Kamis, 24 Maret 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 5 Chapter 5 : Tiba-tiba, Hikigaya Komachi memikirkan tentang hari dimana kakaknya akan pergi




x Chapter V x






  Karena sekarang sudah masuk ke separuh bagian terakhir bulan Agustus, perasaan bahagia tentang liburan musim panas ini secara perlahan mulai menghilang.

  Ketika kuhitung ulang hari yang tersisa di bulan ini, aku diserang sebuah perasaan melankolis yang membuatku menyanyikan bagian lagu dari The Dish Mansion at Bancho. Satu hariiiiii, dua hariiii...dua bulaaaan tidaklah cukup. Jika aku diperbolehkan untuk meminta lebih, aku ingin ini menjadi 3 bulan.

  Memikirkan, “Kiamat di bumi ini tinggal hitungan hari!”, aku memberikan tanda ‘X’ di kalender yang kutempelkan di kulkas. Kalau kutambahkan lingkaran dalam tandanya, maka itu akan menjadi Takoyaki Manto Man.

  Liburan musim panas ini hanya tersisa 2 minggu lagi. Hei tunggu dulu, kenapa kau membuat waktunya melompat begitu saja?

  Oh, aku pasti sedang becanda. Mungkinkah aku sudah salah dalam menghitung harinya? Akupun melihat kalendar tersebut sekali lagi dan aku merasa ada sesuatu yang sedang mencakar kakiku.

  “...Ada apa ini?”

  Ketika kulihat ke bawah, Kamakura sedang melihatku dengan wajah yang tidak menyenangkan.

  Tatapan kami ini hanya berlangsung sejenak. Kemudian, Kamakura terlihat sedikit bersin dan mulai bergulung-gulung di atas kakiku. Dia menggangguku saja.

  Tampaknya dia ingin aku agar memperhatikannya.

  Ngomong-ngomong soal itu, belakangan ini Komachi sangat perhatian sekali dengan Sabure...Kuduga kucingku ini merasa kurang diperhatikan dan pada akhirnya, dia datang kepadaku.

  Akupun duduk di lantai dan mulai mengelus tubuh Kamakura.

  Pertama-tama, aku mengikuti arah bulu tubuhnya, dari kepala hingga ekor. Aku melakukan itu agak lama hingga dia menggumamkan sesuatu, setelah itu aku memijatinya sebentar, menggerak-gerakkan jariku di sekitar titik kesukaannya.

  Kamakura menutup kedua matanya ketika mengembuskan napasnya yang terasa berat. Dia sepertinya sangat kelelahan.

  Aku membayangkan apa yang sudah dia alami, Sabure selalu mengejarnya ketika berada di dalam ruangan yang sama.

  Sabure menunjukkan kelincahan anjing kecil peranakan di rumah kami, dan lari ke berbagai tempat di rumah ini. Terlebih lagi, dia mengejar Kamakura dengan ekspresi kuat seperti memintanya, “ayo main~!” seperti pengalaman pertama baginya melihat seekor kucing. Setiap kali Sabure mengejarnya, Kamakura mengungsi di tempat dimana Sabure tidak bisa mengejarnya, seperti di atas kulkas dan lemari.

  Saat ini, Komachi yang selalu memperhatikannya seperti diambil darinya. Kamakura tidak punya pilihan lain selain datang kepadaku dan berkompromi. Well, maaf jika kau dengan terpaksa harus mendekatiku.

  “Begini saja. Kau ikhlaskan dia dan biarkan dia memilikinya dulu untuk saat ini...Apapun yang terjadi, kau tetaplah saudara tertua di rumah ini,” aku mengatakan itu ke Kamakura, mengucapkan hal yang sama ketika orangtuaku menasehatiku sewaktu aku masih kecil.

  Aku tidak tahu umur Sabure berapa, tapi jika melihat sejarah dalam rumah tangga keluarga Hikigaya, Kamakura merupakan hewan peliharaan tertua disini, maka dia akan selalu dianggap kakak tertua.

  Setelah selesai menjelaskan, ekor dari Kamakura menepuk-nepuk lantai dan dia merespon perkataanku. Maaf ya.

  Akupun melanjutkan kegiatanku mengelusnya, memijat cakar-cakarnya, dan menyentuh perutnya hingga pintu ruang keluarga terbuka.

  “Onii-chan...Oh? Sangat jarang melihat kalian berdua akrab sekali.”

  Akupun melihat ke asal suara itu dan Komachi sedang memegangi Sabure di lengannya. Tunggu dulu, ada apa memangnya dengan adegan ‘jarang terlihat’ antara pemilik dan hewan peliharaannya ?

  “Nilai kecocokanku dengan kucing sangat tinggi loh.”

  “Lagipula, Onii-chan memang mirip kucing juga.”

  Aku tidak tahu apa yang dia maksud, mungkin dia berbicara tentang bagaimana aku terlalu overprotektif terhadap area di sekelilingku. Tapi aku bisa mengubahnya menjadi hal yang positif.
[note: Sebenarnya maksud Komachi itu sifat kucing yang suka bermalas-malasan.]

  “Mungkin begitu. Lagipula aku ini mirip dengan Raja Rimba.”

  “Uh huh...Tentu, kenapa tidak.”

  “Ada apa dengan jeda kata-katamu tadi? Jangan menatapku dengan tatapan mata kasihan seperti itu. Tahu tidak? Singa itu tidak perlu bekerja sama sekali.”

  “Wow Onii-chan, kau memang benar-benar Raja Rimba!”

  “Benar kan?” akupun mengatakan itu dengan tersenyum bangga.

  Seperti merespon kata-kataku, Sabure yang berada dalam lengan Komachi menggonggong balik.

  Ketika dia begitu, Kamakura yang sedang berbaring di kakiku berdiri. Dia menguap “fueeh” dan pergi begitu saja dari ruangan ini.

  Ketika dia berjalan pergi, dia melambai-lambaikan ekornya seperti sebuah tangan. Akupun melihatnya pergi dengan memasang senyum yang kecut.

  “Jadi, ada perlu apa?” tanyaku, sambil berusaha berdiri.

  Komachi seperti menyadari sesuatu.

  “Ohh, benar, benar. Onii-chan, pinjam sebentar HP-mu.”

  “Oke...Memangnya akan kau gunakan untuk apa?”

  “Yeah, jadi begini, ada semacam aplikasi untuk identifikasi bahasa anjing atau semacamnya. Jika ada suara gonggongan anjing yang terdengar, kita bisa tahu apa yang dia inginkan!”

  “Oh begitu ya. Ternyata mereka menciptakan hal-hal semacam itu, huh?”

  Sangat praktis. Apa mereka nantinya akan menciptakan alat untuk membaca bahasa manusia juga? Lagipula, orang-orang selalu menyembunyikan maksud sebenarnya dibalik kata-kata mereka.

  Komachi memintaku untuk cepat-cepat “Ayo sini cepat!” dan aku mengambil HP-ku di atas meja.

  Akupun menekan-nekan layar HPku sehingga bisa mendownload aplikasinya. Di keterangan tentang aplikasi tersebut, selain terdapat “Penerjemah Bahasa Anjing”, juga terdapat “Penerjemah Bahasa Kucing”.

  “Oh, bisakah kau juga sekalian download yang bahasa kucing?”

  “Yep.”

  Seperti katanya, aku mendownload yang bahasa anjing dan bahasa kucing.

  “Ini.”

  Setelah aplikasi bahasa anjing selesai, aku memberikan HP-ku ke Komachi. Komachi menaruh HP-ku itu di depan Sabure sehingga dia bisa mencoba aplikasi tersebut.

  “Ini, ini, Sabure. Coba katakan sesuatu.”

  “Woof!” (Main denganku!)

  “Well, seperti yang sudah diduga.”

  Terjemahan yang ditampilkan di aplikasi tersebut tidak seperti yang kubayangkan, ini seperti menuliskan keinginan mayoritas anjing.

  Kami mencoba lagi aplikasi tersebut lebih lama ke Sabure. Memiliki sifat yang sama seperti majikannya yang bisa membaca suasana, Sabure menggonggong di depan HP-ku.

  “Woof!” (Main denganku!)

  “Woof!” (Main denganku!)

  “Woof!” (Main denganku!)

  “Woof!” (Main denganku!)

  ...Huh? Bukankah ini cuma copy paste saja?

  “Onii-chan. Apa kamu yakin HP-mu tidak rusak?”

  “Tidak, harusnya tidak ada yang rusak karena aku sendiri tidak sering-sering menggunakannya...”

  Aku lalu mencoba memakainya sendiri kepadaku dan pura-pura menggonggong di depan HP-ku. Jika terjemahannya berubah, maka aplikasi bahasa anjing ini memang benar-benar bekerja.

  Akupun menggonggong.

  “BOWBOW!” (Aku tidak ingin bekerja!)

  Keakuratan aplikasi ini sangat menakutkan. Aku tidak menyangka kalau penerjemahnya bisa seakurat ini.

  “Sepertinya HP-ku tidak rusak.”

  “Benar. Sepertinya yang rusak itu adalah dirimu, Onii-chan...”

  Komachi tampaknya sudah menyerah tentang sifatku itu dan membuat ekspresi seperti seorang biksu yang mendapatkan pencerahan. Bahkan jika yang mengatakan kata-kata menyedihkan itu adalah orang dengan hubungan darah terdekat denganmu, masih terasa sakit untuk didengar.

  “...Ngomong-ngomong, dia ingin kau bermain dengannya.”

  “Mm. Oke, kurasa aku akan mengajaknya jalan-jalan.”

  “Yeah, hati-hati di jalan ya.”

  Sekarang, akhirnya aku tidak perlu berurusan dengan omong kosong merawat anjing untuk sementara waktu. Makhluk yang manis tetaplah manis, tapi tetap mengganggu jika dia berlari terus sepanjang hari.

  “Oke, bisa tolong ambilkan ikat lehernya untukku ?”

  “Oke, oke.”

  Seperti yang Komachi katakan, aku ambilkan ikat leher Sabure yang Yuigahama taruh di tas yang dia titipkan ke kita.

  “Terima kasih ya. Bisa kau bantu memakaikan itu ke Sabure? Aku akan memegangi Sabure agar stabil.”

  Komachi memegangi Sabure, menyerahkan pekerjaan itu kepadaku. Akupun menaruh ikat leher itu dengan cepat ke Sabure.

  Komachi mengangguk dengan puas.

  “Yep, ayo pergi!” dia menunjuk ke arah pintu keluar.

  “...Kau menyuruhku menemaninya jalan-jalan?”

  “Jika ada sesuatu, akulah yang akan menemanimu berjalan, Onii-chan. Maksudku, jika aku tidak melakukan ini, kau tidak akan mau keluar dari rumah.”

  Well, kau benar soal itu...Tidak sia-sia orang memanggilku Hikki.
[note: menyindir istilah Hikikomori, orang yang malas bersosialisasi dan memilih untuk mengurung dirinya di kamar.]
 
Akupun menarik napasku dalam-dalam untuk memberi koda kepada Komachi kalau seluruh tubuhku ini tidak ingin pergi keluar, tapi Komachi tidak peduli dan mendorongku dari belakang.

  “Ayo, ayo. Aku akan menemanimu, oke?”







x  x  x







  Matahari sudah mulai terbenam dan bulan sabit mulai terlihat dengan warna biru indigo.

  Aku tinggal di kota yang tenang. Sebuah area yang menunjukkan gaya hidup generasi mayoritas tiap kota di Jepang. Di samping jalan raya ada aliran sungai, dimana disamping sungai tersebut ada areal persawahan yang diselingi satu hingga dua gedung untuk mengolah hasil pertanian.

  Menurut cerita Ibuku semasa muda dulu, banyak sekali kunang-kunang di sungai dan sawah. Itu berarti, mereka sudah tidak ada disini pada jaman ini. An-chan, mengapa para kunang-kunang itu cepat sekali matinya?

  Ketika mengingat kenangan tersebut, aku melihat padi-padi di sawah ini dimana kami ini sendiri mungkin tidak akan melihat ini lagi di masa mendatang.

  Whoosh.

  Padi-padi itu merunduk oleh tiupan angin.

  Angin terus bertiup, melewati celah-celah barisan padi tersebut yang sudah menyerap air dan cahaya matahari seharian ini.

  Ketika kecil dulu, aku selalu berpikir kalau fenomena ini adalah ulah hantu yang tidak terlihat.

  Tapi sekarang, aku sudah tidak bisa melihat kunang-kunang ataupun hantu.

  Kenapa orang-orang bisa menjadi senostalgia ini? Dengan mengatakan hal seperti, “seperti dahulu kala”, “kenangan indah semasa dulu”, “tidak seperti dulu”, dan begitu seterusnya, mereka cenderung melihat hal-hal bagus yang sudah lama hilang.

  Mungkin mereka ingin mengingat kembali masa-masa itu, merasa nostalgia dan mempengaruhi jiwa mereka. Atau mereka hanya berusaha mengingat hal-hal yang telah berubah dan seberapa jauh diri mereka telah berubah.

  Kalau begitu, bukankah itu artinya perubahan secara natural merupakan sesuatu yang harusnya tidak kita sesali?

  Bukankah tujuan dari proses kedewasaan, perkembangan, merupakan sebuah kebahagiaan, jalan yang benar, dan sebuah hal yang indah?

  Meski kau tidak berubah, dunia dan sekitarmu akan berubah. Orang-orang yang tidak ingin terlihat tertinggal dengan perubahan itu terlihat seperti orang yang sudah menyerah.

  Kalau kau tidak berubah, maka tidak akan terjadi sesuatu. Bahkan jika tidak terjadi sesuatu, aku bisa merasakan kalau tidak ada kerugian yang terjadi. Misalnya jika kau membandingkan laporan keuangan dan ternyata tidak ada yang dicoret dengan tanda merah, artinya seluruh kebijakanmu selama ini tidak ada yang salah.

  Oleh karena itulah aku tidak menolak fakta kalau aku tidak berubah. Aku tidak ada minat untuk menolak diriku yang di masa lalu, begitu juga menolak diriku di masa ini.

  Karena ketika semua sudah terucap dan dilakukan, berubah berarti berusaha lari dari keadaan saat ini. Jika kau memilih untuk tidak lari, maka kau harus tetap berdiri dan tidak berubah.

  Bahkan ada yang bisa didapatkan dari tidak berubah. Konsep yang sama ketika kau menekan-nekan tombol B untuk membatalkan evolusi karena kau bisa memperoleh skill baru dengan lebih cepat.

   Suatu hari nanti, atau mungkin kelak? Ketika aku mulai berpikir tentang apa yang menungguku di masa depan nanti, aku ingin memikirkan pertanyaan tersebut lagi dengan sebuah jawaban yang sudah aku persiapkan.

  Komachi lalu memegang talinya, seperti menikmati sensasi menarik Sabure.

  “Hei, hei, itu berbahaya sekali. Banyak mobil yang lewat di jalan ini.”

  Sebuah mobil melewati jalan di samping kita berdua.

  Sabure mencium bau udaranya dan kemudian mencium bau rerumputannya, setelah itu dia menggigit rumputnya. Anjing dan kucing punya kebiasaan untuk memakan rumput dan memuntahkannya, jadi ketika mengajak mereka jalan, ini adalah proses yang penting. Jadi, Komachi dan diriku berdiri saja dan menunggu Sabure menyelesaikan itu. Sabure sedang memakan rumput itu.

  Setelah melihat diantara Sabure dan diriku, Komachi tersenyum bahagia.

  “Wooow, sepertinya aku sudah lama tidak jalan bersama Onii-chan.”

  “Itu ada benarnya.”

  Dia memang benar. Sudah lama sekali semenjak aku mulai menyukai jalan sendirian. Aku juga lebih suka menghabiska waktu di rumah, jadi jika aku pergi keluar, aku harus punya tujuan yang jelas seperti pergi belanja atau ke toko hewan peliharaan. Oleh karena itu, memang sudah terasa lama sekali sejak terakhir kalinya aku berjalan bersama Komachi.

  Sabure menarik-narik talinya dan Komachi tersenyum kepadanya.

  “Anak baik, anak baik. Ayo kita jalan lagi.”

  Menjawab dengan sebuah gonggongan, Sabure mulai berjalan seperti anjing dachshunds kecil.

  Akupun berjalan mengikuti mereka.

  Cahaya senja dari matahari di langit sebelah barat. Cahaya dari lampu-lampu penerangan jalan terlihat rapi berjejer. Cahaya yang berbeda-beda dari rumah satu dan yang lain. Semua cahaya yang berbeda ini bercampur menjadi satu.

  Di kota yang mulai terlihat gelap ini, pemandangan para warganya yang sedang berjalan mulai terlihat di sana-sini.

  Para pekerja kantoran pulang ke rumah, ibu rumah tangga ke swalayan untuk belanja makan malam, para siswa SD sedang bersepeda bersama teman-temannya, para siswa SMP sedang mengobrol dengan gembira di dekat minimarket setelah aktivitas klub, dan juga para siswa SMA yang keluar untuk bersenang-senang. Dan terakhir, para Ibu yang sedang menjemput anak mereka.

  Ada sesuatu yang hangat dan nostalgia tentang semua adegan ini.

  Secara diam-diam, Komachi berbisik kepadaku.

  “Kurasa kau harus bersyukur karena punya seseorang yang menyambutmu di rumah, huh?”

  “Well, kurasa begitu. Tapi aku tidak bisa mengatakan kalau itu berlaku di segala situasi.”

  “Woow, pria di sebelahku ini memang benar-benar seorang beban.”

  Komachi mengatakan itu sambil memasang ekspresi yang menyedihkan.

  Maksudku begini, coba dengar, akan selalu ada pengecualian atas segalanya...Tidak peduli apapun kata mereka. “Tidak akan ada seorangpun yang akan menyambutku ketika aku pulang...”, punya seorang maskot yang aneh menyapaku setiap hari dan membuatku untuk membuka mulut bukanlah hal yang bisa membuatku bahagia...

  “Tapi Onii-chan yang menjadi beban itu tetap membuatku bahagia ketika menyambutku pulang.” Komachi memindahkan tatapannya dariku dan menatap ke arah Sabure.

  Akupun menyalip Komachi yang langkahnya melambat. Dengan berada di depannya, dia tidak akan bisa melihat ekspresiku yang kehilangan kata-kata.

  “Bukannya aku melakukan itu demi dirimu atau semacamnya. Kau ini hanyalah suplemen. Sebuah suplemen.”

  Setelah menjawab itu dengan malu-malu, kesunyian tercipta diantara kita.

  “Meski begitu, aku tetap merasa bahagia.”

  Akupun membalikkan badanku ke arahnya ketika dia mengatakan itu dengan hangat.

  Komachi menaruh tangannya di dada dengan mata tertutup seperti memastikan apakah ada kehangatan yang timbul. Dengan perlahan, dia mengatakan kata-katanya.

  “Adikmu yang mengagumkan dan berani itu baru saja bersikap manis kepadamu loh.”

  Senyumnya itu merupakan senyum terlicik di musim panas ini.

  “Oke, pastinya begitu...”

  Mengganggu sekali...

  Akupun membetulkan posisi bahuku yang sempat menurun dan mulai berjalan meninggalkan area ini, meninggalkan Komachi dan Sabure di belakang. Sial, dia tidak pernah bersikap manis ketika aku membutuhkannya. Biasanya, dia manis, maksudku manis sekali.

  Komachi menendang kerikil dengan sandalnya dan melihat ke arah bintang di langit yang terlihat samar-samar tersebut.

  “Waktu Onii-chan dirawat di rumah sakit, Kaa-kun selalu ada di sampingku. Dia bahkan menyambutku di pintu ketika aku pulang.”

  “Dia tidak melakukannya untukku. Dia malahan melihatku dengan jijik dari beranda.”

  “Kaa-kun mungkin punya standar ganda untuk sifat manisnya itu,”

  Komachi mengatakan itu sambil tertawa. “Pasti berat rasanya setiap hari dikelilingi oleh makhluk-makhluk yang punya standar ganda dalam bersikap manis.”

  “Itu lagi...? Aku ini tidak berpura-pura manis!”

  Aku tidak menerapkan standar ganda, sama sekali. Bahkan, mungkin tidak ada satupun manusia yang cara hidupnya sejujur diriku. Karena dunia ini dipenuhi orang-orang berwajah ganda itulah sehingga orang-orang yang hidup dengan jujur sepertiku ini disebut sebagai orang berwajah ganda.

  “Tapi hei, punya orang yang berstandar ganda dalam bersikap manis sepertimu dan menyambutku tetap membuatku merasa bahagia.”

  Kali ini, aku menunjukkan kepadanya senyum nihilis milikku.

  “Ha. Aku tidak akan selalu ada untukmu. Kau harusnya mulai belajar mandiri dari kakakmu ini.”

  “Huh...? Onii-chan, jangan bilang kalau kau ingin pergi dari rumah?”

  Komachi tiba-tiba berhenti di depanku dan menghentikan langkahku. Tidak seperti ekspresi liciknya yang barusan, tampaknya dia seperti terkena sesuatu.

  “Tentu tidak. Aku tidak akan meninggalkan rumah jika aku tidak punya alasan.”

  “...Untunglah.”

  “Lagipula, akan sangat nyaman berada di rumah, itu adalah hal terbaik. Aku akan menghindari bekerja sebisa mungkin. Itulah nilai keadilanku.”

  “Atau mungkin tidak...Sekarang aku sangat mengkhawatirkan masa depanmu...”

  Komachi menatapku dengan curiga.

  Akupun menyentuh kepalanya dengan tanganku.

  “Aku sudah terbiasa ke sekolah setiap hari dari rumah, dan aku berencana untuk kuliah di dekat-dekat sini saja. Jadi kecuali ada alasan yang bagus, aku tidak akan meninggalkan rumah dalam waktu dekat.”

  Universitas-universitas di kota Chiba butuh sekitar 1 jam dari rumah, kurasa aku tidak masalah dengan itu. Tentunya kalau universitasnya di daerah Kanagawa atau Tama, aku mungkin harus berpikir ulang...Jika tempatnya di Tokorozawa, aku mungkin harus menyiapkan perlengkapan berat sebelum berangkat karena tempatnya di daerah pinggiran...

  “Kurasa agak aneh jika ada anak laki-laki seumuranmu memikirkan hal semacam itu...Bukankah normal jika mereka ingin pergi meninggalkan rumah?”

  “Mmph, tidak juga. Keluarga kita mengadopsi prinsip laissez-faire dan karena kedua orang tua kita bekerja, aku bisa menghemat waktuku. Tidak ada satupun perasaan tidak nyaman disini.”
[note: Laissez-faire adalah istilah Perancis untuk ‘jika itu yang harus terjadi, maka terjadilah’.]

  “Begitulah alasannya, tapi ujung-ujungnya merasa kalau meninggalkan Komachi akan membuat dirinya kesepian...”

  “Apa-apaan dengan narasi yang aneh tadi...?”

  Hahaha, itu adalah hal yang bodoh, hahaha.

  “Tidak ada untungnya tinggal sendirian. Menghabiskan uang saja dan aku harus menghabiskan waktu luangku untuk pekerjaan rumah. Dan aku tidak mau mengerjakan pekerjaan rumahan kecuali aku diberikan hadiah untuk itu. Pernahkah kau mendengar kata ‘pertukaran setara’ sebelumnya?”

  Keluarga Hikigaya ini tidaklah buruk-buruk amat. Ayahku itu, well, memang brengsek, tapi dia hanya brengsek di cara bicara dan berpikir saja; yang lainnya bukanlah masalah penting. Karena aku sendiri tidak pernah berpikir untuk meninggalkan rumah, aku tidak punya keinginan untuk hidup mandiri.

  Tentunya, kecuali aku punya alasan yang bagus. Well, kurasa orang yang memilih untuk hidup sendirian punya alasan khusus...

  “Oh ayolah, kau pastinya akan kesepian tanpa diriku.”

  “Huh? Apa kau mengatakan sesuatu soal kesepian? Seperti, kegiatan yang kau lakukan di Akihabara?”

  Aku bukannya benci atau bagaimana. Aku ini adalah orang yang sangat menghargai waktu kesendirianku, yang paling berharga bagiku adalah mengisolasi diriku sendiri.

  “Tapi pastinya aku merasa kesepian.”

  Dia tidak mempedulikanku. Sial. Kurasa ‘kesepian’ dan ‘sesuatu’ tidak bisa terhubung dengan baik.

  Aku merasa seperti mendapatkan umpan matang seperti atlit sepakbola profesional untuk mencetak gol, jadi aku mengikuti saja percakapan Komachi ini.

  “...Well, kurasa aku maklum kalau kau begitu, tapi aku...”

  “Aku tidak mengatakan soal dirimu saja, Onii-chan. Seperti yang kita tahu, Yukino-san, dia tinggal sendirian, kan? Kira-kira apa yang dirasakan Yukino-san soal ini...Apa dia baik-baik saja?”

  Tampaknya dia ingin mengatakan bahkan Yukinoshita Yukino merasakan kesepian dalam hidupnya. Dia selalu memperlihatkan sikapnya yang mengesankan, tapi kenyataannya dia tampak rapuh, atau mungkin retak, tapi aku memang merasakan sesuatu dari dirinya. Tapi aku sendiri tidak tahu apa itu, dan akupun tidak mengerti.

  “Juga,” kata Komachi, melanjutkan. “Kupikir pihak yang ingin meninggalkan juga kadang merasakan kesepian.”

  ...Yeah, pastinya begitu.

  Kenapa aku berpikir kalau orang yang meninggalkan-lah yang merasakan kesepian yang sebenarnya? Bukankah harusnya orang yang ditinggal itu juga merasakan hal yang sama. Aku yakin jika Komachi menikah dan meninggalkan rumah, maka aku akan menangis tersedu-sedu.

  Komachi lalu menarik tali Sabure seperti memberinya instruksi. Aku mengambil tali tersebut darinya seperti menerima tongkat baton.

  “Onii-chan?”

  “Kau lelah, bukan? Biarkan kupegang dia untukmu.”

  Tentunya, mustahil dia lelah karena menemani jalan-jalan anjing kecil seperti Sabure. Hanya gadis dengan nol kekuatan fisik saja yang merasa lelah.

  Komachi melihatku dengan curiga, lalu kemudian dia tersenyum.

  “Oke, kalau begitu kau pegang dia. Dengan begini, tugasku sekarang adalah memastikan kalau Onii-chan tidak akan lari kemana-mana,” kata Komachi.

  Lalu dia memegangi tanganku.

  “Aku tidak akan kemana-mana. Aku akan ada di rumah hingga menjadi pengantin nantinya.”

  “...Bukankah itu harusnya dikatakan ketika kau benar-benar menjadi suami rumahan?”

  “Kalau begitu, setelah aku berkeluarga.”

  “Oke. Kurasa itu tidak begitu penting lagi...”

  Berjalan bersama di jalanan setelah lama tidak pernah melakukannya.

  Setelah tur singkat melihat-lihat kota yang telah berubah dari bagaimana seharusnya, mari kita pulang ke rumah.  



     

   
x  x  x






  Ketika kami sudah selesai menyiapkan makan malam, interkom kami berbunyi. Menggantikan Komachi yang sedang menyiapkan makan malam, akupun memeriksa interkomnya.

  Dari monitor interkom, Yuigahama sedang merapikan rambutnya. Tampaknya dia datang menjemput Sabure. Setelah memeriksa, akupun berjalan menuju pintu depan.

  Ketika kubuka, dia melambaikan tangannya kepadaku.

  “Ah, yahallo.”

  “Hei.”

  “Ini untukmu, oleh-oleh liburan kami.”

  Dia memberikanku kantong belanjaan.

  Kalau melihat ukuran dan beratnya, kemungkinan besar ini pedang kayu. Sialan...Jika ini adalah pegangan kunci yang berbentuk pedang dengan ukiran naga atau tengkorak yang bisa bersinar dalam gelap, aku akan sangat bahagia.

  “Itu oleh-oleh khas!”

  “Ohh...”

  Ketika kuintip isi tas ini, ternyata ada beberapa manisan seperti yang Yuigahama katakan tadi. Well, kurasa cukup umum untuk membeli manisan lokal sebagai oleh-oleh.

  Dia memilih pilihan paling aman sebagai oleh-oleh, mempertimbangkan orang-orang yang telah dia beritahu kemana dia akan pergi, ini seperti mengharapkan orang-orang tersebut untuk menyukainya daripada membencinya. Manisan ini juga dibungkus kecil-kecil, jadi membaginya dengan orang lain di tempat kerja atau sekolahan akan menjadi hal yang mudah. Ini adalah oleh-oleh yang mempertimbangkan orang lain juga.

  Tapi melihat hal ini, membuatku teringat akan masa laluku.

  “Ini, ya...”

  “Huh? Kenapa? Kau tidak menyukainya?” Yuigahama mengintip ke arah kantong belanjaan tersebut dengan curiga.

  “Bukan, maksudku bukan begitu...Bukannya ini oleh-oleh favorit yang suka dibeli para gadis? Malahan mungkin para gadis di kelas juga akan membeli yang seperti ini.”

  “Oh, kupikir juga begitu. Tapi ada beberapa yang tidak suka beli ini. Seperti Yumiko.”

  Miura, kah? Itulah Ratu SMA Sobu. Aku harus menghormatinya karena fakta dia sejak lahir telah melihat dirinya sebagai orang yang harus diberi.

  “Maksudku begini, dulu itu banyak yang suka melempar bungkus manisan ke kotak sepatuku...Maksudku, pelakunya pasti jelas-jelas salah satu gadis di kelasku. Malahan, fakta kalau mereka tidak berusaha menyembunyikan tindakan kriminal mereka itu malah membuatku merasa lebih jengkel...”

  Terdengar suara tawa yang kering dari dalam tubuhku.

  Ketika Yuigahama melihat itu, dia tiba-tiba berusaha mencairkan suasananya.

  “Ku-Kurasa sekarang tidak apa-apa, jangan khawatir! Itu tidak akan terjadi lagi denganmu!”

  “Kuharap begitu.”

  “Kau akan baik-baik saja! Tidak ada seorangpun yang kenal dekat denganmu sehingga tidak akan ada yang mau melakukan itu, Hikki!”

  “Benar.”

  Yuigahama mengepalkan tangannya seperti berusaha untuk meyakinkanku.

  Tapi dia merupakan orang yang buruk dalam menyemangatiku, jadi aku pura-pura saja itu berlalu begitu saja. Aku bersyukur karena aku sudah mengembangkan skill tidak terlihatku. Jika terus begini, aku mungkin bisa mengendap-endap ke Chimera Ant King.

  Setelah merasa tenang karena bisa menjalani semester kedua di sekolah dengan damai, Yuigahama melihat ke arah dalam rumah kami, seperti penasaran dengan situasi kami.

  “Bagaimana kabar Sabure?”

  “Yeah, dia baik-baik saja. Komachi!”

  Aku memanggilnya ke dalam rumah dan Komachi datang ke pintu masuk sambil memegang Sabure.

  Sabure menggonggong dari lengannya. Melihat hal tersebut, Yuigahama tersenyum.

  “Terima kasih banyak, Komachi-chan!”

  “Oh tidak, tidak masalah sama sekali,” kata Komachi.

  Yuigahama mengelus Sabure dan bertanya.

  “Apa dia merepotkan kalian?”

  “Tidak, setidaknya tidak begitu. Kami malah bermain aplikasi bahasa anjing dan sejenisnya dengannya, jadi kami juga merasa terhibur.”

  “Aplikasi bahasa anjing? Ahh, itu ya. Itu sudah rilis lama sekali, benar tidak?”

  “Tampaknya begitu.”

  Karena kupikir lebih praktis jika mempraktekkannya, akupun mengaktifkan aplikasi tersebut dan Yuigahama melihat ke arah HP-ku untuk mengetahui apa itu. Untuk mengujinya, Yuigahama memanggil Sabure.

  “Disini, Sabure. Onee-chan datang menjemputmu!”

  Sabure memiringkan kepalanya dengan ekspresi tanda tanya.

  “Arf?” (Siapa kamu?)

  “Sabure!?” Suara Yuigahama seperti sedang putus asa.

  Seperti ketakutan dengan itu, Sabure menggonggong dan berlari-lari di sekitar kakiku. Akupun memeganginya dan mengangkatnya.

  Aku lalu menaruhnya di dalam tas besar yang Komachi bawa ke pintu depan. Setelah menutup tasnya, aku memberikannya kepada Yuigahama.

  “Ini. Aku yakin dia akan mengingatmu lagi dalam beberapa hari.”

  “Uuurgh...Kuharap sejak awal dia memang tidak melupakanku...”

  Yuigahama mengatakan itu seperti hendak menangis dan menerima tasnya.

  Sabure mengeluarkan ujung hidungnya di lubang kecil tas tersebut dan menggonggong.

  “...Baiklah, sampai jumpa.”

  Meskipun aku tidak banyak bermain dengannya, melihat perpisahan ini, aku merasakan semacam perasaan emosional, meski dia terlihat tidak keberatan dengan itu.

  “Yui-san, silakan bawa Sabure kesini jika butuh sesuatu.”

  Komachi seperti hampir menangis, menjadi orang yang telah merawat Sabure dalam 3 hari ini, dia memegangi tangan Yuigahama.

  “Pasti, pasti! Aku pasti akan mampir lagi~!”

  “Ya. Kalau bisa datang membawa banyak sekali kotak kue ketika orangtua kami ada di rumah, jadi kau bisa bertemu mereka.”

  “Oh, benar, aku harusnya berterima kasih ke orangtua...eh, ehhh!? Aku tidak akan melakukannya! Hanya becanda, aku tidak akan datang!”

  Komachi menatapnya dengan curiga untuk sejenak, setelah mengatakan ‘click’ dengan lidahnya, dia kembali normal.

  “Ngomong-ngomong, mampir saja lagi. Aku akan menunggumu.”

  “Oke, terima kasih,” kata Yuigahama, menunjukkan rasa terima kasihnya.

  Dia lalu membawa tas berisi Sabure tersebut.

  Tampaknya sudah saatnya baginya untuk pulang. Lalu, aku teringat sesuatu.

  “Oh iya, soal Yukinoshita. Dia mungkin akan hadir di festival kembang api. Hiratsuka-sensei bilang keluarganya mensponsori festival kembang api tersebut, jadi akan banyak sekali undangan yang hadir bersama keluarganya atau sejenis itu.”

  “Oh begitu ya...Oke. Aku akan pergi kesana...”

  Yuigahama berhenti sejenak seperti memikirkan sesuatu. Dia lalu mengembuskan napas kecil dan menatapku. “U-Um...Hei, apa kau mau pergi ke festival kembang api bersamaku? Seperti, sebagai rasa terimakasihku karena sudah merawat Sabure. Kutraktir deh.”

  “Kau dengar dia, Komachi. Ayo kita pergi bersama-sama.”

  ‘Pergi berduaan’ adalah pilihan yang langsung kuhapus dari awal. Karena dia mengatakan itu untuk rasa terima kasih, kupikir mengajak Komachi ikut adalah hal yang wajar karena yang merawat Sabure mayoritas adalah dirinya.

  Komachi menaruh kedua tangannya di pinggang seperti melihat maksudku dan terlihat menyerah. Dia lalu menggumamkan dengan pelan, “Ya ampun, ada apa dengan Sampah-Nii-Chanku ini?”, tapi aku tidak mempedulikannya.

  Dia lalu menatap ke arah Yuigahama dengan ekspresi hendak meminta maaf.

  “Ahh, aku akan sangat bahagia mendengar tawaranmu, tapi lihat sendiri, aku ini sedang mempersiapkan ujian masuk SMA-ku. Aku sebenarnya ingin sekali pergi, tapi aku tidak bisa pergi keluar begitu saja saat ini...”

  “Oh oke...Mau bagaimana lagi.”

  “Ya. Maafkan aku. Oh! Tapi begini! Begini, aku punya banyak sekali hal yang ingin kubeli, tapi...Argh, aku tidak punya waktu! Banyak sekali yang kuinginkan, tapi tidak punya waktu untuk pergi dan membeli itu semua! Apa yang harus kulakukan, huh? Banyak sekali yang ingin kubeli, jadi mungkin Yui-san akan kesulitan membawanya sendirian, tahu tidak?”

  Setelah dia mengatakan itu dengan nada monoton, dia lalu menatapku...

  Seperti menyadari makna dibalik kode-kodenya, Yuigahama mengatakan sesuatu.

  “Oh! Betul juga! Hikki! Kenapa kita tidak membelikan pesanan Komachi!? Maksudku, aku kan memang berhutang banyak kepada kalian berdua!”

  “Ah, ahh...Tidak, uh...” aku mencoba menutup kata-kataku, tapi Yuigahama terus menatapku.

  “Agak mengkhawatirkan jika ada seorang gadis pergi melihat festival kembang api sendirian...Lagipula, dunia ini merupakan tempat yang berbahaya belakangan ini...Ya Tuhan, jika saja ada anak laki-laki disini yang sedang menganggur...”

  Aku bisa mendengarkan bisik-bisik Komachi itu dari belakangku.

  “U-Um...Maksudku, jika Hikki sibuk atau punya rencana untuk pergi dengan orang lain, ya sudah...Ti-Tidak apa-apa...”

  Yuigahama melihat ke arahku sambil menekan-nekan jarinya.

  Aku tidak punya rencana apapun. Artinya ketika hari festival kembang api, aku memang menganggur.

  Tidak lupa, caranya memintaku ikut seperti aku tidak bisa menolaknya sama sekali. Dengan seluruh parit sudah dilewati musuh, ini seperti rencana penyerangan Benteng Osaka di musim panas.

  “...Ya sudah, ini demi Komachi, beritahu saja kapan dan dimana,” kataku, dan akupun pergi ke ruang keluarga.

  “Oke, aku akan mengirimkan SMS nanti!”

  Sebelum aku menutup pintunya, suara enerjik itu terdengar dari belakangku.

 





x  x  x






  Karena Sabure sudah pergi, kedamaian kembali ke rumah ini.

  Sangat sunyi sehingga perasaan tentang suara anjing menggonggong setiap hari itu terdengar seperti sebuah kebohongan. Suara peralatan makan yang sedang dicuci mengisi suara latar ruangan ini. Ketika kumatikan airnya, aku bisa mendengar suara serangga dari kejauhan.

  Sampai kedua orangtua kami pulang, situasi rumah tangga keluar Hikigaya yang seperti ini akan terus berlanjut.

  Komachi, yang bisa kulihat dari dapur, terlihat bermalas-malasan di atas sofa. Akupun menuangkan teh barley ke cangkir di atas meja sambil mendengarkan desahan kesalnya dan menyerahkan cangkir itu kepadanya.

  “Kerja bagus hari ini.”

  Dia mengambil cangkir itu dan meminumnya. Setelah mengembuskan desahan puas, dia mengembalikan cangkir itu sambil menggerutu.

  “Asal kau tahu saja, aku ini sangat lelah sekali...Aku seperti baru saja mengirim anakku pergi jauh.”

  “Benarkah...”

  Komachi tampak seperti wanita tua yang sedang menatap ke arah beranda dengan ekspresi damai.

  “Tapi jika itu Yui-san, aku bisa merasa tenang dan menyerahkan itu kepadanya...”

  “Memang sejak awal dia bukan milikmu...Kau ini licik sekali...?”

  Akupun mendesah kesal sehingga Komachi melihat ke arahku dan memiringkan kepalanya.

  “Huh...? Ohh, yang kau maksud tadi Sabure?”

  “Huh? Bukannya kau sedang membahas Sabure? Jadi apa yang sebenarnya kau bahas tadi?”

  “Tidaaaak ada sama sekali,” kata Komachi, terlihat kecewa sambil berbaring di sofa.

  Tangannya menarik bantal terdekat, tapi Kamakura sedang tidur disana.

  Kamakura tidak menyadari itu karena dia tertidur dengan posisi santai seperti pose ‘Sapi Suci’, tidur dengan nyenyak. Dengan perginya Sabure, tampaknya dia sudah bisa bersantai.

  Dia menunjukkan sisi perutnya dan terlihat tidak berdaya. Sikap tidak berdayanya ini terlihat memalukan, bahkan bagi Black Panther Selatan, Ray Sefo.

  Melihat hal tersebut, mata Komachi berbinar-binar.

  “Kaaaaaa-kun!”

  Dia menguburkan wajahnya di perut Kamakura, memijit cakar-cakarnya dan sekarang mereka terlihat akrab. Kamakura lalu bersuara.

  “Oh! Mungkin kita bisa mendengar apa yang Kaa-kun katakan! Onii-chan, aplikasi bahasa kucingnya! Cepat, bahasa kuucing! Cepat, cepat!”

  “Be-Benar...”

  Seperti katanya, akupun mengambil HP-ku, setelah menyalakan aplikasinya, aku berikan ke Komachi. Dia lalu menaruh HP-ku itu di leher Kamakura.

  “Grgrgrgr.” (Itu sakit, tolong...Geli. Enak.)

  “Kaa-kun!?”

  Hei, apa kucing ini baik-baik saja? Sebenarnya, apa orang yang menciptakan aplikasi ini sehat-sehat saja? Dia jelas-jelas seperti terinfeksi sesuatu, benar tidak?

  Setelah itu, seperti berusaha menyibukkan dirinya dari kebosanan, Komachi mulai mencolek Kamakura tanpa ampun. Meski cuma sebentar, dia tampaknya benar-benar akrab dengan Sabure.

  Ketika aku melihat Komachi dan Kamakura yang akrab, dia melihat layar di HP-ku dan memberitahuku.

  “Ah, Onii-chan. HP-mu akan habis baterainya.”

  “Mm, oke.”

  Akupun mengambil HP-ku dari tangannya.

  Baterai HP di penunjuknya menunjukkan tersisa beberapa persen. Mungkin akan mati dalam beberapa saat lagi. Jam yang tertulis di atas layar juga mulai menarik perhatianku. Tampaknya ini waktu yang tepat.

  “Sekalian. Cepat kau berdiri dan kembali belajar.”

  “Okeeee.”

  Setelah menggosok Kamakura untuk terakhir kalinya, Komachi berdiri dari sofa dan meninggalkan ruang keluarga. Dia mungkin akan belajar di kamarnya sendiri.

  Setelah dia akhirnya terbebas dari Komachi, Kamakura terlihat kelelahan seperti ada Sabure di sekitarnya dan dia mulai berjalan ke arahku. Kerja bagus, pria kecil.

  Ketika aku meraba-raba charger HP-ku, Kamakura bersuara.

  Aplikasi bahasa kucing yang masih menyala di HP-ku itu bereaksi dan menunjukkan responnya.

  Ketika kubaca, akupun tersenyum.

  “Yeah, kau benar sekali.”

  Kamakura meresponku sekali lagi, tapi ketika dia melakukan itu, layar HP-ku tiba-tiba mati mendadak.

 

  


x   Chapter V | END   x








  Kebanyakan pembaca chapter ini, yang memiliki smartphone terkoneksi dengan internet, akan mencari-cari aplikasi di AppStore dengan fitur menerjemahkan bahasa hewan peliharaan.

  ...

  Mayoritas pembaca akan meniru suara Sabure di dalam hatinya ketika membaca tulisan gonggongan Sabure.

  ...

  Spekulasi masa depan Hachiman sendiri terjawab di volume-volume ke depannya.

  Jika ada kesempatan, Hachiman akan memilih kuliah di Kyoto, Jurusan Liberal Art di Universitas swasta Doshisha, vol 7 chapter 2. Artinya, Hachiman kemungkinan besar tidak akan tinggal di rumah, alias kos.

  Komachi kemungkinan tidak akan sering mampir dan tidak perlu khawatir tentang makanan Hachiman, ataupun yang menyambutnya setiap hari. Hachiman sendiri akan kuliah bersama Yukino. Vol 10 chapter 7.

  Komachi juga tidak perlu khawatir tentang Hachiman punya pacar atau tidak, Hachiman sendiri sudah memutuskan akan berpacaran ketika kuliah nanti. Volume 10.5 chapter 1.

  ...

  Tulisan monolog Hachiman tentang sampah-sampah manisan di kotak sepatu outdoor miliknya adalah sarkasme dari Watari. Siswa-siswa SMA di Jepang pada umumnya menaruh surat cinta atau coklat atau pemberian dari orang yang menyukainya di kotak sepatu.

  Sederhananya, Watari berusaha bersarkasme tentang nice girl. Item-item yang ada di kotak sepatu Hachiman memberikan harapan, tapi kenyataannya zonk.

  ...

  Nilai kecocokan Hachiman dengan kucing sangat tinggi...kode dari Watari?

  Juga, mungkin ada hubungannya dengan istilah cat person dog person di vol 3 chapter 3.

  ...

  Ajakan Yui di Festival Kembang Api sebenarnya tindak lanjut setelah harapan Yui berakhir zonk.

  Di vol 7.5 special alias lanjutan dari vol 3 chapter 6, Tim Hachiman kalah dalam Quiz melawan Tim Yui. Yui meminta hukumannya adalah Hachiman mengajaknya kencan di arcade. Yui tahu ulangtahun Hachiman tanggal 8 Agustus dari Hachiman yang keceplosan bicara kepada Totsuka di karaoke, pesta ulangtahun Yui. Jadi, Yui berencana menjadikan ulangtahun Hachiman tersebut sebagai bayar hutang.

  Di awal Juli, Yui dan Miura bertemu Hachiman, vol 4 chapter 1. Disitu, Yui memberi kode kepada Hachiman untuk mengajaknya kencan di ulangtahunnya. Hachiman tidak memberikan jawaban pasti.

  Di akhir Juli, setelah acara api unggun perkemahan, vol 4 chapter 7, Yui memberitahu Hachiman lagi soal rencana kencan mereka. Tapi, Hachiman dalam monolognya mengatakan sudah memiliki jawaban atas pertanyaan Yui.

  Terjawab, Hachiman tidak mau berkencan dengan Yui di ulangtahunnya. Janji tersebut tidak terjadi.

  Di akhir Agustus (chapter ini), Yui mencoba aktif (lagi) dengan mengajak Hachiman kencan di Pelabuhan Chiba, Festival Kembang Api. Hachiman berhasil menghindar, sayangnya, Komachi (auto-win) block usaha Hachiman.


1 komentar: