Sabtu, 12 Maret 2016

[ TRANSLATE ] Qualidea of The Scum Epilog 1 : Chigusa Yuu 1


x  x  x




  Dan mereka dituntun bersama-sama ke suatu tempat
  dimana orang-orang Yahudi menyebutnya kiamat.
  Disana ada cahaya, suara, dan petir;
  dan juga ada gempa bumi yang luar biasa besar,
  yang belum pernah manusia alami semenjak mereka hidup di bumi,
  gempa bumi yang besar, sangat besar.
  Dan kota yang megah itu terbagi menjadi tiga bagian, dan ibukota itu hancur:
  dan kota megah Babylon itu hanya diingat sebagai kota untuk melihat Tuhan,
  tempat untuk menuangkan anggur kepada-Nya agar tidak menumpahkan amarahnya ke bumi.
  Dan setiap pulau menghilang begitu saja, bebatuan terbang begitu saja,
  sebuah komet jatuh dari surga kepada manusia:
  dan para manusia mengutuk Tuhannya karena menjatuhkan banyak sekali musibah:  
  musibah yang yang sebenarnya memberikan kebaikan bagi manusia.

  Ramalan kepada John (Johannes) 16: 16; 18-21, ASV




x  x  x




  Pagi hari di hari minggu, ditengah-tengah musim hujan, sedang diliputi oleh langit biru yang cerah.

  Di setiap sudut, aku tidak melihat adanya satupun awan di langit. Langit terlihat biru sejauh mata memandang, dan cuacanya terlihat cerah seperti sebuah keajaiban alam. Ini seperti sebuah pemandangan latar dalam pementasan Kabuki. Tirai pertunjukkan sudah diturunkan, dan yang tersisa hanyalah menunggu seseorang untuk mengemas properti pertunjukan.

  Entah mengapa, seperti ada sesuatu yang sedang merayap di kulitku.

  Tidak peduli seperti apa tindakanku, akan memiliki endingnya sendiri-sendiri. Bahkan jika aku memutuskan untuk terus hidup sesuai jalanku, orang lain yang punya pendapat subjektif berbeda akan terus menggangguku. Perasaan semacam itulah yang kualami.

  Apa yang ada di depan kita hanyalah keputusasaan yang terlihat manis.

  Sebuah kepunahan dari kesadaran individu manusia. Sebuah mimpi buruk yang tanpa akhir. Sebuah jaring yang mencapai kehampaan.

  Hidup kita setiap harinya, merupakan satu langkah lebih dekat menuju kematian. Tidak ada yang bisa menjamin kalau mereka besok akan tetap hidup.

  Tiap orang tidak punya waktu luang untuk dihabiskan dengan berselisih ataupun ikut campur urusan orang lain. Mungkin akan timbul perasaan simpati atau benci, tapi akhirnya ini kembali ke mereka sendiri. Daripada membuang waktu untuk menjelaskan kesalahpahaman dengan orang lain, lebih baik fokus saja dengan jalan hidup masing-masing. Daripada peduli dengan orang yang tidak terlalu penting, lebih baik fokus dengan diri sendiri.

  Lalu mereka berdoa. Mereka berdoa agar ketika ajal menjemput kelak, mereka akan mati dengan tersenyum     

  "...Cerahnya hari ini," akupun menggumam, sambil menutup kedua mataku.

  Ketika mataku tertutup, bel rumah ini berbunyi.




x  x  x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar