sambil melihat mereka, kulanjutkan kegiatanku memasang paku di kayu. Apa mereka benar-benar menggunakan palunya dengan benar...

  Tidak lama kemudian, seseorang memanggil kami. Biasanya, yang mereka panggil bukanlah aku.

  “Ah, Yuigahama-san.”

  “Oh, ada apa?”

  Yuigahama melihat ke arahnya dan bertanya. Gara-gara itu, kayunya hilang keseimbangan dan palu yang kuayunkan hampir mengenai jariku. Ini berbahaya sekali. Jika benar-benar mengenai jariku, aku akan menangis sambil berteriak “Kugyu”.

  Kau tahu, ini berbahaya? Jadi tolong pegang dengan benar kayunya?  Aku mencoba memberitahunya dengan ekspresi wajahku, tapi Yuigahama tampaknya menatap ke orang itu dari kejauhan.

  Sepertinya, dia hendak mencari tahu apa yang hendak orang itu tanyakan.

  “Apa benar yang kami kerjakan ini?”

  “Ah...Sepertinya benar!...Meski aku sendiri kurang yakin.”

  Tidak yakin...Gadis ini tampaknya menggampangkan sesuatunya...Di saat yang bersamaan, seorang Pengurus OSIS mendatanginya dan mengatakan sesuatu sebelum pergi lagi meninggalkannya.

  “Oh, tampaknya sudah benar.”

  “Terima kasih. Kau sangat membantu. Ah, benar, setelah ini kalau ada pertanyaan yang tidak bisa kumengerti, bisakah kau memberiku nomor HP-mu?”

  “Oke.”

  Begitulah, Yuigahama lalu pergi bersama Pengurus OSIS tersebut. Dia meminta nomor HP dari Pengurus OSIS yang sedang beristirahat di bawah pohon tersebut. Tidak lama kemudian, keduanya bertukar nomor HP.

  “Terima kasih ya...”

  Wajah Pengurus OSIS tersebut seperti kehilangan kata-kata untuk membalasnya ketika mendengarkan ucapan terimakasih darinya.

  ...Well, dia memang tipe orang yang seperti itu.

  Biasanya, para pria memiliki maksud terselubung untuk mengikuti kegiatan semacam ini, yaitu bisa berkenalan dengan gadis-gadis. Kurasa, hal-hal yang semacam ini bisa dimaklumi.

  Fokus, fokus. Aku harusnya tidak memikirkan hal-hal yang semacam itu.

  Hari ini, aku hanyalah seorang kuli bangunan yang pekerjaannya memasang paku dengan cepat. Selebihnya, bodoh amat.

  Meski aku berusaha untuk tidak mempedulikannya, tapi suara-suara mereka terdengar sangat jelas di telingaku. Aneh sekali. Ini bisa saja dianggap tiga besar dari tujuh keajaiban dunia. Tidak, total keajaiban dunia adalah 21!

  “Kalau dipikir-pikir, akhir pekan nanti bagaimana?”

  Meski aku tahu kalau aku bukanlah orang yang diajak mereka untuk mengobrol, aku masih melirik ke arah si pembicara.

  Yang terjadi selanjutnya, dia berhenti bekerja dan mulai fokus mengobrol. Oi oi, bahkan Kaminuma Emiko di Oshaberi Cooking tidak bekerja sambil berbicara. Coba kau belajar kepadanya.

  Meski begitu, aku merasa kalau melanjutkan ini dalam sebuah obrolan adalah hal yang wajar. Yuigahama sendiri adalah seorang gadis yang akan memberikan respon yang wajar kepada semua orang.

  “Ah? Ya sama seperti biasanya. Tapi, aku sendiri banyak pekerjaan soal Festival Olahraga. Apalagi hari ini.”

  “Kalau akhir pekan, bagaimana kalau aku ikut bantu-bantu setelah kegiatan Klubku selesai? Boleh minta nomor HP-mu?”

  Ah, ya ya, kalau kau benar-benar berniat untuk membantu, kenapa kau sekarang bermalas-malasan?

  Tanganku mulai berkeringat. Beginilah diriku. Dulu ketika aku masih kelas 2 SMP, anak laki-laki dan perempuan disuruh untuk berpegangan tangan ketika darmawisata. Itu adalah momen dimana mereka membenci diriku karena tanganku akan selalu berkeringat. Keringatku ini membuatku sulit untuk memegang paluku. Mungkin aku akan melemparkan paluku ini ke arah kepalanya. Ufufu.

  Ketika aku mulai membidik targetku, Yuigahama berbicara.

  “Oh, kurasa itu ide yang bagus. Tapi, kalau kita melakukan pekerjaan kita dengan baik untuk minggu ini, maka kita tidak perlu mengerjakannya di akhir pekan. Kurasa, aku sendiri juga ingin pergi jalan-jalan dan bersenang-senang di akhir pekan.”

  Meski Yuigahama sudah berusaha mengubah topiknya kembali ke pekerjaan, pria tersebut sudah tidak berminat lagi untuk kesana, dan terus melanjutkan obrolannya. Bagaimana ya, pria ini bisa dibilang sangat memaksa sekali...

  “Pergi bersenang-senang kemana?”

  “Ah? Mungkin itu akan diputuskan oleh Yumiko...Well, aku akan menyerahkannya ke Yumiko?”

  “Ah, Miura-san...Miura-san ya...”

  Suara pria itu terdengar semakin lemah, dan melemah.

  Ada apa ini? Apakah ini akibat diriku yang fokus dan berkonsentrasi? Pastinya begitu. Seperti diriku yang belajar dan mendengarkan musik, setelah aku masuk mode konsentrasi, aku sudah tidak mendengarkan lagi musik tersebut. Ya, mungkin ini semacam itu.

  Fokus, fokus. Fokus di papan kayu ini. Ini bukanlah momen dimana fokusmu ke hal lain. Begini, aku ini, aku ini, aku ini sangat senang mengerjakan pekerjaanku...

  ...Ngomong-ngomong, aku ingin cepat-cepat menyelesaikan ini dan meninggalkan tempat ini.

  Kuteruskan pekerjaanku mengayunkan palu ini dan memasang paku-pakunya. Suasana hatiku saat ini mirip ketika diriku mengunjungi kuil pada jam dua pagi. Kuberikan seluruh tenagaku di palu untuk memaku pintu yang terkutuk itu, nama Inggrisnya adalah Fantasista Doll. Kutumpahkan seluruh kebencian dan rasa sakitku ini untuk memaku dengan keras paku-paku ini.

  Ketika aku hendak mengambil paku lainnya dari kotak, aku baru sadar kalau kotaknya kosong.

  “...Pakunya habis.”

  Paku yang panjang. Tidak, yang ukuran sedang juga boleh.

  “Ini.”

  Ketika kulihat, Yuigahama sudah menyiapkan pakunya untukku.

  “...Oh.”

  Kuambil paku itu darinya, dengan sangat hati-hati sehingga tangan kita tidak bersentuhan. Ini, mirip dengan bagaimana menerima uang kembalian dari mbak kasir yang manis di sebuah minimarket, dan gara-gara hal itu, aku malah jatuh hati ke mbak kasir tersebut. Para pria harusnya berusaha yang terbaik untuk mengurangi sentuhan dengan para wanita.
 
  “Ngomong-ngomong, apa ini benar-benar tidak masalah?”

  “Ah, apa maksudmu?”

  Mendengarkan pertanyaanku, Yuigahama menatapku dengan kaget.

  “Tidak ada, kalau menurutmu ini tidak apa-apa, maka tidak apa-apa.”

  Yuigahama adalah gadis yang sangat populer di kalangan pria disini.

  Ini adalah info dari Tobe yang pernah kudengar ketika liburan musim panas di Desa Chiba. Meski Tobe tidak mengatakannya kepadaku secara langsung, tapi aku memang pernah mendengarnya mengatakan itu.

  Aku sendiri merasa, itu adalah sesuatu yang wajar.

  Kalau kita membicarakan wajah Yuigahama, maka dia sudah termasuk dalam kategori sangat manis. Dia baik kepada semua orang. Lebih jauh lagi, dia adalah member dari grup level elit, dimana itu hanya membuatnya terlihat lebih menarik daripada gadis yang lain.

  Tapi bagian terpentingnya adalah, dia itu gadis yang baik.

  Meski kekurangan terbesarnya adalah bodoh, di mata yang lainnya, bahkan mungkin dianggap sebagai hal yang tidak penting.

  Mereka memiliki halusinasi seperti kegiatan event sekolah yang seperti ini, bisa membuat jarak dua gender ini semakin dekat, dia mungkin saja akan mendekati anak laki-laki yang dia sendiri tidak familiar dengannya. Itu adalah hal yang wajar. Hal-hal semacam ini mungkin tidak terbatas di event-event seperti ini.

  Melihat hal semacam ini secara langsung, membuatku nostalgia terhadap diriku sendiri di masa lalu.

  Pria barusan itu bukanlah pria medioker disini. Seperti yang kuduga, begitulah para kaum elit disini. Apa dia berusaha mendekatinya dengan membuatnya terlihat senatural mungkin? Setelah berusaha keras seperti tadi, lalu mundur teratur? Pria ini aneh sekali.

  Ketika aku memikirkan itu, aku menyadari kalau orang-orang di sekitarku terlihat diam.

  “Huh? Kemana para pria tadi?”

  Kulihat sekelilingku, tapi yang kulihat hanyalah para Pengurus OSIS yang beristirahat. Termasuk Yuigahama, yang berdiri di depanku.

  “Un, tampaknya mereka pergi lebih dulu karena ada aktivitas Klub...Atau mungkin, setelah mendengar Yumiko?”

  ...Ah, seperti dugaanku, apa pria barusan baru saja menyadari efek dari aksinya dan kabur bersembunyi?

  Sepertinya, dia sengaja menyebut nama Miura untuk menghindari pria itu. Dari sikapnya sehari-hari dan caranya dia berbicara, Miura adalah gadis yang disegani disini. Dia tipe-tipe wanita yang memiliki karir cemerlang di politik, atau lebih tepatnya, skillnya dalam berpolitik di kelas memang tidak tertandingi. Jika kau memiiliki nilai minimal 90 dalam ujian politik, maka mungkin kau bisa memiliki status yang sama dengan Miura. Skill kepemimpinannya mungkin sekitar 95. Menggunakan namanya untuk mengusir pria benar-benar taktik yang menakutkan. Tidak, aku benar-benar paham bagaimana perasaan pria barusan. Miura memang menakutkan.

  Tapi, kurasa harusnya tidak ada masalah jika hanya memberitahu nomor HP-nya. Well, mungkin ada beberapa alasan. Ngomong-ngomong, kalau dipikir-pikir lebih jauh, itu hanya akan membuatku bertambah pusing saja, jadi akan lebih baik jika melupakan saja hal itu.

  Kukumpulkan segenap niatku kembali, dan bersiap-siap untuk mengayunkan lagi palunya dengan tanganku.

  “...Ngomong-ngomong, ayo lanjutkan.”

  “O-“

  Yuigahama menaikkan tangannya dan membalas dengan enerjik. Meski begitu, orang yang bekerja tetaplah diriku.

  Suara hentakan palu kembali berlanjut.

  Suaranya menggema dengan keras hingga lapangan sekolah. Dari kejauhan, suara itu akan bercampur dengan suara-suara dari tim baseball, tim sepakbola, tim rugby, dan juga suara tim atletik.

  Setelah memasang satu, dua paku, aku merasa ada sepasang mata sedang mengamatiku.

  “...Apaan?”

  Kalau kau terus menatapku seperti itu, aku tidak bisa terus bekerja. Ketika kutanya, Yuigahama mengibas-ngibaskan tangannya. Tidak, jangan begitu, tolong pegang kayunya dengan benar, oke?

  “Ah, tidak apa-apa...Ngomong-ngomong, Hikki, kau tampaknya sangat terbiasa dengan ini.”

  “Kupikir semua orang tahu cara mengerjakan ini.”

  Karena anak laki-laki sudah terbiasa dengan mainan mobil-mobilan, karena itulah mereka terbiasa menggunakan peralatan sejenis itu. Obeng, pin, tang adalah peralatan-peralatan yang sering digunakan.

  Karena penerapannya berawal dari mainan, mereka akhirnya mulai terbiasa untuk menggunakannya.

  Penerapan ini tidak serta merta bisa lewat mainan, pria memang memiliki sifat dasar untuk membuat sesuatu dari peralatan yang ada di sekitar mereka. Mereka bisa membuat benda-benda tidak berguna dari beberapa potong kayu. Bahkan sebuah kotak bisa mereka buat dari itu.

  Apakah hasilnya bagus atau tidak, bukanlah masalah. Yang terpenting, pekerjaan sederhana ini selesai dikerjakan. Terutama, bagi pria yang tidak punya keterampilan lainnya.

  Well, para gadis ada di posisi yang sebaliknya, mereka tidak tahu membuat sesuatunya. Jika mereka membutuhkan bantuan di lain kesempatan, mungkin mereka berpikir akan lebih baik memanggil pria untuk melakukannya, misalnya diriku. Tentunya, aku akan merasa sangat senang jika aku tidak datang...

  Sambil memikirkan ini dan mengerjakan pekerjaanku, Yuigahama tiba-tiba menggumamkan sesuatu.

  “Hei tahu tidak...Kurasa ini tidak buruk-buruk amat, benar tidak?”

  “Apaan yang tidak buruk-buruk amat?

  Aku tidak bisa memikirkan itu sambil mengerjakan ini...Kalau dipikir-pikir, pekerjaanku masih menungguku di tempat lain, dan aku sendiri masih mengerjakan pekerjaan lainnya saat ini. Ini aneh sekali...Sumpah beneran kalau aku masih punya pekerjaan lainnya...

  Apa sih yang gadis ini katakan...Kutatap Yuigahama  untuk menanyakan itu, tapi dia tampak seperti menyadari sesuatu dan tersenyum sebelum melanjutkan kata-katanya.

  “Kupikir, masa muda adalah menjalani hal-hal yang semacam ini.”

  “...Dasar idiot. Hal-hal seperti ini hanya membuatku merasa seperti menjadi budak perusahaan.”

  Kalau mengerjakan pekerjaan semacam ini disebut masa muda, dan tidak lupa kalau aku disini juga mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaanku, plus aku dipaksa untuk mengerjakannya. Kalau ini yang disebut masa muda, maka para karyawan itu pasti bermandikan keringat yang bernama masa muda. Setidaknya, ketika pulang kerja ke rumah, wajah Ayahku tampak seperti setengah meninggal, dia terus-terusan menyumpahi perusahaan dan komunitas sosial dengan dipenuhi kebencian yang mendalam. Jelas sekali kalau diriku tidak melihat adanya tanda-tanda masa muda dengan apa yang dialami oleh Ayahku itu.

  “Kupikir masa muda yang kau bicarakan itu seperti, hal-hal tidak berguna yang tiba-tiba muncul, hal-hal bodoh, dan hal-hal yang mengejutkan?”

  “Ada apa dengan kesan yang seperti itu? Aku tidak pernah mengatakan hal-hal yang semacam itu.”

  Dia menyangkal pendapatku dengan alasan yang tidak terduga. Memangnya aku salah? Kukira dia menyukai hal-hal semacam itu.

  Yuigahama mengembuskan napasnya yang berat.

  “Bagiku, aku hanya bekerja di kelas ketika Festival Budaya. Aku tidak punya kesempatan untuk bekerja bersama kalian berdua di kepanitiaan.”

  Fumu. Dia ada benarnya. Mungkin lebih tepat jika dikatakan kegiatan kelas kami berjalan dengan lancar karena Yuigahama sendiri berperan aktif di dalamnya. Gadis ini, meski dia tidak tahu apa-apa, tapi aku yakin dia juga perhatian dengan pengelolaan keuangan festival.

  Tapi, partisipasi aktif semacam ini tidak bisa dikatakan masa muda.

  “Bukankah kau sendiri sudah cukup mengalami masa muda di kelas? Juga, bukankah kau tampil dalam sebuah band bersama Yukinoshita? Cobalah pikir dengan dalam sebelum mengatakan itu. Kurasa kau sendiri sudah mengalami apa yang kau maksud dengan masa muda itu sendiri.”

  “Bukan yang seperti itu...”

  Yuigahama menegakkan kepalanya dan memalingkan wajahnya dariku. Wajahnya terlihat memerah. Matahari yang mulai tenggelam memancarkan sinarnya melalui celah-celah Gedung Khusus. Ketika kuamati, halaman sekolah tampak disinari oleh cahaya yang berwarna kemerahan.

  Menurut hipotesisku, makna masa muda bagi Yuigahama, adalah melakukan hal-hal tertentu bersama Yukinoshita, well, itu benar-benar sebuah cinta dengan level yang sangat berat.

  Kurasa aku harusnya memberi dia sebuah peringatan.

  “Kalau kau terus menempel ke seseorang, mereka akan merasa terganggu. Yang paling penting adalah, pasti akan sangat melelahkan jika kau sendiri tahu kalau itu memang melelahkan.”

  “Uwa...Jangan terus-terusan mengatakan hal-hal yang mengganggu seperti itu...”

  Yuigahama menatapku dengan tatapan jijik. Tolong jangan miringkan tubuhmu ke depan. Papan kayunya sudah hampir terbalik! Selama kau tidak membuat papan kayunya miring, terserah apa kau mau mencondongkan tubuhmu ke depan atau ke belakang.

  Setelah membetulkan posisi papan kayunya, kupasang pakunya ke tempat yang terakhir.

  Fumu. Ngomong-ngomong, kurasa pekerjaanku selesai disini. Yang tersisa hanyalah menggergaji beberapa bagian kecil. Warga Chiba memang punya hubungan yang amat dalam dengan gergaji. Ini karena adanya Gunung Nokogiri di Chiba. Selain itu, kita tidak punya hubungan apapun dengan itu. Atau bisa kau katakan kalau kita punya 0 hubungan dengan itu.
[note: Nokogiriyama alias gunung Nokogiri adalah gunung setinggi 1000 meter di Chiba. Gunungnya membentang jauh, dan jika dilihat dari Teluk Tokyo, seperti deretan taring hewan buas, dan lebih tepatnya seperti gigi gergaji.]

  Aku lalu berdiri untuk mengambil gergaji. Ketika aku kembali setelah mendapatkan gergajinya, kulihat Yuigahama menatapku dengan kesal.

  “Itu bukanlah yang ingin kukatakan...”

  “Wel, terserah kamu saja.”

  Kugunakan tangan yang tidak memegang gergaji untuk memegang papan tersebut agar stabil. Agar pekerjaanku tidak kacau, aku melihat lurus ke depan, tidak memindahkan tatapan mataku sedikit saja.

  “Aku tetap akan melakukan pekerjaan ini meski punya kegiatan Klub yang harus kuhadiri. Meski kita pada akhirnya tidak mengerjakan ini bersama-sama, aku harusnya tetap melakukannya.”

  Creak, creak, suara dari gergaji yang mulai memotong papan kayu ini menghasilkan banyak sekali bunyi yang berisik. Kuteruskan kegiatan menggergajiku ini dengan posisi agak diagonal.

  “...Un, ya kurasa begitulah.”

  Meski begitu, tidak peduli seberapa berisik suara yang kubuat, tetaplah tidak ada makna dibalik itu. Karena aku masih bisa mendengar suara dari Yuigahama.

  Aku harusnya tetap melakukannya.

  Kata-kata tersebut agak...

  Kata-kata tersebut langsung membuatku gugup seketika.

  Akan lebih baik jika mengasumsikan kalau tidak akan ada lagi lain kali. Kupikir lebih baik begitu. Hubungan antar manusia memang jauh lebih berbahaya daripada yang kubayangkan. Hubungan kami juga seperti itu.

  Sedikit demi sedikit, bagian dari papan kayu yang sedang kugergaji ini meninggalkan debu sisa gergajian. Gergaji yang kupegang ini terasa lebih ringan dan ringan, dan pada akhirnya, suara papan yang terpotong terdengar olehku.

  








x Chapter VIII Part 1 | END x








  Lucu jika melihat Pengurus OSIS itu dengan mudahnya mendapatkan nomor HP Yui, sedang pria elit yang merupakan sukarelawan Klub Olahraga harus memakai berbagai modus untuk memperoleh nomor HP Yui. Akhirnya, zonk juga...

  ...

  Jadi, apakah perasaan yang ada di Hachiman ketika melihat pria elit yang mendekati Yui itu semacam rasa cemburu?

  Perlu kita garis bawahi, kegiatan persiapan Festival Olahraga sendiri terjadi beberapa hari setelah Festival Budaya selesai. Artinya, ini tidak lama setelah Hachiman sengaja mengulur hutang kencannya dengan Yui di vol 6 chapter 7. Jika Hachiman benar-benar ada rasa dengan Yui ataupun cemburu, Hachiman harusnya sudah menerima ajakan kencan Yui tersebut. Kenyataannya, Hachiman memutuskan untuk mengulurnya. Untuk menguatkan argumen ini, Hachiman kembali mengulur hutang kencannya dengan Yui di vol 9 chapter 7.

  Jika tidak rasa cemburu, lalu apa? Ini dijelaskan sendiri oleh monolog Hachiman. Sikap pria tersebut yang berusaha mendapatkan nomor HP Yui mengingatkan tentang dirinya sendiri ketika SMP. Dengan kata lain, Hachiman dulu sengaja terlibat kegiatan event di SMP, demi bisa mendekati salah satu gadis populer dan mendapatkan nomor HP-nya.

  Ini juga counter beberapa opini yang mengatakan Hachiman sebenarnya penyendiri sejak kecil. Hachiman setidaknya sewaktu SMP, merupakan pria aktif dalam mencari mangsa alias predator cinta. Sulit memberi label pria seperti Hachiman ini penyendiri. Namun, Hachiman memang menjadi penyendiri semenjak terjadi sesuatu di kelas 3 SMP.

  ...

  Patut diduga, bagaimana Hachiman memperoleh nomor HP Kaori, bisa jadi dari event semacam ini. Alias, Hachiman mendapatkan nomor HP Kaori dengan modus yang sama, di SMP.

  Keyword untuk mendukung hal tersebut berada di kata-kata 'Yui adalah gadis populer', dan Kaori adalah gadis populer di SMP-nya. Kaori juga suka aktif terlibat event, terbukti di vol 9 dan vol 11 Kaori bersedia ikut dalam event Kolaborasi Natal dan Memasak Coklat. Apa tidak aneh jika Kaori terlibat event serupa ketika SMP dulu?

  Juga, ucapan Kaori yang menceritakan bagaimana Hachiman ikut perlombaan ketika SMP dulu, vol 8 chapter 5. Mengapa Kaori ingat hal itu? Mungkinkah mereka dulunya berada dalam satu kepanitiaan?

  ...

  Masa muda yang dibicarakan oleh Yui sebenarnya bisa berinteraksi lebih jauh dengan orang yang disukai, diluar jam sekolah. Ini dijelaskan sendiri oleh analisis di bawah.

  ...

  Aku harusnya tetap melakukannya.

  Mengapa kata-kata tersebut membuat Hachiman gugup? Keywordnya ada di kata-kata sebelumnya.

    “Aku tetap akan melakukan pekerjaan ini meski punya kegiatan Klub yang harus kuhadiri. Meski kita pada akhirnya tidak mengerjakan ini bersama-sama..."

  Anda teringat sesuatu dengan kata-kata tersebut? Ini sangat mirip dengan kata-kata Yui sepulang dari menonton Festival Kembang Api dengan Hachiman, vol 5 chapter 6. Waktu itu, Yui hendak menembak Hachiman. Sebelum itu, Yui menceritakan pengandaian kepada Hachiman. Yaitu meski kecelakaan tidak terjadi, Yui tetap datang ke Klub Relawan untuk request kue, dan Hachiman tetap menolongnya, itu karena Hachiman memiliki kebaikan hati, dll...

  Hachiman memotong kata-kata Yui dengan alasan panggilan telepon. Setelah itu, Yui tidak melanjutkan lagi kata-katanya. Tentu saja pengandaian Yui dengan harusnya tetap melakukannya akan membuat Hachiman gugup, karena itu membawanya kembali kepada kejadian dimana Yui harusnya menembak Hachiman.

  Ini juga dikuatkan monolog selanjutnya tentang hubungan antar manusia yang sangat berbahaya, dan itu termasuk hubungannya dengan Yui.

  ...

  Hachiman mengambil pengandaian dalam pemanfaatkan perkakas pertukangan dari pengalamannya dengan tamiya, ada di vol 5 chapter 3.

  Tapi ada yang aneh, yaitu bagaimana penggunaan palu bisa dianalogikan dengan kebiasaan tamiya?

  Tapi ini bisa dijelaskan jika kita membaca vol 3 chapter 4, Hachiman dulunya hidup di pedesaan/ kota pertanian/ atau entah apa itu. Melihat orang bekerja dengan menggunakan palu adalah hal yang umum, terutama dalam industri mebel, memperbaiki alat-alat pertanian, dll.

  ...

  Tawa Hachiman "Ufufu" adalah tawa Yukino di vol 2 chapter 2, dimana Hachiman sendiri merasa tawa itu cukup mengerikan untuk gadis selevel Yukino.

  Ironisnya, Hachiman sendiri meniru tawa tersebut.

  ...

  Pengandaian mbak kasir minimarket itu sebenarnya terjadi sendiri ke Hachiman di volume 6 chapter 8.

  ...

3 komentar:

  1. Aoi san
    Kau monster ingatannn
    Urayamashiii

    BalasHapus
  2. Saya mulai curiga Aoi san memang adalah monster ingatan...
    Ingatan seperti itu sangat membantu kalau kau mahasiswa jurusan Sejarah macam saya

    BalasHapus
  3. Mbak kasir kalau ngasih kembalian berupa uang kertas dan di atas nya ada receh kemungkinan bakal bersentuhan.(analisa yang tidak penting hahaha)

    BalasHapus