Kamis, 16 Juni 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 2 Chapter 4 : Karena Alasan Tertentu, Kawasaki Saki Keluar Dari Jalannya -5


x x x




  
  Ketika kami menaruh Kamakura ke kardus, dia berusaha menyentuh kardus itu terlebih dahulu dengan cakarnya. Ketika dia sudah menyentuh kardus itu tiga kali, dia lalu duduk dengan santai di dalam kardus tersebut seperti mengatakan, "Heh...Kurasa ini lumayan."

  Sekarang, tinggal menunggu kedatangan Kawasaki Saki. Masalahnya adalah, kita tidak tahu kapan dia akan muncul. Durasi 'ceramah' yang diberikan Hiratsuka-sensei tergantung oleh suasana hatinya.

  "Mari kita bagi tugas," Yukinoshita berinisiatif untuk memimpin.

  Dia memberikan tugas kepada Totsuka untuk mengintai pintu ruang guru. Sementara itu, Yuigahama ditugaskan untuk mengawasi area tempat parkir sepeda. Komachi berpatroli. Dan aku ditugaskan untuk membawa kardus tersebut ke lokasi dimana Kawasaki muncul nantinya.

  Kalau dipikir-pikir, mereka semua punya tugas yang jelas, tapi pekerjaanku ini tidak ada gunanya sampai Kawasaki Saki muncul. Tiba-tiba, aku merasa haus. Kutinggalkan sebentar kardus tersebut dan pergi membeli minuman Sportop di Mesin Penjual Minuman terdekat. Setelah menaruh sedotan di botol tersebut dan meminumnya sebentar, aku kembali ke lokasi.

  "Meow." Aku bisa mendengar suara Kamakura yang familiar.

  "Meow." Aku mendengar suara dari seorang gadis yang tidak kukenal sedang menirukan suara kucing.

  Kulihat sekitarku, tapi tidak ada gadis lain selain Yukinoshita dan kardus di dekatnya. Jadi, kuputuskan untuk memanggilnya.

  "...Apa yang kau lakukan?" tanyaku.

  "Apa maksudmu?" Yukinoshita menjawabnya seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

  "Bukan, maksudku apa kau baru saja berbicara kepada kucing?"

  "Bukankah ada yang lebih penting? Kalau aku tidak salah, kau kutugaskan untuk siap sedia membawa kucing ini, tapi tampaknya 'menuruti instruksi' bukanlah sifatmu. Aku memang tahu kalau kau ini tidak memiliki kompetensi untuk itu, tapi jujur saja, ini sudah diluar ekspektasiku. Mungkin aku harusnya memberikan instruksi yang cukup mudah untuk dipahami anak SD yang bodoh."

  Yukinoshita kali ini terlihat 50% lebih dingin dari biasanya dan nadanya jauh lebih kasar. Kedua matanya seperti memberitahuku kalau aku akan tewas jika aku berani mengatakan sepatah kata lagi.

  "O-Oke. Aku akan bersiap-siap disini..."

  Ketika aku duduk di bangku dekat kardus itu, HP-ku bergetar. Ternyata dari nomor yang tidak dikenal. Kalau dilihat dari momen berbunyinya, aku hanya bisa menduga kalau ini panggilan dari Yuigahama, bisa juga Komachi, atau juga Totsuka.

      atau mungkin juga Yukinoshita.

  Tapi nomor Yuigahama dan Komachi terdaftar di HP-ku, dan mustahil Yukinoshita menelponku karena kami baru saja berpisah.

  ...Jadi ini panggilan telepon dari Totsuka?!

  "H-Halo?!"

  ["Oh, apa ini Onii-san? Aku mendapatkan nomormu dari Hikigaya-san."]

  "Maaf ya, aku tidak punya saudara laki-laki ataupun saudara ipar."

  Aku langsung menutup panggilan telepon itu, tapi tiba-tiba HP-ku bergetar lagi. Meski tanpa melihat wajahnya secara langsung, aku langsung tahu kalau dia ini sedang bersikeras untuk berbicara denganku, jadi aku menyerah saja.

  ["Hei, kenapa ditutup?!"]

  "Apa sih maumu?"

  ["Aku baru saja diberitahu soal rencana kalian dengan kucing. Masalahnya, Nee-chan punya alergi terhadap kucing."]

  Aku hanya bisa terdiam ketika mendengar itu.

  Rencana ini kacau balau.

  "Kenapa kau tidak beritahu dari tadi?"

  ["Maaf, soalnya aku baru saja tahu."]

  "Ya ampun, oke, oke, ya sudah. Terima kasih sudah memberitahu kami. Sampai jumpa."

  Kututup teleponnya dan bergegas menuju tempat Yukinoshita.

  Yukinoshita sendiri sedang duduk jongkok di depan Kamakura. Dia sedang mengelus-elus leher Kamakura. Sedang Kamakura sendiri, meresponnya dengan menggulungkan badannya.

  "Yukinoshita," aku memanggilnya.

  Yukinoshita lalu menghentikan kegiatannya itu dan tiba-tiba menatapku dengan tatapan, "Ada apa sih kali ini?" yang tertulis di wajahnya. Caranya menatapku, mirip dengan sikapnya terhadapku sesudah aku membeli minuman.

  "Aku ditelpon Taishi dan ternyata Kawasaki punya alergi terhadap kucing. Jadi bisa dipastikan kalau dia tidak akan memungut kucing ini meski kita meninggalkannya disini."

  "...Huh. Sayang sekali kita sudah berusaha sampai sejauh ini,"

  Yukinoshita mengatakan itu sambil mengelus-elus kepala Kamakura dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya. "Meow."

  Ketika aku hendak memberitahu yang lain kalau rencana ini batal, Yuigahama, Totsuka, dan Komachi kembali ke tempat kami.

  "Onii-chan, apa kau sudah diberitahu oleh Kawasaki-kun?" tanya Komachi.

  "Err, yeah. Tolong jangan memberi nomor HP-mu begitu saja ke orang asing. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang berbahaya? Hati-hatilah dalam memberi data pribadi ke orang lain." kataku.

  "Data pribadi Hikigaya-kun sendiri bukanlah sesuatu yang penting," Yukinoshita mencoba mencandaiku, tapi kata-katanya itu bisa dikatakan separuh becanda.

  "Aku mengatakan itu bukan untuk diriku, tapi untuk Komachi. Dengar tidak, Komachi? Jangan kau berikan nomormu itu dengan mudah, oke? Terutama ke anak laki-laki!"

  "Ogah ah, memangnya Onii-chan pengasuhku?" Komachi malah menganggap nasehatku ini seperti bahan candaan saja.

  Well, adikku ini memang orang yang memiliki tipe "jika tidak dijelaskan detail, maka aku tidak mau". Tapi meski sudah kujelaskan baik-baik, dia malah merasa lebih tahu dariku.

  Atau lebih tepatnya, akulah yang harusnya belajar banyak darinya.

  Karena "Operasi Terapi Hewan" dianggap gagal, kita harus punya rencana lain. Karena aku sendiri sedang tidak punya ide, aku melihat ke arah Yukinoshita. Ketika kulakukan itu, dia malah melihat ke arah Komachi dan diriku, lalu dia mendesah.

  "...Kalian berdua merupakan saudara yang akrab. Entah mengapa aku merasa iri dengan itu." Yukinoshita mengatakan itu dengan ragu-ragu.

  "Huh? Oh, yeah, akupun sebagai anak tunggal juga sering merasakan hal yang seperti itu. Kurasa itu bukan masalah besar."

  "Bukan, aku..." Yukinoshita terlihat ragu untuk melanjutkan, dimana ini adalah kejadian yang sangat langka untuk melihatnya begitu.

  Biasanya, dia mengatakan apapun yang ada di pikirannya, bahkan jika itu menyakiti orang lain.

  "Lupakan saja tadi." kata Yukinoshita.

  Apa dia baru saja memakan sesuatu yang buruk? Misalnya kue buatan Yuigahama atau sejenisnya?

  "Sekarang, apa yang akan kita lakukan? Kita harus memikirkan sesuatu."

  "Er, uh..." Totsuka menaikkan tangannya dengan ragu-ragu.

  Dia melihat ke arah Yukinoshita dan Yuigahama dengan ekspresi yang ragu, dia seperti ingin menyumbangkan sesuatu tapi dia sendiri tidak yakin.

  Katakan saja, pikirku. Bahkan jika tidak ada seorangpun yang bersedia menerimanya, aku akan menerimanya! Misalnya, aku akan menerima cintanya dengan sepenuh hati!

  "Silakan katakan. Aku tidak keberatan jika kau punya ide. Itu akan sangat membantu." kata Yukinoshita.

  "Oh, baiklah...Jadi begini, bagaimana jika kalian meminta bantuan Hiratsuka-sensei soal ini? Kupikir dia tidak mau menceritakan masalahnya ke orangtua di rumah karena mereka adalah sosok yang dekat baginya dan dia tidak ingin merepotkan mereka. Bisa saja dia mau menceritakan masalahnya kepada orang luar yang dianggap dewasa untuk membahas itu, misalnya Hiratsuka-sensei, benar tidak?"

  Oh, ide yang bagus. Memang, Kawasaki mungkin tidak bisa menceritakan itu ke orangtuanya karena mereka adalah Ayah dan Ibunya. Misalnya, aku pasti tidak berminat untuk membahas soal seks dan asmara ke orangtuaku. Juga, aku tidak mau melapor kepada orangtuaku jika ada yang mencorat-coret mejaku di sekolah, atau loker sepatuku sengaja diisi berbagai sampah oleh orang jahil, atau juga aku menerima surat cinta dimana ternyata akhirnya diketahui kalau itu hanyalah ulah siswa-siswa yang iseng  di kelasku.

  Oleh karena itulah, dibutuhkan campur tangan orang ketiga. Seseorang yang bisa diandalkan dan memiliki banyak sekali pengalaman hidup mungkin bisa memberikan banyak bantuan dalam kasus ini.

  "Tapi...Hiratsuka-sensei katamu..." ada sebuah kekhawatiran disana.

  Serius, kau mengkategorikan orang yang menyedihkan seperti itu sebagai orang dewasa? Satu-satunya hal yang dewasa tentang dirinya hanyalah dadanya.

  "Kalau dibandingkan dengan guru-guru lainnya di sekolah ini, Hiratsuka-sensei bisa dibilang guru yang paling akrab dengan para siswa. Kurasa tidak ada orang lain yang lebih cocok darinya untuk pekerjaan ini." kata Yukinoshita.

  "Oh, ya sudah, kurasa itu ada benarnya."

  Seperti kata Yukinoshita tadi, Hiratsuka-sensei memang tampak bekerja dengan keras dalam membimbing siswa-siswanya. Dia mengarahkan siswa-siswa yang memiliki masalah ke Klub Relawan, dan dia juga sehari-harinya terlibat dalam konseling siswa. Dia mungkin orang yang kita butuhkan dalam pekerjaan ini karena dia sangat jeli dalam mengamati orang-orang.

  "Kalau begitu, aku akan mencoba memberitahunya." kataku.

  Aku memberitahu garis besar masalah Kawasaki di SMS. Nomor Hiratsuka-sensei dimana aku sendiri tidak ada niatan untuk menghubunginya, ternyata ada gunanya.

  "Sudah dibalas oleh Sensei. Kukatakan kepadanya kalau kita akan menjelaskan detailnya di dekat pintu masuk sekolah. Sensei setuju untuk menemui kita disana."

  Setelah itu, kami menuju ke pintu masuk sekolah, dan menunggu selama lima menit.

  Kami mendengar suara hak sepatu dari langkah kaki yang sedang berjalan ke arah kami, menandakan kemunculan dari Hiratsuka-sensei.

  "Hikigaya, aku paham situasinya. Aku ingin mendengar lebih detail soal ini." Dia mengatakan itu dengan ekspresi yang serius.

  Dia lalu menaruh rokok yang sedari tadi ada di mulutnya ke sebuah asbak portable.

  Aku mencoba menjelaskan apa yang kita tahu mengenai Kawasaki Saki, termasuk kesimpulan kita sampai saat ini. Hiratsuka-sensei mendengarkan dengan cermat hingga selesai, setelah itu, dia mengembuskan napasnya yang berat.

  "Fakta kalau ada siswi sekolah kita yang bekerja paruh waktu hingga lewat tengah malam saja sudah merupakan masalah yang serius. Kita harus menanganinya dengan cepat sebelum membesar kemana-mana. Aku akan mengatasi ini."

  Hiratsuka-sensei lalu mengepalkan tangannya dengan emosi yang dalam, ini tidak mencerminkan tampilan seorang guru.

  "Apa yang kau lihat? Aku tadi mengijinkan Kawasaki untuk pergi sebelum pergi kesini. Dan berjalan kesini sendiri sudah memakan waktu 2 menit."

  ...Ada apa dengan perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba datang kepadaku ini? Sikapnya itu terlihat dipenuhi dengan emosi.

  "Umm, apa Sensei tahu kalau Sensei tidak diperbolehkan untuk melakukan kekerasan ke siswa?"

  "Mustahil aku tidak tahu itu...Apa kamu tidak sadar kalau aku cuma melakukan itu kepadamu seorang?"

  "Tidak, bahkan 'kepadamu seorang' barusan tidak terdengar romantis sedikitpun...'

  Ketika kita membicarakan ini, tiba-tiba Kawasaki Saki muncul di pintu masuk. Dia berjalan seolah-olah sedang menyeret kakinya dengan malas dan sesekali menguap karena mengantuk. Dia membawa tasnya dengan menaruhnya di belakang bahunya seperti tidak peduli dengan apapun. Sikunya sendiri seperti mengayun kesana-kemari.

  "Tunggu dulu, Kawasaki," Hiratsuka-sensei memanggilnya dari belakang.

  Mendengar namanya dipanggil, Kawasaki berbalik. Dia lalu menatapnya dengan setengah mata terbuka. Setelah itu, dia berjalan ke arah Sensei dengan perlahan.

  Meski Hiratsuka-sensei tergolong tinggi, tapi dia masih kalah tinggi dengan Kawasaki. Kakinya yang panjang tesebut bisa menendang kerikil kecil dengan mudahnya.

  "...Apa perlu apa dengan saya?" tanya Kawasaki dengan ketus seperti mengatakan "gue tidak peduli dengan urusan lo!".

  Caranya berbicara barusan sangat menakutkan. Dia bahkan tidak termasuk tipe nakal ataupun yankee "Gue hajar lo!". Dia seperti seorang wanita yang lebih tua dan sedang duduk di pojokan sebuah bar remang-remang. Seperti sedang merokok dan memegang wisky di pojokan itu.

  Di lain pihak, tubuh Hiratsuka-sensei seperti mengirimkan aura menakutkan ke sekitarnya. Level menakutkannya mirip seorang wanita yang lebih tua ketika meminum sebotol bir sambil memakan mie atau masakan China di depan Stasiun yang remang-remang, lalu berteriak seperti, "Dia tidak berguna! Pitcher yang tidak berguna!" ketika mendengarkan siaran baseball.

  Jadi ada apa disini? Clash of The Titans?

  "Kawasaki, kudengar kau belakangan ini pulang terlambat ke rumah     tepatnya pulang subuh-subuh. Memangnya apa yang sedang kau lakukan dan kau habis darimana?"

  "Apa anda tahu itu dari seseorang?"

  "Nama informanku tentunya dirahasiakan. Sekarang jawab pertanyaanku tadi!"

  Hiratsuka-sensei mengatakan itu seperti "masa bodo!".

  Kawasaki mendesah secara perlahan. Dari ekspresinya, dia seperti meremehkan Sensei.

  "Tidak ada apa-apa. Memangnya masalah bagi anda untuk mengurusi kemana saya pergi selama ini? Saya sendiri tidak mengganggu urusan orang lain."

  "Memang saat ini tidak, tapi di masa depan bisa jadi. Kau tidak akan selamanya menjadi siswi SMA. Apa kamu lupa kalau diluar sana ada orang-orang yang mempedulikanmu? Misalnya orangtuamu dan diriku."

  Tapi Kawasaki hanya melihatnya dengan ekspresi yang kurang tertarik.

  Seperti kehilangan kesabarannya, Hiratsuka-sensei memegangi lengan Kawasaki.

  "Apa kau tidak mempertimbangkan perasaan orang tuamu?" dia mengatakan itu dengan sangat serius, seperti memberitahunya kalau dia tidak akan melepaskan tangannya.

  Sentuhannya mungkin terasa hangat dan penuh perhatian. Mungkin emosi semacam itu bisa meluluhkan hati Kawasaki.

  "Sensei..." Kawasaki mengatakan itu secara perlahan, menyentuh tangan Hiratsuka-sensei dan melihat langsung ke kedua matanya.

  Lalu    

  "Tidak ada seorangpun yang tahu persis apa yang orangtua saya rasakan. Dan ngomong-ngomong, mustahil Sensei tahu itu karena Sensei belum pernah menjadi orangtua. Bukankah yang Sensei katakan tadi harusnya Sensei katakan setelah sensei menikah dan punya anak?"

  "Uuuuurk!"

  Kawasaki kini membalik keadaan. Hiratsuka-sensei terlihat mulai goyah, seperti petinju yang baru saja menerima pukulan telak. Dia terlihat menerima damage yang luar biasa. Sepertinya, hal itu tidak pernah terpikirkan olehnya.

  "Sensei, anda harusnya mengkhawatirkan masa depan anda sendiri sebelum mengkhawatirkan masa depan saya. Seperti menikah dan semacam itu."

  Tubuh Hiratsuka-sensei tampak meleleh. Lututnya bergetar hebat. Ternyata damagenya sudah sampai ke kaki, huh...Efeknya terasa di pinggang, bahu, hingga ke tenggorokannya. Dia seperti kehilangan kata-kata. Matanya mulai terlihat berkaca-kaca.

  Sedang Kawasaki sendiri tampak tidak peduli dan terus berjalan menuju parkir sepeda.

  Kami sendiri hanya bisa saling menatap satu sama lain tanpa bisa mengatakan apapun. Yuigahama dan Komachi hanya bisa menatap ke arah lantai, sementara Totsuka menggumamkan "kasihan Sensei...".

  Lalu Yukinoshita bersembunyi di belakangku, seperti tidak mau berinisiatif untuk mengambil alih situasinya.

  Kenapa begini? Kenapa untuk urusan yang seperti ini diserahkan kepadaku?

  Sambil melihat guruku yang terlihat menyedihkan ini, aku sendiri sulit untuk mengatakan sesuatu. Mungkinkah...Ini adalah sebuah perasaan kasihan dengan situasinya?

  "Err, uh...Sensei?" kataku, mencoba untuk mencari kata-kata yang tepat.

  Sensei lalu menoleh kesana-kemari seperti seekor zombie. Dia lalu terlihat sesenggukan.

  "Aku ingin pulang saja..." katanya dengan suara yang menyedihkan sambil menggosok-gosok matanya.

  Kemudian, tanpa mempedulikan responku, dia mulai berjalan sempoyongan menuju parkiran mobil.

  "A-Anda sudah memberikan yang terbaik, Sensei!" aku mengatakan itu sambil melihat tubuhnya yang mulai menghilang dari kejauhan. Cahaya matahari sore ini menambah bumbu drama adegan barusan sehingga membuatku mulai mengeluarkan air mata.

  Tolong siapa saja, cepat nikahi dia...






x Chapter IV Part 5 | END x






  Tampaknya Kamakura menyukai Yukino...

  ...

  Kita semua tahu mengapa Yukino iri melihat keakraban Komachi-Hachiman...

  ...

   Buat yang belum tahu, Hiratsuka-sensei mengirimi Hachiman SMS untuk belajar tekun dalam ujian tengah semester kali ini. Ada di gambar ilustrasi sampingan novel volume 2.

   Dari situ, Hachiman mendapatkan nomor Hiratsuka-sensei.

  ...

  Siapa saja, tolong lamar Sensei...Atau MC LN ini yang akhirnya berakhir dengannya di volume 12...

1 komentar: