Selasa, 08 Maret 2016

[ TRANSLATE ] Qualidea of The Scum Chapter 7 : Chigusa Yuu 2



x  x  x








  Entah mengapa, aku sampai lupa kalau hidungku berair.

  Si penolong Andromeda yang sedang terperangkap di dasar laut bukanlah pahlawan yang melawan Medusa atau seorang pangeran dengan kuda putihnya.

  Dia adalah si pengkhianat yang menusuk Ketua OSIS dengan cakar jahatnya. Sang pengecut menyedihkan yang pura-pura jadi orang lemah. Si bajingan yang wajah, intelegensi, dan sifatnya merupakan terendah dari semua manusia. Kuambil lagi kata-kataku. Intelegensi dan sifatnya berubah tergantung siapa yang melihatnya.

  Dia adalah Kusaoka-san. Kusaoka Haruma-san.

  Orang akan berpikir kalau manusia yang memeras uang orang lain hingga menyuruhnya melompat ke jurang agar mendapatkan untung dan pria tampan yang menjadi idola asmara para gadis mustahil bisa dibandingkan. Mereke berbeda seperti gelombang elektromagnetik dan langit yang menjulang tinggi, dan mereka saling memandang rendah ke level terendahnya dan membuat gelombang radio, jadi jika ada yang bisa membandingkan mereka, aku yakin dialah orangnya. Dia bisa melakukannya karena dia ini, well, tahulah sendiri.

  Ketika aku memikirkan mengapa dia sampai sejauh itu demi diriku, jawabannya, tentunya, sudah datang di pikiranku. Kusaoka-san menyukaiku atau sejenisnya. Bukankah itu berarti dia jatuh cinta kepadaku?

  Aku adalah gadis yang sempurna, dikagumi oleh dunia, tentunya aku sangat paham mengapa banyak pria jatuh cinta kepadaku. Aku adalah seorang jenius dimana setiap tugas adalah hal yang mudah, tapi, well, bagaimana kukatakan? Entah mengapa, aku sulit untuk mengatakan ini.

  ...Wa-wajahku memerah. Hanya sedikit.

  Ketika aku melihat bagaimana Kusaoka-san sebegitu putus asanya hendak melindungiku, hatiku tiba-tiba diselimuti kehangatan. Meski tubuhku diselimuti lautan yang gelap dan dalam, ada kehangatan yang mulai datang kepadaku. Aku tidak paham emosi yang seperti ini. Aku sendiri tidak tahu harus menyebutnya apa. Kira-kira Kusaoka-san juga mengalami perasaan ini? Betapa luar biasanya ini. Sangat luar biasa. Sekarang yang harus kulakukan adalah memberinya bayaran berapa harga kehangatan ini.

  Akupun menyeka wajahku dengan lengan seragamku.

  "Maaf ya? Apa yang sedang kau rencanakan, Tuan Ketua OSIS? Siswa yang melakukan kekerasan akan dikeluarkan, tahu tidak? Kau juga bisa berakhir di pengadilan."

  "Jangan main-main brengsek. Kalau memang begitu, maka semua orang disini akan tahu siapa yang sebenarnya berada dalam masalah. Kau tidak punya pilihan apapun disini."

  "Oh, silakan saja kalau begitu..."

  Aku memang baru saja keluar dari lautan, tapi masih jauh dari keadaan tenang, badai sudah menyapu lautan seperti meminta tumbal.

  Jika ada sesuatu saja dimana si Andromeda yang baru saja diselamatkan bisa melakukan sesuatu...

  Akupun meyakinkan bibirku yang bergetar. Aku akan bertarung demi orang lain.

  "Haruma-san. Dan kau juga, Suzaku-san. Tolong hentikan itu..."

  Tidak ada satupun dari mereka yang mendengarkanku.

  "Kalau mau lanjut ayo saja, tapi entah bagaimana dengan Tuan Ketua ini?"

  "...Apa maksudmu?"

  "Aku hanya membayangkan bagaimana sikapmu jika tahu fakta kalau si Ketua OSIS itu memperlakukan tiap siswa berbeda-beda. Apa tidak masalah jika punya standar keadilan ganda?"

  Mereka tampak tidak tertarik untuk menoleh ke arahku. Suaraku gagal mencapai mereka. Aku bisa merasakan kalau tenggorokanku mulai menyempit.

  "Haruma-san     "

  Meski begitu, aku terus saja berusaha memanggilnya dari hati. Bukan kepada Kusaoka-san, tapi ke Haruma-san. Agar bisa begitu, aku menggunakan sedikit keberanianku. Haruma-san. Dia bukanlah Perseus, tidak pula pengendara kuda putih; dia hanyalah anak laki-laki yang wajahnya, well, tahulah.

  Tapi di lain pihak, bagi kedua mataku dia terlihat     

  "Hentikan ini. SEKARANG!"

  Meski aku ini lemah, aku menggunakan semua keberanianku untuk mengatakan itu sekeras mungkin, melebarkan kedua tanganku dan memaksa mereka berdua berpisah.

  "Perkelahian sia-sia ini selesai...!"

  Si Ketua OSIS melihatku dengan ekspresi pura-pura bodoh. Para gadis disini hanya bisa terdiam. Kesunyian mengisi area ini. Seperti sebuah bunga yang mekar setelah badai di lautan selesai.

  Dan Haruma-san hanya melihatku saja dengan tanpa ekspresi. Bagiku, ah, mungkin akan bagus jika aku tidak terlihat mengeluarkan air mata lagi, tapi aku tersenyum kepadanya sebisaku.

  "Siapa yang salah, siapa yang memulai...Ini seperti berburu penyihir di masa lampau. Bisakah kita hentikan ini?"

  Di sebuah panggung yang disinari lampu sorot, aku menyanyikan laguku. Hanya saja, lagu yang kunyanyikan ini adalah lagu yang bisa menimbulkan perdamaian.

  "Kalian berdua sama-sama salah. Haruma-san dan Suzaku-san sama-sama salah. Kalian berdua sama-sama bajingan. Bisakah kita tinggalkan ini begitu saja? Kita tinggal di dunia yang sama. Dunia yang indah. Kalian berdua adalah penumpang kapal luar angkasa yang sama. Karena itulah, aku tidak ingin memihak. Pertarungan kalian sudah selesai, bukan begitu?"

  Tidak ada yang mengatakan apapun. Semuanya terdiam dan pura-pura bodoh. Mereka kemudian menatapku. Mereka mungkin menyadari kalau perkelahian mereka adalah sia-sia. Dunia ini diisi oleh cinta dan perdamaian. Bayangkan. Mari kita bayangkan. Sebuah dunia tanpa adanya perang.

  "Baiklah, aku akan menjadi duta besar perdamaian. Berbaikanlah dan berjabat tangan, dasar para bajingan..."

  Akupun memeluk lengan Haruma-san dengan erat, seperti membawanya lebih dekat ke hatiku. Ketika aku menarik tangannya ke arah Ketua OSIS     

  "     Awas kau, brengsek! Jangan kira karena ini kau pikir bisa lolos!"

  Sekali lagi, pandanganku menjadi kabur. Air mata dan apapun itu mulai membasahi wajahku, dan tetesan air itu mulai membasahi rambut dan daguku.

  Ini bukan karena aku baru saja keluar dari lautan yang dalam. Ini seperti disirami air dingin. Air itu seperti terus menghujani diriku.

  Di salah satu suduut mataku, aku bisa melihat ada penjaga gerbang mulai berjalan menuju kebun bunga. Dia lalu memegang ujung selang air, tapi ujungnya ditahan dan diarahkan ke para gadis yang berdiri di sebelah Ketua OSIS. Para gadis itu mulai ketakutan, lalu mereka menunjuk jarinya ke arah kami.

  Ya ampun. Mengapa setelah wasit meniup peluit menjadi seperti ini? Kemana perginya rasa sportivitas dalam negara Jepang?

  Akupun mengedipkan mataku.




x  x  x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar