Senin, 21 Maret 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 5 Chapter 3 : Diluar dugaan, pilihan dari Totsuka Saika sangat mengesankan


Kembali ke Chapter II
x Chapter III x








  Sebenarnya, sampai kapan kau akan terus dipanggil sebagai ‘anak laki-laki’?

  Mari kita berdiskusi sejenak tentang batas kedewasaan antara ‘anak-anak’ dan ‘orang dewasa’.

  Apa anak-anak itu sampai SMP? SMA? Atau mahasiswa?

  Ataukah ketika kau berusia 20 tahun dan mulai bekerja? Kalau begitu, itu artinya aku akan dipanggil sebagai anak laki-laki sampai seluruh hidupku...

  Sederhananya, aku tidak punya jawaban terhadap pertanyaan itu, tapi setidaknya aku merasa kalau aku harusnya dipanggil sebagai anak laki-laki karena aku sedang santai-santai di sofa dan menonton anime.

  Tapi menyebut seseorang anak kecil hanya karena menonton anime dirasa kurang tepat karena banyak juga orang dewasa yang menontonnya, bahkan mereka juga punya pekerjaan yang berhubungan dengan itu. Oleh karena itulah, kecuali orang-orang tidak membeli DVD-nya, maka anime tidak bisa diproduksi. Tentunya syarat penjualan itu juga berhubungan dengan apakah akan ada season 2 atau bisnisnya menjadi lebih kecil, dan itu akan mempersulit langkah selanjutnya untuk menciptakan karya baru selanjutnya. Jadi kusarankan semuanya, tolong beli DVD dan Blue Ray-nya.

  Yang kukatakan barusan adalah off-topic.

  Pada dasarnya, aku merasa kalau mencari perbedaan antara pria dewasa dan anak laki-laki berdasarkan hobinya adalah hal yang mustahil.

  Kalau begitu, faktor apa yang membuat kita disebut ‘anak laki-laki’?

  Dan disini, aku ingin mengatakan kalau ada sesuatu yang menyegarkan datang ketika pikiranku disibukkan oleh pertanyaan tadi.

  Hal itu berasal dari sebuah SMS yang hanya terdiri dari 1 baris kata-kata.

  [Halo. Apa kamu tidak ada acara untuk besok??]

  Selama hidupku, aku tidak pernah menerima SMS yang hangat semacam ini, hanya satu SMS berisi satu baris. Ini adalah sebuah SMS yang ingin kubaca dengan keras-keras. Aku bahkan ingin membuatnya seperti sebuah lagu. Mungkin saja aku akan mendapatkan penghargaan karena melakukan itu.

  Tadi malam, Totsuka Saika mengirimiku SMS semacam ini yang membuatku mempertanyakan tentang ‘anak laki-laki’.

  Apa yang membuatmu disebut sebagai anak laki-laki? Sangat sulit untuk menjawab pertanyaan itu jika dari segi pencapaian, umur, hobi, dan sekarang, aku menyimpulkan kalau membahas itu dari segi jenis kelamin malah akan membuatnya semakin rumit. Hukum alam ini tidak ada artinya sama sekali.

  Aku kekurangan contoh yang bisa membuatku menyingkap kebenaran hal ini.

  Dan untuk mengamankan materi referensinya, akupun melakukan sebuah tindakan.

  Aku membalas SMS tersebut dengan 500 karakter dan menggunakan emotikon yang belum pernah kugunakan, bahkan di situasi normal sekalipun. Tentunya aku juga tidak lupa untuk meninggalkan tanda tanya di akhir SMS-nya.

  Dalam momen saling membalas SMS itu, aku sangat termotivasi. Kalau melihat seberapa bahagianya diriku, kurasa tidak aneh jika ada yang mengira aku sedang memakai narkoba.

  Sederhananya, aku berjanji kepada Totsuka untuk menemaninya pergi keluar.

  Semua kekalutan di pikiranku, tanda tanya, atau entah apapun itu sudah tidak menjadi masalah lagi, bukan?






x  x  x




  Waktu yang disepakati hampir tiba.

  Matahari di bulan Agustus sangat panas sekali, sementara angin yang hangat bertiup seperti berusaha menyesuaikan situasinya.

  Hal ini membuat tingkat kekhawatiranku hampir naik dengan drastis.

  Mengesampingkan hal tersebut, aku melihat seseorang yang memancarkan sebuah aura, cerah dan bersinar. Dia berlari kecil ke arahku setelah menyadari diriku. Ketika aku melihatnya, membuat sekitarku mulai turun salju, jatuh, dan berkumpul...

  Dengan melihat secercah cahaya masa depan yang bersinar, aku menemukan Totsuka, dan ini membuatku sangat bahagia!

  Totsuka datang!

  “Hei Hachiman! Maaf telat!” dengan gaya yang santai, dia menaruh kedua tangannya di lututnya, dan berusaha mengatur napasnya setelah berlari ke arahku.

  “Jangan khawatir soal itu. Sebenarnya juga baru saja sampai disini.”

  Yeah, aku baru sampai disini 3 jam yang lalu, jadi kau jangan khawatirkan itu. Sama sekali.

  “Kau juga tidak benar-benar terlambat, jadi kau tidak perlu berlari terburu-buru seperti tadi.”

  “Oh, benar juga. Tapi bagaimana lagi, soalnya itu terjadi begitu saja setelah melihatmu.”

  Totsuka tertawa sambil menyembunyikan rasa malunya. Mungkin ini gara-gara matahari atau entah apa itu, tapi auranya itu membuatku memalingkan pandanganku.

  “Ahh. Jadi, kita akan kemana?”

  Meski kita saling mengirim SMS, Totsuka dan diriku hanya sepakat kalau kita akan pergi keluar bersama-sama.

  Dan akhirnya, kita memutuskan untuk membicarakan akan kemana setelah bertemu, dan ini membuat pertemuan ini serasa menyenangkan. Tapi gara-gara hal itu, aku semalaman berpikir soal ini dan mengurangi jam tidurku.

  Seperti yang biasa diobrolkan oleh para anak SMA, ‘jalan-jalan bersama’ itu artinya apa? Aku tidak tahu apa maksud sebenarnya dari kata-kata itu.

  Ini membuatku tidak yakin akan mengusulkan apa.

  Tapi bagi Stasiun Kaihin-Makuhari, tempat yang kita sepakati sebagai tempat pertemuan, semua yang ingin anak muda lakukan ada di tempat ini.

  Permainan ketangkasan, karaoke, bioskop, dan balapan mobil. Disini juga terdapat berbagai macam toko. Setidaknya, kau tidak akan kekurangan hiburan jika berada disini.

  “Hmm, aku sebenarnya punya beberapa tempat yang ingin kita tuju...”

  Menjawab pertanyaanku tadi, dia masih berpikir untuk sejenak, seperti tidak bisa memberikan jawaban dengan segera.

  “Tapi aku tidak begitu yakin apa kau akan menyukainya, Hachiman,” kata Totsuka, masih dalam pose berpikir dan menganggukkan kepalanya.

  Dia ternyata khawatir apakah aku akan menyukainya atau tidak. Sangat jarang ada orang yang mau mempertimbangkan sesuatu denganku, akupun mulai menatapnya.

  Mari kita perjelas, orang-orang yang kukenal semuanya egois...Kalau Yukinoshita jangan ditanya lagi, tapi Yuigahama, Zaimokuza, dan bahkan Komachi sangat memaksa sekali ketika membahas hal-hal yang mereka sukai. Coba lihat Hiratsuka-sensei, ego adalah satu-satunya hal yang mengisi kepalanya, benar tidak? Dia juga tidak lama lagi akan menjadi pemain utama dalam sinetron ‘Guru Wanita Yang Frustasi’.

  Meski begitu, bagi orang yang memiliki minat dan hobi tidak begitu banyak, jika ada orang yang mempertimbangkan seleraku untuk menentukan pilihannya, itu akan menjadi pilihan yang sulit. Bahkan diriku sendiri tidak begitu mengerti tentang diriku sendiri.

  Liburan musim panas ini aku hanya duduk dan tidak melakukan apapun juga...Maksudku, yang kulakukan hanya bermalas-malasan, serius ini. Aku akan tidur hingga sore dan setelah itu, aku hanya akan pergi ke toko buku atau perpustakaan.

  Merasa tidak enak dengan Totsuka yang kesulitan gara-gara diriku, aku menyarankannya sesuatu.

  “Kenapa kita tidak pikirkan itu sambil jalan dan melihat sekitar?”

  “Oh oke, tentu saja. Kupikir akan lebih cepat jika kita sudah memutuskan dari awal.”

  Aku merasakan sesuatu ketika dia mengatakan kalau ‘kita sudah memutuskan sesuatu’. Sampai hari ini, kebanyakan, aku memilih untuk diriku sendiri, jadi ini merupakan pengalaman baru bagiku. Totsuka adalah orang yang baik, mungkin saja kita akan menamai anak kita bersama-sama kelak.

  Kami berjalan bersama di sepanjang jalan depan stasiun, ditemani cahaya matahari sore.

  Tapi kalau melihat betapa panasnya di luar, mungkin kita akan lebih baik jika masuk ke gedung saja secepatnya. Jadi kita harus memutuskan akan kemana terlebih dahulu.

  Berbelanja...Aku tidak punya sesuatu yang ingin kubeli, jadi opsi ini kulewati saja. Permainan ketangkasan...Well, itu bisa saja. Totsuka sangat menyukai game, tapi dia tampak bukan seorang gamer. Kurasa dia tertarik di semacam permainan koin atau mesin crane...

  Kalau begitu yang tersisa...tempat itu, mungkin...?

  Kuputuskan kalau kita akan pergi ke Cineplex Makuhari, gedung ini juga punya semacam pusat permainan ketangkasan. Nama Cineplex ini mirip dengan Aniplex, tapi sebenarnya pemiliknya adalah Grup Kadokawa. Selain memiliki 10 gedung bioskop, mereka juga punya bisnis permainan ketangkasan dan berbagai restoran.

  Kami lalu masuk ke gedung tersebut, kami tiba di sebuah area yang didekorasi dengan berbagai pencahayaan dan suara-suara yang menarik perhatian.

  Ini semua difokuskan untuk permainan game ketangkasan daripada game video. Misalnya permainan menembak, dansa ritmik, lempar koin, dan mesin crane; ada juga stand foto dan darts. Permainan ketangkasan semacam ini memang menarget anak muda. Ada banyak SMA dan Universitas di dekat sini, jadi kelompok konsumen semacam itu yang ditarget mereka. Bagi hal lainnya, restoran dan bioskop adalah fitur yang mereka harapkan bisa menarik perhatian keluarga untuk berkunjung.

  Ketika kita berkeliling, Totsuka tiba-tiba berhenti.

  “Ada apa?” tanyaku, akupun menoleh ke arah yang sama dengannya. Dia sedang melihat poster yang memberitahukan film-film yang akan diputar.

  “Mereka ternyata sedang memutar film ini, huh...?”

  Totsuka menatap poster itu dengan rasa antusias.

  “Jadi, bioskop?”

  “Ah, aku tidak masalah dengan apapun yang kau sukai, Hachiman!”

  “Nah, ayo kita nonton film saja. Kalau dipikir-pikir, ini akan menjadi pengalaman pertamaku menonton di bioskop bersama seseorang yang bukan keluargaku. Harusnya ini tidak akan melukai orang lain.”

  Sebenarnya, aku dulu pernah nonton bioskop dengan orang lain ketika masih kecil. Waktu itu di Bioskop Marinpia, dimana sekarang ini sudah tidak ada lagi, tapi itu terjadi gara-gara Komachi memaksaku pergi dengannya sementara Ibuku sibuk berbelanja.

  Setelah menjadi siswa SMP, aku pergi sendirian ke bioskop. Karena lokasinya dekat dengan rumah, aku bisa pergi kesana kapanpun aku mau.

  Totsuka terdiam untuk sejenak sebelum menatapku.

  “Kau yakin?”

  Dia bertanya kepadaku, tapi aku hanya punya 1 jawaban.

  “Yeah.”

  Aku putuskan; orang pertama yang menonton bioskop bersamaku adalah Totsuka!




x  x  x




  Ternyata, Totsuka memilih film horor.

  Kami memilih tempat duduk kami di kasir dan membeli tiketnya.

  25E dan 25F. Totsuka dan diriku duduk bersebelahan.

  Setelah kami membeli popcorn, cola, dan tiket kami disobek, kami langsung berjalan menuju auditorium.

  Meski ini liburan musim panas, sebenarnya yang benar-benar liburan hanyalah siswa; orang biasa akan tetap bekerja seperti biasanya. Jadi, ruangan ini tidak terisi penuh.

  Tapi efek sampingnya, penonton mayoritas adalah siswa. Bahkan, ada beberapa pasang kekasih yang brengsek dan sampah-sampah masyarakat yang sedang jatuh cinta mengisi tempat duduk di pojokan yang sepi untuk bermesraan.

  Kupikir aku baru saja melihat seorang gadis mirip dengan Miura yang berada dalam kumpulan sampah itu, tapi itu mungkin hanya imajinasiku saja. Mengapa orang-orang sejenis mereka punya penampilan yang mirip-mirip, sih? Karena aku sendiri susah sekali untuk membedakannya. Apa mereka itu semua kloning?

  Semakin mereka khawatir tentang jati diri mereka, semakin sedikit yang mereka miliki. Semakin mudah untuk kau kenali.

  Bagi yang lain, kadangkala kau melihat sebuah keganjilan tentang orang yang salah paham dengan arti dari jati diri dan memakai mantel di musim panas. Misalnya orang yang duduk di depanku dan bernapas seperti seekor beruang liar.

  Instingku membunyikan alarm yang memberitahuku kalau aku tidak boleh menoleh ke arahnya, jadi aku turuti peringatan itu dan kuputuskan untuk mulai mencari tempat dudukku.

  Aku lalu memeriksa tiap baris tempat duduk dengan nomor tiket kita sambil berjalan di auditorium yang sunyi karena film akan segera dimulai, akupun mulai gugup. Totsuka masuk terlebih dulu di ruangan ini dan ketika dia menemukan tempat duduk kami, dia melambaikan tangannya kepadaku. Dia pasti menahan dirinya untuk tidak berteriak karena kita berada di auditorium.

  Akupun duduk di kursiku dan menaruh tanganku di pegangan tangan. Sikapku ini sangat keren sekali, seperti Sang Raja Iblis yang beristirahat dan tidak ingin diganggu.

  Tapi pegangan tangan kursi ini sangat mulus dan lembut.

  “Oh, maaf...”

  Mendengarkan permintaan maaf tersebut, aku baru sadar kalau aku menyentuh sesuatu. Ternyata itu lengan Totsuka. Aku baru saja menyentuh seorang malaikat!

  “O-Oh, nah! Itu juga salahku!” kataku, dan kami berdua terburu-buru untuk menarik kembali tangan kami.

  “.....”

  “.....”

  Kamipun memalingkan wajah kami dan kesunyian terjadi.

  Aku lalu melihat ke arah Totsuka, dan dia sedang menatap ke bawah seperti menyembunyikan rasa malunya.

  *Meski begitu, dia itu pria.

  Ruangan auditorium ini ber-AC, jadi rasa hangat yang kurasakan darinya ini membuatku salah tingkah.

  *Meski begitu, dia itu pria.

  Kami saling menatap satu sama lain seperti mencari timing yang tepat untuk berbicara dan Totsuka mengatakan sesuatu dengan suara yang pelan.

  “H-Hachiman, kau bisa menggunakan pegangan kursinya jika kau mau.”

  “Uh, aku pengguna tangan kanan, jadi aku akan bersantai menggunakan tangan kananku. Jangan khawatirkan aku! Kau tahu kata orang, tangan kiri itu digunakan untuk membimbing sesuatu atau sejenis itu!”

  Entah mengapa, alasan yang tidak jelas keluar dari mulutku.

  Mendengarkan itu, Totsuka tertawa sambil mengatakan “kau aneh sekali”.

  “Oke, kalau begitu kita bagi saja,” kata Totsuka, dan dia menaruh sikunya di sepertiga pegangan kursi.

  “O-Oke...” dengan gugup, aku menaruh tangan kiriku disana.

  Ahh! Tangan kiriku! Tangan kiriku sangat berbahagia!

  Hurray. Untuk. Dunia ini. Perdamaian.

  Jika dunia ini ditempati seratus Totsuka, maka tidak akan ada satupun perang. Penjual senjata akan sepi pelanggan. Semua hal yang menyebabkan stress akan hilang. Ini semacam efek lavender atau semacam itu.

Karena itu, film yang biasanya tidak begitu nyaman untuk kutonton ini tidak begitu terasa menggangguku hari ini.





x x x






  Film mencapai bagian klimaks.

  Kupikir...Aku sendiri tidak begitu yakin. Ceritanya adalah hal yang lain, tapi aku tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu. Satu jam, dua jam? Atau mungkin 10 menit?

  Waktu yang menyenangkan ini berlalu dengan cepat. Waktu yang kurasakan seperti kurang dari satu jam.

  Berapa lama waktu berlalu itu tergantung dari sudut pandang siapa.

  “Whoa wow!”

  Terlihat ada hantu yang berpakaian serba putih terbang karena efek kacamata 3D, Totsuka kemudian terkejut dan memegangi bajuku.

  Whoa, itu menakutkan sekali. Serius, bahkan aku merasa kalau jantungku ini mau berhenti berdetak. Dia ini manis sekali...

  Totsuka yang terkejut memanglah manis. Totsuka-cute.

  Setelah itu, si hantu yang berpakaian putih itu merangkak keluar dari layar. Setiap kali seperti itu, Totsuka seperti menelan napasnya sendiri dan berusaha menahan rasa takutnya.

  Sejujurnya, film ini sangat menakutkan. Kalau begini, aku bisa-bisa melompat ke rute Totsuka daripada membelok dari rute yang saat ini kujalani dan terasa menakutkan. Jika dia tiba-tiba melompat kepadaku, aku pasti akan memberikan yang terbaik. Bahkan, kalau perlu aku akan menawarkan diriku.

  Jantungku tidak karuan sementara darahku ini mengalir seperti aliran lumpur di sebuah kuil. Di skenario terburuk, aku harus menyiapkan ATM. Huh? Bukankah itu ETC? EVA? Well, terserah apapun itu. Lagipula, filmnya akan selesai sebentar lagi.

  Agar pikiranku tidak terus terbayang dengan Totsuka, akupun melihat-lihat interior dari auditorium ini. Sejujurnya aku ingin menghitung angka prima untuk membuatku tenang, tapi karena aku sudah sejak awal mengincar untuk masuk Universitas Swasta Jurusan Liberal Art, aku tidak begitu yakin jika angka 0 termasuk di dalamnya, jadi aku langsung menyerah.

  AC ruangan auditorium ini sangat dingin dan menusuk tulangku, belum lagi suasananya yang gelap. Ini lingkungan yang sangat cocok untuk menonton film horor.

  Pada akhirnya, aku sangat bingung film ini bercerita tentang apa ketika masuk ke ending credit.

  Kami melihat ke arah layar sampai akhirnya aku dan Totsuka berdiri.

  Sambil dipenuhi pikiran tentang apa film yang barusan kutonton itu, kami berjalan keluar dari bioskop.

  “Filmnya sangat menyenangkan! Aku saja hampir terus-terusan berteriak, tenggorokanku benar-benar kering.”

  “Yeah, aku juga.”

  Ada semacam perasaan aneh yang tidak hanya membuat tenggorokanku kering, tapi bahuku seperti ketakutan akan sesuatu.

  Kami berjalan membaur dengan keramaian yang sedang berjalan keluar dari gedung menuju tangga utama.

  Matahari yang sedang tenggelam dihalangi gedung-gedung dengan ditemani tiupan angin yang menyegarkan.

  “Mau istirahat sebentar?”

  Akupun menunjuk ke arah kafe yang di ujung jalan dan Totsuka mengangguk.

  Meski banyak sekali orang yang keluar dari bioskop itu menuju kafe yang sama, masih ada cukup kursi untuk kami berdua. Kami lalu menuju kasir dan membuat pesanan.

  “Um, es kopi.”

  “Oh, aku juga sama.”

  “Oke, kalau begitu aku juga, aku pesan es kopi.”

  Kami bertiga tidak menunggu lama karena kami semua memesan es kopi dan duduk di kursi terdekat setelah menerima minuman kami.

  Pertama, aku ingin kopi hitam sehingga aku bisa menikmati aroma dan rasanya. Rasa pahit yang tajam membuatku terjaga. Setelah itu, aku menambahkan susu dan sirup jagung. Menggabungkan keduanya akan menciptakan Black RX. Yep, semakin manis maka semakin baik!

  Setelah tenggorokan basah kembali karena kami meminum minuman, kami bertiga mengembuskan napas lega.

  Kami bertiga?

  “...Tunggu dulu.”

  “Eh?”

  “Mm?”

  Jangan “mm?” ke arahku. Aku ini sedang membicarakanmu.

  Seorang penyusup yang menggambarkan seekor beruang yang memakai mantel tiba-tiba muncul dan melakukan sesuatunya dengan santai. Benar. Itulah yang dia rasakan.

  “Uh, kalau tidak salah kamu ini? Shinkiba-kun?”

  “Zaimokuza-kun, Hachiman.”

  Totsuka meresponku dengan serius.

  “Oke, Zimoku, Zaimokuya, atau apa itu, kamu ini dari mana? Apa kamu salah satu dari serangga itu, tahu tidak, serangga yang disebut maize weevil atau semacam itu?”

  Bagaimana kalau kumbang karpet?

  Zaimokuza menyedot kembali minumannya dan menegakkan kepalanya.

  “Fumu. Kupikir aku tadi harusnya memanggil kalian ketika melihat kalian berdua di bioskop tadi, tapi malah akhirnya mengikuti kalian, dan disinilah aku. Ternyata, skill kamuflaseku berfungsi dengan baik hari ini.”

  “Aku cukup yakin kalau semua orang hanya berpura-pura tidak melihatmu.”

  Setidaknya, aku tidak bisa melihatnya karena Totsuka adalah satu-satunya tempat dimana aku memfokuskan sesuatu.

  “Hei Zaimokuza-kun, lama tidak bertemu.”

  “Me-Memang. Mohahaha!” kata Zaimokuza yang tertawa karena gugup ketika Totsuka berbicara kepadanya.

  Sekali lagi, Totsuka memang sesuatu, dia merespon semuanya dengan natural...Well, jika dia bisa berbicara dengan seseorang sepertiku, kurasa dia bisa berbicara dengan Zaimokuza.

  “Apa acaramu hari ini nonton bioskop?”

  “Memang. Sebenarnya ini kesalahan. Karena aku tidak melihat satupun film horor Jepang ini unik. Tampak kebarat-baratan. Juga kehilangan daya tariknya sehingga terlihat menyedihkan dan sampah, sebuah karya yang hanya memikirkan penjualannya saja. Ooph! Tapi dalam kasusku ini, meski aku menonton film horor, aku bukannya mau mengatakan kalau semua film yang dibuat Hollywood hanya memikirkan penjualannya saja, tapi film adaptasi yang terlihat aneh membuatku seperti itu. Kurasa ini gara-gara pengaruh Lafcadio Hearn. Dooph! Aku terlalu berlebihan dengan pengetahuan yang terlalu dalam. Aku terlihat sombong sekali, fokanupo! Aku terlihat seperti otaku. Tapi aku sebenarnya tidak begitu, kopo!!”

  Dia mulai kumat...Satu hal mengenai para chuunibyo ini adalah mereka memiliki pengetahuan yang tergolong dalam dengan sesuatu yang mistis, jadi ini benar-benar sangat mengganggu. Hasil karya dari Koizumi Yakumo dan Izumi Kyouoka atau cerita kuno dari Yanagida Kunio dan Orikuchi adalah hal-hal yang mereka pahami, tapi mereka terus mengatakan hal-hal yang menunjukkan betapa dangkalnya ilmu mereka.

  “Kau pikir begitu? Aku sebenarnya menyukai itu.”

  “Memang, aku juga begitu.”

  “Ehh!?”

  Dia langsung menoleh ke arahku. Dia berubah sangat cepat seperti bercahaya atau sejenisnya.

  “Wow, kau luar biasa. Kamu ini mirip para politikus yang sok penting itu barusan...”

  “Diam kau. Hachiman, pendapatmu soal film tadi?”

  “Kurasa ceritanya mengalir begitu cepat dan mudah dipahami. Ini hal yang berbeda kalau kita membahas betapa menariknya hal itu.”

  Meski aku kebanyakan melihat ke Totsuka ketika film diputar, aku setidaknya ada gambaran tentang apa film yang kami tonton ini.

  “Uh huh. Tahu tidak waktu si hantu itu keluar dari layar seperti ‘BAM!’? Itu gila sekali dan menakutkanku! Aku hampir saja terkena serangan jantung.”

  Tepat seperti apa yang kurasakan ketika itu. Ketika Totsuka memegangi pakaianku dan berusaha bertahan dari seramnya film itu, aku merasa jantungku seperti kelelahan dan berhenti berdetak.

  “Well, bagi orang yang tidak merasakan rasa takut, itu mungkin tidak ada apa-apanya. Kalau dibandingkan dengan ‘gadis yang tidak boleh kita sebut namanya itu’, gadis itu lebih menakutkan!”

  Zaimokuza seperti ketakutan ketika mengucapkan itu. Kau ini seperti Malfoy ketika teringat betapa menakutkannya Voldemort, tahu tidak? Bagi dia yang ketakutan seperti itu, aku hanya bisa membayangkan satu orang gadis; Yukinoshita.

  “Yeah, itu benar. Yukinoshita memang lebih menakutkan dari filmnya.”

  “Hachiman, kau jangan begitu. Maksudku, pasti, pertama, um, dia memang terlihat menakutkan, tapi...”

  Totsuka mencoba memberitahuku dengan nada yang hangat, tapi suaranya agak melemah.

  “Mungkin karena dia terlihat sangat serius dan jujur dengan dirinya, sehingga dia terlihat menakutkan.”

  “Jujur yang terlalu brutal bisa menakutkan juga. Kau tidak akan tahu kata-kata apa yang selanjutnya akan dia ucapkan kepadamu.”

 

  Well, entah itu film atau sesuatu yang lain, melihat hal yang sama bukan berarti kesannya sama.

  Setidaknya, katakan saja mirip.

  Tapi jika hanya dikatakan mirip, pasti ada sesuatu yang membedakannya.

  Kami selalu melihat hal yang ingin kami lihat saja.

  Kesan yang umum akan selalu didefiniskan oleh banyaknya jumlah orang yang sependapat, entah kesan terhadap fiilm dan seseorang.

  Oleh karena itu, sangat konyol untuk bisa memahaminya, atau bahkan berusaha memahaminya. Adalah dosa dan kejahatan jika kau berpikir kalau kau memahaminya.

  Tapi jika kita tidak bertindak seperti kita memahami sesuatu, kita tidak akan bisa terus hidup.

  Memahami dan dipahami oleh seseorang akan membuat kita berdua memiliki sebuah hubungan, sebuah hubungan tidak tertulis yang dipahami satu sama lain; selain itu, kau tidak akan bisa bersamanya tanpa bisa memahami dirinya dan berbicara dengannya.

  Jika tidak begitu, maka ‘jati dirimu itu’ akan hilang begitu saja seperti udara ini.

  ‘Jati dirimu’ itu adalah hal yang tidak bisa dijelaskan dan tidak menentu. Seperti fenomena gestaltzerfall, semakin kau memikirkan sesuatu, maka kau semakin tidak memahami sesuatu itu.

  Setiap kau berusaha berhenti untuk memahami, kau akan mengumpulkan berbagai informasi dan mulai membangun image tentang dirimu dan orang itu. Ini seperti simulacrum; tidak peduli apa yang kau bangun, satu-satunya image yang kaumiliki adalah masa kecilmu dan sesuatu yang sangat primitif.

  Itulah yang kusebut horor.

  Tiba-tiba aku merasa takut di tengah-tengah kafe ber-AC ini. Akupun menyandarkan bahuku ini dan berusaha mengusir rasa takutku ini.

  Akupun meminum kopi di gelasku ini dan ternyata telah kosong. Akupun menaruh gelas itu kembali dan Zaimokuza membuka mulutnya.

  “Tapi, ini adalah liburan yang menyenangkan. Sekarang aku bisa berkonsentrasi dengan manuskripku. Ah, ya, Hachiman. K-Kau mau membacanya?”

  Dia menatapku sambil menahan rasa malunya. Itu tidak manis sama sekali.

  “Hanya jika selesai saja. Kau bawa sekarang?”

  “Fumu, tentu saja. Seorang penulis itu harus bisa menulis kapanpun dan dimanapun. Kapanpun, tasku selalu berisi laptop, pomera, tablet, smartphone, dan peralatan menulis pribadi.”

  Ah iya, kau jelas-jelas orang sejenis mereka, membawa peralatan mereka kemanapun, kapanpun mereka merasa mendapat ide.

  Totsuka terlihat kagum dengan Zaimokuza.

  “Oh, itu berarti Zaimokuza-kun selalu bekerja keras, huh?”

  “Entahlah, bisa saja dia cuma pura-pura.”

  Zaimokuza pasti mengatakan dia ekerja keras, tapi dia pastinya tidak. Dia itu hanya berpura-pura sebagai penulis dan berdebat tentang berbagai karya, tapi sebenarnya tidak pernah menulis manuskripnya sendiri. Aku harus memperingatkan Totsuka bahwa dia bukanlah orang yang patut dikagumi. Mungkin ada baiknya jika aku tusuk saja dia saat ini dengan pisau dapur.

  Seperti merasakan rasa kurang hormatku, Zaimokuza tiba-tiba murung.

  “Hapon. Dasar orang tolol yang sombong. Aku tidak mau mendengar itu darimu. Coba kau lihat dirimu sendiri Hachiman, aku bertaruh kalau kau tidak melakukan apapun selama ini.”

  “Mm, mungkin kau ada benarnya. Satu-satunya hal yang kulakukan adalah ikut kursus bimbingan belajar musim panas. Juga aku membuat laporan proyek.”

  “Huh? Apa kita mendapat tugas seperti itu?” kata Totsuka dengan malu-malu.

  Kalau melihat reaksinya, tampaknya dia sudah menyelesaikan semua PR musim panasnya.

  “Bukan, itu milik adikku.”

  “Untuk Komachi-chan? Oh, oke. Kau ini kakak yang baik, Hachiman.”

  “Tidak juga. Kakak yang baik harusnya membiarkan adik perempuannya melakukan itu sendiri.”

  “Jadi, laporan penelitian tentang apa?”

  “Hanya mengumpulkan apa yang di internet saja.”

  “Huh? Cuma itu saja?”

  “Fumu. Karena ini cuma laporan saja, kurasa itu sudah cukup. Sebaliknya, jika kau sampai mengeluarkan air mata dan seluruh tenagamu untuk itu, hanya membuatmu terbebani saja.”

  “Benar, benar. Komachi itu seorang gadis. Harusnya kau tidak ikut campur jika hanya ingin membantunya setengah-setengah.”

  Satu-satunya request Komachi adalah “Laporanku ini tidak terlihat luar biasa seperti yang lain”. Hei, hei, perintah macam apa ketika aku ini sudah membuatnya mencolok seperti Dhalsim di Street Fighter yang selalu terbang? Aku bahkan bisa terbang lebih tinggi darinya hingga kau menyebutku ‘Space Brother’.

  Tapi kalau dipikir lagi, ketika aku serius mengerjakan laporanku sendiri, aku mendengar suara tawa teman-teman sekelasku di sekitarku. Kuharap mereka berhenti melakukan itu.

  “Tapi melakukan itu kurasa cukup sulit. Aku tidak bisa begitu saja mengeluarkan apa yang ada di kepalaku,” kata Totsuka, seperti merasakan nostalgia.

  Jika kau diberitahu kalau ‘apa saja boleh’, itu sebenarnya sebuah perintah untuk ‘pikirkan dengan serius’. Kau pikir kami ini apa, penemu dari Boy Kanipan?

  “Kurasa ketika dulu mereka memintamu melakukan tes IQ, mereka sebenarnya tidak mengetes kemampuan akademismu, tapi kemampuan otakmu yang kreatif.”

  “Tampaknya itu sesuatu dimana kau unggul disana, Zaimokuza-kun. Maksudku, kau ini bercita-cita menjadi penulis, kan.”

  “Dia tidak tampak seperti punya IQ yang tinggi.”

  “Homun, memang, jika begitu, aku ini tipe orang yang punya EQ tinggi. Aku ini sangat peka terhadap perasaan sekitar.”

  EQ, atau mereka sebut Emotional Intelligence Quotient.

  Ini hanya pendapat pribadiku saja, tapi ketika ada seseorang tiba-tiba membahas EQ di sebuah percakapan tentang IQ, jelas kalau dia punya IQ yang jongkok. Jika orang itu membahas ET, maka dia Steven Spielberg. Ngomong-ngomong, jika dia ED, maka orang itu adalah Pele.

  “Oh ya, itu seperti orang-orang yang punya Mini 4WD. Mereka selalu mengatakan kalau mereka membuatnya dari nol.”

  Ketika aku mengatakan itu, tubuh Zaimokuza tiba-tiba seperti melompat. Entah mengapa, dia mulai berkeringat. Apa-apaan ini, apa dia ini semacam Katak Jepang?

  “Eh. Ehh!? Um, H-H-H-Hachiman, apa kita dulu pergi ke SD yang sama?”

  “Apa kamu serius yang kau katakan tadi...? Sebenarnya, kau jangan membahas sesuatu yang tidak penting dengan sikap seperti itu.”

  Kalau boleh memilih, aku ingin dia kembali saja ke sarangnya, entah dimana itu.

  “Aku terbiasa main Mini 4WD juga loh.”

  “Itu mengejutkanku.”

  “Ehh? Kenapa begitu? Aku kan juga anak laki-laki.” Totsuka tertawa.

  Aku mencoba membayangkan bagaimana wajah Totsuka ketika masih anak-anak, entah mengapa, aku hanya bisa membayangkan dirinya memakai topi dengan T-Shirt saja. Aku yakin dia manis sekali di masa lalu. Whoa, mari kita perjelas dulu. Dia juga manis saat ini. Jika dia manis di masa lalu dan saat ini, kita harusnya memasukkan dia di dalam Cerita dari Masa Lalu dan Saat Ini yang ada di kurikulum sekolahan.

  “Hamon. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan Broken G milikku. Lagipula, aku sudah memasang Iron Hammer. Setiap musuh yang menghadapinya akan hancur tanpa sisa.”

  “Itu terdengar idiot...Tch, Ku-Kurasa aku tidak boleh mengatakan itu juga karena aku juga memasang sebuah cutter di Beak Spider milikku...”

  Aku juga memasang jarum dari mesin jahit di Ray Stinger milikku.

  “Kalian berdua melakukan hal-hal yang berbahaya.”

  Totsuka melihat kami berdua bergantian.

  “TIdak masalah, karena aku hanya memainkannya sendirian.”

  “Memang. Penyendiri tidak akan melukai siapapun, hanya dirinya sendiri.”

  “Harusnya kau juga tidak boleh melukai dirimu sendiri.”

  “Oke...”

  Dengan dia yang menatap kami berdua dengan tajam, kami berdua mulai menyesali tindakan kami itu.

  “Me-Memang...Ta-Tapi aku juga bisa melakukan maintenance! Melawan yang lain, aku juga bisa secepat angin!”

  Akupun memasang ekspresi sini dengan kata-katanya.

  “...Hah. Kau pikir bisa menang denganku? Melawan Beak Spider milikku? Milikku memiliki diameter roda yang lebih kecil, ban lentur, gears set torque tuned, dan body yang menggabungkan pendingin udara dan bobot yang ringan, dan jika tersudut, aku akan memasang stabilizer ball sehingga bisa mencapai kecepatan tinggi seperti memakai convertible alumunium down-thrust roller! Kecepatannya akan berada diluar perhitungan!”

  Sebenarnya aku belum pernah mencobanya. Maksudku, mereka tidak mengijinkanku untuk membeli lintasannya...Aku pernah mencoba membuat lintasannya dari karton bekas, tapi mobilnya malah macet dan tidak mau berlari.

  Zaimokuza tiba-tiba tersenyum setelah mendengarkanku.

  “Ku, ku, ku, tidak memperhitungkan berat alumunium convertible adalah kesalahan fatal...berat extranya bisa berubah menjadi hal yang fatal.”

  “Silakan banyak bicara. Beak Spiderku ini punya kelebihan lebih stabil dalam pusat gravitasi yang lebih rendah.”

  “Hoh...Apa lebih baik kita lakukan duel untuk membuktikannya?”

  Zaimokuza dan diriku saling menatap satu sama lain dengan tatapan mata agresif. Aku hampir saja mengatakan, “Hajar dia! Magnuuuum!” sementara mengepalkan tanganku. Tunggu, yang itu Galactia Magnum, benar tidak?

  Kami berdua hanya bisa menatap satu sama lain dan terdiam, tapi sebuah suara yang tidak terduga menghancurkan kesunyian ini.

  “Oh, tampaknya menyenangkan! Aku sudah lama tidak memainkan itu, aku ingin ikut! Avante-ku sangat cepat loh?”

  “Avante!?”

  Ada apa ini dengan perbedaan generasi kita!? Seleranya tampak elit sekali! Dia bukan bagian dari faksi Boomerang atau Emperor!

  ...Kurasa memiliki perbedaan generasi memang sangat mungkin terjadi.

  Sudah lama sekali berlalu sejak aku bermain dengan Mini 4WD sewaktu kecil dulu, tapi gairah itu masih belum hilang dariku hingga hari ini. Aku bahkan mengayunkan payungku seperti pedang ketika hujan berhenti, dunia imajinasi seperti tertanam di diriku.

  Karena itulah, meski aku sudah besar, aku masih mengingat itu semua.

  Bahkan jika generasi kami berbeda, sebenarnya, ada hal-hal yang tidak berubah.

  Karena itulah, jiwa seorang ‘anak laki-laki’ milikku tidak akan pernah hilang.
  




x Chapter III | END x







  Semua monolog Hachiman tentang Yukino di chapter ini, benar-benar Hachiman lakukan di volume-volume mendatang.

  

2 komentar: