Rabu, 22 Juni 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 2 Chapter 4 : Karena Alasan Tertentu, Kawasaki Saki Keluar Dari Jalannya -10

x x x





  Aku berpisah dengan Totsuka dan Zaimokuza di depan peron tiket stasiun. Di restoran ramen, para pelanggan restoran mengira Zaimokuza sebagai koki restoran tersebut, sehingga banyak yang mendatanginya dan memesan menu. Meski begitu, setidaknya aku sudah makan ramen yang enak dan mereka berdua juga merasa puas dengan itu.

  Setelah meninggalkan stasiun, aku menuju Hotel Royal Okura. Kali ini, lokasi pertemuannya berada di lobi hotel, hanya diriku dan mereka berdua yang berangkat ke lokasi investigasi. Ketika berdiri di depan hotel, aku mulai kagum dengan besarnya hotel ini. Bahkan cahaya remang-remang dari gedung ini terlihat berasal dari dunia lain saja. Gedung ini jelas-jelas bukanlah tempat dimana bisa dimasuki oleh anak SMA.

  Setelah aku masuk ke dalam, jantungku berdetak tidak karuan. Bahkan lantai yang diinjak kakiku ini terasa sangat berbeda. Sebuah karpet merah panjang menyambutku disini. Ada apa ini? Apa ini Academy Awards?

  Aku bisa melihat pria dan wanita yang ada di lobi hotel berpenampilan parlente. Aku bisa melihat orang asing berkeliaran kesana-kemari. Ini menakutkanku; ini mirip Makuhari City.

  Menurut SMS yang kuterima dari Yuigahama, tempat pertemuan kami berada di depan lift yang berada di lobi. Tidak seperti lift yang biasa kulihat, pintu lift hotel ini dihiasi banyak sekali ornamen lampu. Ruangan liftnya juga luas, seperti cukup jika memuat sofa di dalamnya. Liftnya juga terasa lebih luas daripada ruang keluarga di rumahku.

  Plus, sofa lobi disini ternyata enak sekali     sangat lembut. Oh, di sekitarku juga ada pot bunga dan hiasan lainnya. Setelah aku berusaha melemaskan tubuhku di sofa dan menguap, HP-ku berbunyi.

  SMS : Kami baru saja sampai, apa kau sudah di dalam?

  Dia bilang sudah datang...Kulihat sekitarku, tapi tidak kutemui penampakannya.

  "Ma-Maaf sudah membuatmu menunggu..." seorang wanita cantik dengan aroma parfum yang enak menyapaku.

  Wanita dengan gaun merah hati dengan tali yang mengikat di belakang lehernya, membuatnya seperti seekor putri duyung. Rambutnya diikat dan dimodel sanggul, dan dia melihat ke arahku seperti habis menelan sesuatu.

  "Aku seperti datang kesini untuk konser piano..."

  "Oh, ternyata kau, Yuigahama. Kupikir siapa tadi."

  Akhirnya aku sadar kalau itu adalah Yuigahama karena cara bicaranya yang mirip gadis remaja, tapi aku mungkin tidak akan pernah menyadarinya jika dia pura-pura berbicara seperti wanita dewasa.

  "Bisakah setidaknya kau katakan kalau kau ini mirip orang yang menghadiri undangan pernikahan? Setidaknya masih lumrah jika digelar di hotel. Meski begitu, aku juga agak bingung jika pakaian seperti itu adalah pakaian untuk konser piano..."

  Seorang gadis cantik yang memakai gaun hitam muncul.

  Gaunnya seperti memancarkan aura dari seorang gadis muda, melengkapi kulit putihnya yang cantik, putih...seputih salju yang baru turun.

  Gaunnya yang selutut, menunjukkan kaki-kakinya yang indah. Dan yang lebih mempesona lagi adalah rambut hitamnya yang selembut sutra. Rambutnya diikat mirip model ponytail dan dibiarkan jatuh di depan dadanya, seperti membuatnya bertambah cantik saja.

  Aku tidak akan salah mengenali yang satu ini, dia adalah Yukinoshita Yukino.

  "Be-Begini, ini pertamakalinya aku memakai baju-baju seperti ini. Seperti, whoa, siapa sebenarnya kau ini, Yukinon?!" kata Yuigahama.

  "Itu berlebihan. Aku hanya punya pakaian itu untuk jaga-jaga saja kalau ada kesempatan untuk memakainya."

  "Mayoritas orang-orang tidak akan punya kesempatan itu," akupun menjelaskan. "Dan ngomong-ngomong, dimana mereka menjual baju-baju seperti itu? Shimamura?"

  "Shimamura? Itu pertamakalinya aku mendengar merk itu..." dia menjawabnya dengan spontan.

  Gadis ini bahkan tidak tahu bedanya Shimamura dan Uniqlo.
[note: Shimamura dan Uniqlo adalah merk pakaian-pakaian murah di Jepang. Jelas saja Yukino tidak tahu.]

  "Kalau begitu, saatnya pergi?" Yukinoshita menekan tombol liftnya.

  Lampu lift tiba-tiba menyala dan pintu terbuka.

  Dari kaca lift, aku bisa melihat pemandangan Teluk Tokyo. Pemandangan malam dari Makuhari digambarkan dengan baik oleh kumpulan cahaya-cahaya lampu ini : Kapal pesiar, mobil-mobil yang menuju kota-kota pelabuhan, dan gedung-gedung tinggi.

  Ketika kita sampai di lantai teratas, pintu lift terbuka.

  Cahaya yang lembut menyapa kami. Sebuah bar tersaji di depan kami, dengan suasana ruangan yang remang-remang karena pencahayaan didominasi oleh lilin.

  "Hei...Hei. Whoa. Apa-apaan ini..."

  Kita jelas-jelas menginjak tempat dimana kita tidak seharusnya berada. Di sebuah panggung yang disinari lampu sorot, seorang wanita berkulit putih memainkan lagu jazz di piano. Dia mungkin orang Amerika.

  Aku harusnya pulang saja sejak tadi, pikirku, sambil mencari dukungan ke Yuigahama. Dia hanya menunduk dengan ragu, seperti tidak mampu mengatakan "Ya" sepenuhnya.

  Adanya 'orang desa' seperti Yuigahama disini ternyata bisa membuatku merasa santai dan superior diantara kumpulan orang-orang elit disini. Tapi bagi Yukinoshita, yang merupakan bagian dari komunitas elit tersebut, tidak mengijinkan hal itu.

  "Jangan berdiri sambil melirik kanan-kiri seperti itu!" Yukinoshita mengatakan itu sambil menginjak sepatuku dengan hak-nya.

  "Ouch!" akupun spontan berteriak.

  Ada apa dengan sepatu high heelsnya? Haknya terasa menusuk sekali. Apa kau ini pari atau sejenisnya?

  "Berdiri dengan tegap dan busungkan dadamu. Tegakkan dagumu,"

  Yukinoshita membisikkan itu di telingaku sambil menggandeng lengan kananku. Jari-jarinya yang kurus dan kecil itu memegangku dengan erat.

  "Err, uh...Yukinon? Ada apa?"

  "Jangan tundukkan kepalamu. Yuigahama-san, lakukan hal yang sama denganku."

  "A-Apa?"

  Wajahnya tampak kebingungan, tapi akhirnya Yuigahama melakukan apa yang Yukinoshita katakan tadi. Sederhananya, dia menggandeng lengan kiriku.

  "Kalau begitu, ayo kita mulai masuk ke dalam," Yukinoshita memberitahuku.

  Dengan begitu, Yukinoshita, Yuigahama, dan diriku mulai berjalan dengan perlahan. Ketika kita melewati pintu utama, kami langsung dihampiri seorang pelayan pria, aku tetap berjalan dan diam saja.

  "Tuan, hendak pesan meja untuk berapa orang? Apakah Tuan merokok?"

  Aku tidak bisa mengatakan apapun. Ketika dia terus berbicara, pelayan tersebut terus berada selangkah di depan kami, memandu kami menuju bar yang berada di dekat jendela kaca.

  Di bar tersebut, ada seorang bartender wanita sedang membersihkan gelas. Dia berdiri tegap dan mengerjakan itu dengan teliti. Ekspresinya yang diam dan mata yang setengah tertutup itu sangat cocok dengan pencahayaan bar ini yang remang-remang.

  ...Hei, bukankah itu Kawasaki?

  Dia memberikan kesan yang berbeda ketika berada di sekolah. Rambut panjangnya diikat membentuk sanggul, dia berpakaian seperti seorang bartender dan gerakannya terlihat elegan. Sikapnya yang terlihat malas terhadap apapun tampaknya hilang begitu saja.

  Tanpa menyadari siapa kami, Kawasaki menaruh beberapa biskuit dan camilan di depan kami bertiga dan menunggu dengan diam. Kupikir dia akan menaruh menu di depan kami lalu meminta pesanan kami, tapi tampaknya sistem disini tidaklah seperti itu.

  "Kawasaki," kataku.

  Kawasaki langsung memasang ekspresi curiga.

  "Maaf Tuan. Tapi bolehkan saya tahu siapa anda?"

  "Aku sangat terkesan. Bahkan teman sekelas Hikigaya-kun sendiri tidak bisa mengingat wajahnya," Yukinoshita mengatakan kekagumannya sambil duduk di kursi bar.

  "Ya begitulah. Pakaian kami kan berbeda hari ini, jadi ini bukanlah salahnya," Yuigahama menjelaskan itu sambil duduk di kursinya.

  Ada sebuah kursi kosong diantara mereka berdua. Kalau ini adalah permainan Othello, aku pasti kalah. Apakah ini... Ah sudahlah, aku bahkan tidak mengerti cara mainnya.

  "Kami akhirnya menemukanmu, Kawasaki-san," kata Yukinoshita.

  Ekspresi wajah dari Kawasaki berubah.

  "Yukinoshita..."

  Ekspresinya seperti baru saja melihat seorang musuh yang familiar. Sangat jelas kalau mereka berada di kubu yang berseberangan.

  Ketika aku ragu apakah keduanya bisa berinteraksi dengan baik atau tidak, Yukinoshita sendiri adalah wajah yang familiar di sekolah kami. Aku yakin akan selalu ada orang di sekolah kami yang mengira Yukinoshita memiliiki sifat yang sama seperti penampilannya.

  "Selamat malam." Entah apa dia sadar perasaan Kawasaki atau tidak, Yukinoshita mengucapkan sapaan standar tersebut dengan dingin.

  Mereka berdua hanya menatap satu sama lain. Mereka berdua berbeda seperti siang dan malam. Aku merasa kalau tidak lama lagi akan ada ribut-ribut. Menakutkan...

  Pandangan mata Kawasaki terlihat menajam ketika menuangkan minuman untuk Yuigahama. Melihat gadis yang bersama Yukinoshita, pastilah Kawasaki berpikir kalau gadis ini satu SMA dengannya, dan itu berarti mungkin mereka berdua pernah bertemu satu sama lain di sekolah.

  "Yo, halo...?" Yuigahama menyapanya dengan ceria, seperti berusaha mengendurkan suasana yang penuh tekanan ini.

  "Yuigahama...Aku tidak mengenalimu barusan. Kalau begitu, pria ini juga berasal dari SMA Sobu?"

  "Uh, yeah," kata Yuigahama. "Dia itu Hikki dari kelas kita. Hikigaya Hachiman."

  Ketika aku mengangguk untuk mengkonfirmasi itu, Kawasaki mendesah dan memasang senyum.

  "Begitu ya. Kau berhasil membuatku kaget."

  Dia menaikkan bahunya seperti sudah tidak punya sesuatu lagi yang hendak disembunyiikan. Menyilangkan lengannya sambil bersandar ke dinding. Sikapnya seperti itu tampaknya dia merasa kesal karena penyamarannya terbongkar dan malas untuk melanjutkannya lagi. Dia lalu memasang ekspresi lesu, persis seperti apa yang dia tunjukkan di sekolah, setelah mengembuskan napasnya yang berat, dia menatap ke arah kami.

  "...Apa kalian ingin memesan minum?"

  "Aku pesan Perrier," Yukinoshita mengatakan itu.

  Aku tidak tahu apa Perrier itu.
[note: Perrier adalah minuman berkarbonasi (bersoda) dari Perancis, sejak tahun 1863. Telah dipasarkan di 140 negara, dan sekarang berada di bawah bendera Nestle. Harganya? Banyak varian, 750ml, 330ml, 200ml. Setahu saya, satu krat 24 botol @200ml seharga 450rb+ (tahun lalu), alias sekitar 20rb+ per botol 200ml. Tapi jika anda membelinya di bar atau hotel bintang 5, bisa saja harganya 100rb+]

  "A-Aku pesan sama!" Itu yang hendak kukatakan, tapi Yuigahama malah langsung melompati antrian.

  Akupun menggerutu, mengumpat kesana-kemari.

  Serius ini, lalu apa yang harus kupesan? Dom Perignon atau Donpen? Ngomong-ngomong, Donpen sendiri adalah maskot dari sebuah klub murahan. Jika kau memesan itu, dia mungkin tidak akan muncul.

  "Hikigaya, benar tidak namamu? Bagaimana dengan pesananmu?"

  Itu Perri-sesuatu yang sebelumnya disebut, apa mungkin Komodor Perri? Huh...Aku sendiri tidak merasa kalau ini tempat yang tepat untuk mengatakan sesuatu seperti Townsend Harris atau Ernest Mason Satow. Meski begitu, aku masih saja ingin memesan minuman yang namanya memakai nama orang...

  "Aku ingin pesan MAX CO     "

  "Dia katanya ingin memesan Ginger Ale kering," Yukinoshita memotongku di tengah-tengah pembicaraan.

  Dengan senyum yang kecut, Kawasaki mengatakan "Aku paham" sambil mengeluarkan tiga gelas sampanye dan menuangkan minuman di dalamnya. Entah mengapa, tanpa banyak kata, kami akhirnya bisa meminum minuman kami.

  Setelah diam sejenak, Yukinoshita mengatakan sesuatu padaku, seperti teringat sesuatu.

  "Kurasa tempat seperti ini tidak menyediakan MAX COFFEE."

  "Serius?! Bukankah bar ini ada di Chiba?"

  Chiba tanpa MAX COFFEE bukanlah Chiba, oke? MAX COFFEE bahkan bisa dijumpai di pegunungan, seperti di propinsi Yamanishi.

  "...Well, sebenarnya kita menyajikan itu juga disini," Kawasaki menggumamkan itu, membuat Yukinoshita memandanginya dengan tajam.

  Kenapa sih dua gadis ini tidak terlihat bisa akrab begitu saja? Menakutkan.

  "Jadi ada keperluan apa kalian datang kesini? Jangan bilang kalau kalian berkencan dengan makhluk itu?"

  "Ya Tuhan, tentu saja tidak. Kalau yang kau maksud itu adalah makhluk yang ada di sebelahku ini, maka selera humormu itu perlu dipertanyakan lagi."

  "Haloo...Ini harusnya adalah perdebatan antara kalian berdua, jadi bisakah untuk tidak membuatku menjadi bahan hinaan?" Aku benar-benar tidak terkesan dengan cara mereka mengatakan aku makhluk.

  Pembicaraan keduanya tampaknya hanya akan berputar-putar saja, jadi kuputuskan untuk langsung ke masalahnya.

  "Kudengar belakangan ini kau pulang terlambat ke rumah. Apakah karena pekerjaan paruh waktu ini? Adikmu itu mengkhawatirkanmu."

  Mendengar itu, Kawasaki hanya memasang senyum yang dibuat-buat, dia tidak bisa menyembunyikan kejengkelannya dengan senyum yang seperti itu.

  "Kau datang jauh-jauh kesini hanya untuk mengatakan itu? Usahamu lumayan juga. Tapi tahu tidak? Apa kau benar-benar berpikir kalau aku akan berhenti hanya karena ada pria antah-berantah yang tidak kukenal ataupun kupedulikan mengatakan itu kepadaku?"

  "Luar biasa. Bahkan teman sekelas Hikki tidak kenal ataupun peduli dengannya..." Yuigahama tiba-tiba muncul di momen yang aneh untuk menunjukkan kekagumannya.

  Meski begitu, aku tidak tahu apapun soal Kawasaki juga, jadi kita berdua bisa dikatakan impas.

  Kawasaki tiba-tiba berbicara lagi.

  "Oooh, jadi belakangan ini aku merasa kalau situasiku bertambah menjengkelkan itu karena ada hubungannya dengan kalian? Apa Taishi mengatakan sesuatu kepada kalian? Aku tidak tahu apa yang dia rencanakan, tapi aku akan bicara dengannya nanti, kalian jangan khawatirkan itu lagi." Kawasaki lalu terdiam.

  "Begini, Taishi itu tidak ada hubungannya dengan ini."

  Kawasaki lalu menatap tajam ke arahku. Dia seperti hendak mengatakan kepadaku kalau ini bukanlah urusanku. Tapi Yukinoshita bukanlah tipe orang yang akan mundur hanya karena ancaman seperti ini.

  "Ada sebuah alasan yang membuatmu harus berhenti." Yukinoshita lalu melirik ke arah arloji yang ada di pergelangan tangan kirinya, lalu melihat waktunya.

  "Sekarang jam 10.40 malam...Kalau kau Cinderella, itu artinya kau punya satu jam tersisa sebelum durasi sihirnya habis."

  "Kalau sihirku habis, bukankah hanya happy ending yang sedang menungguku, benar tidak?"

  "Entah kalau itu, Putri Duyung Kecil. Aku percaya hanya bad ending yang ada di depanmu nanti."

  Percakapan mereka membuat orang lain merasa ragu untuk ikut campur, seperti berusaha menyamakan suasananya seperti suasana bar kaum elit pada umumnya.

  Saling bertukar sindiran dan sarkasme adalah hobi dari kaum elit. Tapi serius ini, kenapa mereka tidak memilih untuk akur-akur saja? Bukankah ini pertamakalinya mereka berbicara satu sama lain? Menakutkan.

  Seseorang menepuk bahuku dan berbisik di telingaku, membuat semua lamunanku ini menjadi buyar.

  "...Hei, Hikki. Apa yang mereka berdua bicarakan?"

  Oh, Yuigahama. Aku benar-benar bisa merasa santai jika mengetahui ada orang desa sepertimu di tempat seperti ini...

  Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur ketentuan kalau pekerja di bawah 20 tahun tidak boleh bekerja lewat dari jam 10 malam. Dengan bekerja pada jam seperti ini, itu sama saja memberitahu kalau Kawasaki ini sebenarnya bekerja disini menggunakan KTP palsu. Dan sihir itu akan habis jika Yukinoshita melaporkan hal itu.

  Meski begitu, Kawasaki tidak bergeming.

  "Jadi kau tidak ada keinginan untuk berhenti?" Yukinoshita terus menekannya.

  "Hmm? Tidak," Kawasaki mengatakan itu dengan santai sambil membersihkan botol sake.

  Lalu, Kawasaki menambahkan.

  "Bahkan jika berhenti kerja dari sini, aku masih bisa cari kerja di tempat lainnya."

  Yukinoshita lalu mengaduk Perrinya (...ataukah Harris?) dengan tidak teratur, seperti kesal dengan kelakuan Kawasaki.

  Di situasi yang panas ini, Yuigahama membuka mulutnya.

  "Umm, tahu tidak...Kawasaki-san, kenapa kau harus bekerja disini? Maksudku, seperti, aku sendiri juga akan mencari kerja paruh waktu jika aku tidak punya uang, tapi aku tidak akan berbohong ke orang tentang umurku dan bekerja sampai larut malam..."

  "Tidak ada alasan khusus...Aku hanya butuh uangnya saja." Dia mengatakan itu sambil menaruh botol sake di meja.

  Well, kurasa beginilah yang terjadi, pikirku. Uang adalah alasan mayoritas mengapa orang bekerja. Ada juga orang yang bekerja karena dia melihat orang-orang di sekitarnya juga bekerja, atau orang bekerja karena dia tidak bisa hidup tanpa bekerja, tapi sayangnya aku tidak bisa memahami tipe orang yang seperti itu.

  "Oh, yeah, aku paham maksudmu," akupun mengatakan itu dengan santai.

  Ekspresi Kawasaki tampak serius.

  "Tidak, kau tidak akan paham...Mustahil orang yang menulis cita-cita bodoh di kuisioner konseling akan memahami itu."

  Kawasaki dan diriku pernah bertemu di atap. Dia memegang kertas kuisionerku tentang kunjungan tempat kerja. Kurasa yang itu?

  "Itu bukanlah cita-cita yang bodoh..."

  "Huh, jika itu tidak bodoh, maka aku tidak tahu lagi harus menyebut apa itu. Kau benar-benar meremehkan umat manusia." Kawasaki lalu menghantam meja bar dengan kain yang dia gunakan untuk membersihkan sake tersebut, membuat lemari minuman di belakangnya bergetar.

  "Kau...Tidak, tidak hanya kau saja     Yukinoshita dan Yuigahama tidak akan pernah paham. Aku bekerja bukan untuk mencari uang saku yang digunakan untuk main-main. Jangan samakan diriku dengan orang tolol yang disana."

  Kawasaki menatapku dengan tajam. "Jangan menghalangiku lagi", itulah yang hendak dikatakan oleh kedua mata itu. Tapi aku tahu kalau jauh di dalam hatinya, dia sedang menangis kesepian.

  Meski begitu, dia berusaha menunjukkan kalau dirinya kuat dan seperti yang terlihat pada umumnya. Aku bukanlah orang yang akan mengira kalau kata-katanya yang emosional tadi adalah tanda-tanda kalau dia mulai kalah, tapi aku melihat betapa dalam dia terjatuh dalam kesalahpahaman itu dan dia secara diam-diam berkeinginan kalau suatu hari nanti orang-orang akan menyukai dirinya yang seperti itu.

  Misalkan saja Yukinoshita. Semua orang salah paham kepadanya, dan dia tidak menyerah ataupun menangis. Itu karena dia percaya dengan dirinya sendiri.

  Atau misalnya Yuigahama. Ketika dia berusaha memahami seseorang, dia tidak akan menyerah atau kabur. Tidak peduli apa masalahnya, dia akan mencoba dan berusaha mendekati orang itu, dan berharap sesuatu akan berubah.

  "Yeah, tapi tidak akan ada yang berubah jika kau tidak bicara, tahu tidak? Mungkin, itu bisa membuatmu bertambah kuat...Dengan membicarakan itu, bisa membuatmu bersemangat, begitulah..." Yuigahama tidak meneruskannya karena tatapan dingin Kawasaki membuatnya berhenti.

  "Seperti kataku, kalian tidak akan paham. Membuatku lebih kuat? Membuatku bersemangat? Oke kalau begitu. Kalian tinggal sediakan uang saja bagiku. Bisakah kalian menanggung beban dimana orangtuaku sendiri tidak mampu untuk menanggungnya?"

  Ya Ampun! Kawasaki menakutkanku. Kata-katanya membuat Yuigahama terdiam karena malu. "I-Itu..." dia kesulitan untuk mengatakannya.

  "Sudah cukup," Yukinoshita mengatakan itu dengan dingin. "Kalau kau teruskan lagi..."

  Dia lebih menakutkan dari Kawasaki yang memotong kata-kata Yuigahama tadi.

  Sama sepertiku, Kawasaki sempat kaget, tapi dia dengan cepat kembali ke dirinya dan menatap Yukinoshita dengan senyum yang sinis.

  "Hei, kalau tidak salah Ayahmu itu anggota DPRD ya? Mustahil orang yang setiap harinya hidup enak sepertimu bisa memahami diriku..." dia mengatakan itu dengan pelan, seperti sedang berbisik. Aku bisa merasakan kalau dibalik nada suaranya terdapat sebuah keputusasaan.

  Setelah Kawasaki mengatakan itu, terdengar bunyi gelas yang jatuh dan menumpahkan minumannya.

  Ketika kulihat asal suaranya, gelas sampanye yang berisi perrier tumpah di meja.

  Yukinoshita seperti menggigit bibirnya sendiri, dia hanya menatap ke arah bawah. Aku sendiri, tidak pernah melihat Yukinoshita yang seperti ini. Tanpa mengatakan apapun, aku mencoba melihat keadaan Yukinoshita.

  "...Yukinoshita?"

  Dia lalu membalas.

  "Huh? O-oh, maafkan aku,"

  Yukinoshita mengatakan itu dengan nada yang biasa     tidak, nadanya jauh lebih dingin dari biasanya. Dia lalu mulai membersihkan meja di depannya dengan handuk tangan.

  Kurasa bagi Yukinoshita, reaksi yang tidak biasa seperti itu adalah semacam tabu. Kalau dipikir-pikir, ini bukanlah momen pertama aku melihat dia dengan ekspresi seperti itu. Tepat ketika aku mulai mengingat kejadian tersebut, aku mendengar suara orang menghentakkan tangannya di atas meja.

  "Tunggu! Keluarga Yukinon tidak ada hubungannya dengan ini!" Yuigahama mengatakan itu dengan kasar dan menatap ke arah Kawasaki.

  Dia tidak sedang becanda     Yuigahama benar-benar jengkel. Ternyata dia bisa membuat wajah jelek juga ketika marah...

  Entah apa karena itu terlihat kontras dengan Yuigahama normal yang biasanya tertawa ceria atau karena dia sadar kalau dia sudah menyinggung orang, Kawasaki merendahkan nada suaranya.

  "...Kalau begitu, maka keluargaku tidak ada hubungannya juga."

  Dan begitulah percakapan ini berakhir.

  Yuigahama dan diriku     dan, tentunya, Yukinoshita     tidak ada hubungannya dengannya. Katakanlah, tindakan Kawasaki ini sebenarnya melanggar hukum, kedua orangtuanya dan gurunya yang akan disalahkan, dan hukumannya diserahkan kepada hukum. Tidak ada satupun hal yang bisa kita     dimana kita sendiri bukanlah temannya ataupun punya hubungan khusus dengannya     lakukan untuknya.

  "Kau mungkin ada benarnya, tapi bukan itu masalahnya! Yukinon ini     "

  "Yuigahama-san. Tolong tenang dulu. Aku hanya tidak sengaja menumpahkan gelasku. Kau tidak perlu khawatir soal itu." Yukinoshita mengatakan itu untuk menenangkan Yuigahama. Suaranya masih terdengar lebih dingin dari biasanya.

  Meski ini masih awal dari musim panas, suasananya terasa dingin dan penuh tekanan. Begitulah akhir situasi kami hari ini. Yukinoshita, Yuigahama, dan juga Kawasaki berbicara dan akhirnya berakhir seperti ini.

  Ada beberapa hal yang sudah kupahami dari sini. Yang tersisa hanyalah melakukan sesuatu untuk memperbaiki situasinya.

  "Ayo kita pulang. Jujur saja, mataku mulai mengantuk. Setelah kuhabiskan minuman ini, aku akan pulang."

  Kalau dipikir-pikir, Cinderella masih memiliki lebih dari setengah jam sebelum dia pulang.

  "Kau..." Yukinoshita mendesah kesal seperti hendak mengatakan sesuatu kepadaku, tapi Yuigahama menghentikannya.

  "Begini-begini, Yukinon. Ayo kita pulang?"

  Ketika aku dan Yuigahama saling menatap satu sama lain, Yuigahama mengangguk. Tampaknya Yuigahama sadar kalau Yukinoshita bersikap berbeda dari dirinya yang biasanya.

  "...Baiklah, ayo kita pulang."

  Ajaibnya, Yukinoshita menurut begitu saja dengan permintaanku, seperti baru saja sadar kalau dia bersikap aneh malam ini. Setelah menaruh beberapa lembar uang di atas meja tanpa melihat slip tagihannya, dia berdiri. Yuigahama berdiri dari kursinya, dan menemani Yukinoshita.

  Kupanggil dia dari belakang. "Yuigahama, kukirim SMS nanti."

  "...Huh? Oh, uh. Benar, umm, oke."

  Karena pencahayaan ruangan ini, aku melihat wajah Yuigahama tampak memerah dengan salah satu tangan menutupi dadanya. Aksinya itu terlalu aneh untuk tempat se-trendi ini, jadi kuharap dia akan menghentikan itu.

  "Baiklah, kutunggu SMS-nya."

  Setelah melihat keduanya pergi, aku mengangkat gelasku sebentar dan melihat ke arah Kawasaki. Setelah kuminum beberapa teguk untuk menghilangkan rasa hausku, aku mulai berbicara.

  "Kawasaki. Sempatkan waktumu untukku besok pagi. Aku akan menunggumu di McDonalds 5.30 pagi. Oke?"

  "Huh? Kenapa?" Sikap Kawasaki malah lebih dingin dari biasanya.

  Meski begitu, aku percaya kata-kataku selanjutnya akan mampu merubah perspektifnya.

  "Aku ingin berbicara sebentar denganmu mengenai Taishi."

  "...Apa?" Kawasaki menatapku dengan curiga     tidak, lebih tepatnya tatapan mata yang ingin membunuh. Untuk menghindari tatapan mata itu, aku meminum habis gelasku dan berdiri.

  "Kalau begitu, sampai jumpa besok. Bye!"

  "Tunggu dulu!" Dia memanggilku.

  Aku tidak mempedulikannya, aku berjalan dengan penuh gaya dan mengibaskan tanganku tanpa menoleh kepadanya sehingga aku terlihat keren seperti suasana elit bar ini.

  "Tunggu dulu! Uangnya tidak cukup!"

  ....Yukinoshita...Kampreetttttttt!!! Dia tidak membayar minumanku sekalian!

  Tanpa mengatakan apapun, aku kembali ke bar dan memberikan selembar 1000Yen kepadanya.

  Setelah itu, aku menerima 60Yen sebagai kembalian. Entah mengapa aku merasa kalau aku tidak perlu banyak tanya soal ini.

  Satu gelas Ginger Ale seharga hampir 1000Yen. Aku seperti dirampok di siang bolong...






x Chapter IV Part 10 | END x





  Bandingkan kesan Hachiman terhadap penampilan Yui dan Yukino setelah berganti ke gaun pesta.

  ...

  Yukino benar-benar dididik dengan baik oleh keluarganya tentang tata krama dan dress code di tempat-tempat elit.

  ...

  Disini anda mengetahui alasan mengapa di vol 10 chapter 8, adegan bar western setelah marathon Chiba, Hachiman memesan ginger ale meskipun tahu kalau Max Coffee juga disediakan di bar.

  Itu adalah minuman pertama yang direkomendasikan Yukinoshita ke Hachiman.

  ...

  Pernyataan Hachiman dimana dia pernah melihat ekspresi Yukino tersebut, adalah di vol 2 chapter 3, ketika membahas tentang penyebar SMS fitnah berantai. Tentu saja Yukino emosi, karena pelaku sejenis ketika SD merupakan penyebab dirinya dibully.

  ...

  Kalau kita jeli, Yukino sebenarnya marah ketika status dia selalu dihubung-hubungkan dengan keluarganya. Ini terjadi di vol 6 chapter 2, ketika Pak Atsugi dan Meguri-senpai melihat Yukino sebagai 'adik Haruno'.

  Terang saja marah jika disebut 'anak DPRD hidup enak'.

  Yeah, Yukino lebih suka orang lain melihat dirinya tidak karena status keluarganya, tapi karena dia Yukinoshita Yukino. Mirip dengan Hachiman yang tidak mau Yui melihatnya sebagai Nice Guy di vol 3 chapter 6.

  ...

  Posisi tempat duduk versi animenya salah. Entah mereka serius menulis anime adaptasi light novel ataukah bagaimana...

  Juga baju Hachiman di anime, harusnya kemeja hitam kerah berdiri. Plus, harusnya memakai celana jeans.

  ...

  Penilaian Hachiman terhadap Yui salah. Yui sebenarnya mengenal Hachiman sejak awal, lalu kabur dari janjinya selama setahun. Lalu kebetulan sekelas di kelas 2, sehingga membuat Yui merasa harus mulai mendekati Hachiman karena cepat atau lambat Hachiman akan menyadari kalau dia adalah gadis pemilik anjing tersebut.

  Penilaian Hachiman terhadap Yukino salah, Yukino sebenarnya tidak percaya dengan dirinya sendiri, oleh karena itu dia memilih untuk hidup di bawah bayang-bayang Haruno.

  Tapi tentu saja, ini hanya penilaian Hachiman setelah dua volume, memang bisa dikatakan terlalu dangkal.

  ...

  Jangan terlalu berharap SMS Hachiman akan spesial ke Yui...

  Trust me!

  ...

  Buat yang belum tahu, Ayah Yukino adalah anggota DPRD. Keluarga Yukinoshita ini memiliki berbagai perusahaan yang terlibat dalam pembangunan di Chiba. Bisa ditebak, proyek-proyek tersebut juga mungkin ada andil dari jabatan Ayahnya di DPRD.

  Yang memimpin seluruh perusahaan tersebut, adalah Ibunya. Tentunya, kelak akan diteruskan kepada Haruno.

  ...

  Tentu saja Hachiman akan berharap Yukino akan membayar minumannya, karena Yukino belum membayar minuman Strawberry Mix yang dipesan ke Hachiman, vol 1 chapter 3.

  Sebenarnya, Hachiman juga mentraktir lagi Yukino di vol 9 chapter 8. Yukino hanya benar-benar membayarnya sekali, dengan MAX COFFEE di vol 10.5 chapter 3.

  ...

  Wajah Yukinoshita Yukino yang familiar di SMA Sobu tidak terbukti benar sepenuhnya, karena di vol 3 chapter 5, dua anggota Klub Gamers, Sagami dan Hatano, tidak yakin kalau gadis di depan mereka adalah Yukinoshita Yukino.










1 komentar: