Minggu, 17 April 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 2 : Prolog


x  x  x







  Ketika Golden Week telah berakhir, aku merasa kalau hari terasa lebih panas dari hari-hari sebelumnya. Juga, ketika para siswa punya banyak sekali waktu bebas, maka akan membuat hari itu terasa lebih panas dari biasanya. Aku mungkin keren, hard-boiled, tapi aku juga lemah terhadap panas. Karena itulah, aku mulai mencari tempat yang lebih sejuk, dan akupun mencari di tempat-tempat yang kurang familiar.

  Suhu normal tubuh manusia adalah 36°C. Jika memakai angka itu sebagai pegangan, maka berkumpul dengan orang lain akan membuat suasananya seperti berada di dalam perapian. Bahkan aku sendiri tidak bisa menangani rasa panas yang dihasilkan hal-hal semacam itu.

  Para kucing juga melakukan hal yang sama, tahu tidak? Mereka akan mencari tempat yang jarang mereka kunjungi ketika cuacanya menjadi panas. Jika mengesampingkan sikapku di musim panas ini, aku juga biasanya mencari tempat dimana jarang terlihat adanya manusia disana. Tolong dicamkan ya, ini bukannya aku tidak nyaman di kelas ataupun aku merasa bukan bagian dari komunitas kelas     ini bukanlah seperti itu.

  Ini adalah sebuah insting     atau kasarnya, teman-teman sekelasku yang tidak melakukan tindakan serupa denganku sudah gagal sebagai makhluk hidup. Mereka berkumpul seperti kumpulan ternak karena mereka lemah. Tahu tidak, hanya makhluk-makhluk lemah yang membuat kelompok dan tidak mengandalkan insting mereka. Para herbivora berkumpul bersama sehingga mereka bisa mengorbankan salah satu dari mereka jika mereka diserang oleh karnivora, dan itu tidak berbeda dengan teman sekelasku. Mereka mengunyah rumput dengan ekspresi wajah tanpa dosa sementara teman mereka dimakan hidup-hidup oleh karnivora.

  Jadi begitulah. Hewan yang kuat tidak berkumpul seperti itu. Apa mereka tidak tahu istilah "Sang Serigala Kesepian"? Kucing memanglah manis dan Serigala memang keren. Dengan kata lain, penyendiri adalah orang yang manis dan keren.

  Dengan pikiran-pikiran semacam itu di kepalaku, aku terus melangkahkan kakiku. Tujuanku: tangga menuju atap gedung. Rute menuju kesana terhalang oleh banyak sekali bangku-bangku yang tidak terpakai dan dibiarkan menghalangi jalan seperti itu, jadi jalan ini hanya cukup untuk dilewati oleh satu orang saja.

  Jika ini hari yang normal, harusnya pintu menuju atap digembok. Tapi hari ini, kulihat kalau pintu atap terbuka. Kupikir ada siswa yang membongkar kuncinya dan pergi kesana untuk tujuan tertentu     tahulah seperti merokok, melakukan kenakalan, dan menyukai tempat-tempat tinggi.

  Antusiasmeku seperti sedang diuji ketika melihat ada 3 meja dan 2 kursi memblokir jalanku. Akupun melakukan beberapa gerakan akrobatik yang membuatku terlihat keren seperti biasanya. Kyaaa. Gue jantan banget! Membuatku jatuh cinta kepada diriku sendiri.

  Tapi aku menyadari kalau kalau suasananya cukup sunyi ketika aku hendak melewati pintu atap itu. Aneh sekali. Setahuku, siswa dan siswi penganut riajuu membenci kesunyian. Konsep yang serupa berlaku kepada hewan yang takut kepada api. Mereka mengartikan suasana yang sunyi adalah hal yang membosankan, jadi agar bisa meyakinkan diri mereka kalau mereka bukanlah orang yang membosankan, mereka akan mengobrol dan mengoceh sana-sini. Dengan kata lain, ketika mereka berbicara denganku, mereka hanya berusaha mengusir kebosanan mereka dan aku hanya melihat mereka seperti orang yang tidak berbicara sama sekali. Aku sendiri membayangkan apa makna dari kesunyian mereka...Tidak, ini bukan seperti yang kau pikirkan     aku lebih suka suasana yang sunyi, itu saja.
[note: Riajuu = penganut konsep hidup damai di Jepang.]

  Dari kesunyian ini, kurasa tidak ada seorangpun penganut riajuu ada disini. Mungkinkah tidak ada seorangpun disini?

  Ketika kau tahu kalau tidak ada satupun orang disini, tiba-tiba kau merasa bersemangat     inilah artinya menjadi seorang penyendiri. Beginilah diriku. Bukannya aku malu untuk berkumpul dengan yang lain atau sejenis itu     aku hanya berusaha menghargai orang lain dan tidak mau mengganggu aktivitas mereka.

  Ketika menaruh tanganku di pegangan pintu, aku merasakan antusiasme yang luar biasa seperti berjalan-jalan mencoba ramen di stasiun untuk pertama kali, jantungku berdebar-debar seperti ketika aku pergi dari Chiba menuju toko buku di Yotsukaido untuk membeli buku porno. Begitulah, karena aku penyendiri, maka aku bisa merasakan pengalaman yang unik seperti itu.

  Langit biru yang terbentang luas dan cakrawala yang tidak terbatas menungguku di balik pintu. Atap sekolah berubah menjadi atap pribadiku. Seperti orang-orang kaya yang ingin punya jet dan pantai pribadi. Para penyendiri yang punya waktu pribadi bagi diri mereka adalah para pemenang dalam kehidupan, jadi itu berarti para penyendiri harusnya diakui.

  Langit terbentang luas dan cerah, seperti memberitahukan kepadaku kalau suatu hari nanti aku akan merdeka dari dunia yang mengikat ini. Kalau aku mendeskripsikan ini seperti sebuah mahakarya, ini semacam perasaan di film The Shawshank Redemption. Weeell...Aku sebenarnya belum pernah menonton itu, tapi judulnya seperti memberitahuku kalau film itu kurang lebih bertema seperti itu.

  Menatap ke langit yang jauh, seperti menatap ke masa depan. Kurasa ini adalah tempat yang tepat untuk mengisi Kuisioner Kunjungan Tempat kerja yang ada di tanganku. Kunjungan tempat kerja ini seperti sebuah tanggal dimana aku harus menghadapi ujian saja.

  Di kertas itu, aku menuliskan pekerjaan impianku dan tempat kerja yang kuinginkan, bersamaan dengan alasannya. Aku sendiri yakin kalau rencana masa depanku ini sudah cocok denganku, jadi tanganku ini tidak menulis yang lain di kolom ini. Aku bahkan tidak sampai 2 menit untuk menuliskan semuanya.

  ...Tapi tiba-tiba    

  Angin bertiup. Ini semacam angin yang bertiup dengan tujuan tertentu, ini seperti semacam adegan yang mempertemukan dua orang setelah kegiatan sekolah. Kertas kuisioner yang berisikan impian masa depanku seperti terbang menuju masa depan dan berubah menjadi pesawat kertas.

  Aku mungkin menggunakan kata-kata yang terlalu puitis, tentunya yang kubicarakan adalah kertas yang baru saja kutulis itu. Oi, bangsat lu, angin, sialan lu!

  Seperti sedang membuatku kesal, kertas itu turun ke lantai atap, lalu terbang lagi ketika aku hendak menangkapnya.

  ...Meh, kertas sialan. Aku akan minta kertas lagi dan menulis ulang saja. Moto favoritku adalah "kalau tidak berhasil setelah mencoba, menyerah saja", jadi aku tidak begitu sedih. Kau juga bisa menambahkan motonya, "menyerah jika situasinya bertambah sulit".

  Menyerah, dan aku mulai berjalan kembali     dan di momen itulah terjadi sesuatu.

  "Apa ini punyamu?"

  Aku mendengar sebuah suara. Aku mulai mencari pemilik suara serak dan lemah itu, tapi tidak ada seorangpun di sekitarku. Sebenarnya tempat yang sunyi adalah hal yang familiar bagiku, tapi itu bukan masalah sebenarnya saat ini - aku tidak bisa menemukan adanya orang lain di atap ini.

  "Kau melihat kemana?" aku melihat suara yang sedang menertawakanku dari atas.

  Jika suara itu berasal dari atasku, sepertinya aku tahu itu berasal dari mana. Itu adalah tempat yang menjulang tinggi ke langit, jauh lebih tinggi dari atap      tangga menuju tandon air.

  Pemilik suara itu sedang bersandar ke tandon air, melihat ke arahku. Dia bermain-main dengan korek murah seharga 100Yen di tangannya, kedua mata kami bertemu dan dia tiba-tiba langsung memasukkan korek itu ke kantong seragamnya.

  Rambutnya yang panjang dan kebiruan dibiarkan terurai; dasi pitanya dibiarkan terbuka, menunjukkan lekukan dadanya; kancing lengan kemejanya dibiarkan terbuka; kakinya panjang dan terlihat siap menendang kapanpun. Tapi yang berkesan bagiku adalah tatapan matanya yang tidak memperlihatkan adanya ambisi, dan melihat ke arah kejauhan. Adanya kantong mata yang menghitam di bawah matanya benar-benar membuat dirinya terkesan seperti orang yang kelelahan.

  "Apa ini milikmu?" gadis itu bertanya dengan nada yang sama.

  Aku tidak tahu dia ini anak kelas berapa, jadi untuk sementara waktu, aku diam saja dan mengangguk.

  Tahu tidak, aku harus bersikap formal jika seandainya dia itu ternyata seniorku di kelas 3, tapi jika tidak, maka itu akan membuatku terlihat konyol. Orang yang kuat harus bisa menyimpan kartu-kartunya dengan baik.

  "...Tunggu sebentar ya." dia mendesah dan menaruh tangannya di pegangan tangga. Dia menuruni tangga itu secara perlahan.

  ...Tapi tiba-tiba    

  Angin bertiup. Tiupan angin ini sejenis angin yang bisa menyapu kegelapan dalam sekali tiup, seperti memberikan petunjuk akan sebuah takdir. Sebuah impian yang ditunjukkan oleh tiupan angin ini seperti membekas di memoriku.

  Aku mungkin baru saja memakai kata-kata puitis untuk menggambarkan hal itu, sebenarnya aku baru saja melihat celana dalamnya. Oi, kau melakukan hal yang bagus, angin, kau memang yang terbaik!

  Gadis itu turun dari tangga, dan menyerahkan kertas itu kepadaku     tapi sebelum dia menatapku...

  "...Apa kamu ini idiot?" dia mengatakan itu dengan ketus, seperti melemparkan begitu saja kepadaku.

  Setelah aku menerimanya, dia langsung berbalik ke arah pintu atap dan menghilang begitu saja, tidak melihat sedikitpun ke arahku. Aku ditinggal sendirian di atap, dan melewatkan peluang untuk mengatakan "terima kasih" atau "apa maksudmu dengan idiot?" atau "maaf ya aku sudah melihat celana dalammu".

  Akupun menggaruk-garuk kepalaku sambil melihat kertas yang dia berikan kepadaku. Di saat yang bersamaan, bel berbunyi yang menandakan jam istirahat telah usai. Setelah mendengar itu, akupun mulai berjalan menuju pintu.

  "Renda hitam, huh..." akupun menggumamkan itu, mengembuskan napas yang berisikan rasa puas sekaligus kekhawatiran yang mendalam.

  Apakah angin yang bertiup dari laut ini akan membawa kata-kataku tadi ke seluruh dunia...





x  Prolog | END  x




  1. Tampaknya Saki merokok di atap gedung.
  2. Hachiman tidak kenal Saki, padahal hampir setengah tahun mereka sekelas. Ini sama dengan kasus Yui di volume 1 chapter 3, Hachiman tidak mengenal Yui. Tapi, di vol 1 chapter 1 Hachiman mengenal Yukino.
  3. Nomor 2 dijelaskan di vol 6 chapter 0, Hachiman ternyata stalker. Dan target stalkernya di SMA Sobu adalah Yukino.
  4. Meski sekilas, Saki membaca kertas kuisioner tersebut, nanti Saki akan membahasnya di vol 2 chapter 4.
  5. Ini adalah awal mulanya Legenda si Renda Hitam...
  6. Ini adalah adegan perkenalan gadis yang sangat berkesan.
  7. Hachiman mencari tempat sepi bukan karena dia tidak bisa berkumpul dengan teman sekelas? Ooh aku percaya, iya deh aku percaya...


1 komentar: