Rabu, 30 Desember 2015

[ TRANSLATE ] Qualidea of The Scum Chapter 5 : Chigusa Yuu 1








 x  x  x








 “Ini Romeo 1, menuju pertempuran.”

  “Romeo 2, copy.”

  “Romeo 3, roger.”

  “Sudah lama semenjak pertempuran terakhir kita.”

  “Jangan nangis ke ibumu ya.”

  “Bukankah ini terlalu dini untuk ayam kalkun Thanksgiving?”

  “Musuh terlihat di radar.”

  “Persiapan untuk penyerbuan.”

  “Dimana mereka? Aku tidak bisa melihat mereka...Ya Tuhan.”

  “Di atas! Di atas kita!”

  “Monster!”

  “Tangkap dia!”

  “Jangan terlalu dekat!”

  “Dekat kemana?!”

  “Semuanya!”

  “Mayday, mayday!”

  “Hotel 4, meminta bantuan, meminta bantuan...”

  “Charlie 3, komunikasi terputus!”

  “Oscar 2, jatuh dan terbakar!”

  “Wingman hilang, hilang!”

  “Ya Tuhan...”

  “Tidaaaaaak.....”

  “Canaria, aku mencintaimu.”

 







x  x  x










  Beberapa hari kemudian, Kusaoka-san dan diriku menyelidiki hilangnya teman-temanku yang berharga itu.

  Meski kita akhirnya bisa memperoleh info penting dari Anna-san, yang terpenting adalah waktu. Lintah darat yang lain pasti sudah memberikan uang kepada pelangganku yang terdaftar. Akupun tidak ragu kalau Shia-san sendiri sudah terkontaminasi oleh cakar beracunnya.

  Sekolah kami berada di daerah pinggiran yang sunyi, bisa dikatakan pelosok. Tempat tersebut tampaknya merupakan panggung akhir dari petualangan kita. Ketika kami tiba, suasananya sudah cukup gelap. Hanya pesawat terbang yang terbang di udara yang memperhatikan kita.

  Seorang anak laki-laki dan gadis bersama-sama pada jam seperti ini akan menciptakan masalah bagi BK. Aku mendekatkan diriku pada anak laki-laki di sampingku.

  “Ini sungguh memalukan, Haruma-san.”

  “Apaan?”

  “Mari kita tidak melakukan sesuatu yang membuat kita malu ketika melihat cahaya matahari lagi.”

  “Oke, contohnya?”

  Tampaknya Kusaoka-san berusaha keras untuk menghindari topiknya, tidak ada seorangpun anak laki-laki yang tidak suka disentuh oleh gadis yang disukainya. Diluar ekspresinya yang menyedihkan itu, hidungnya tumbuh seperti pinokio.

  Beberapa hari ini, dia seperti memberitahuku sesuatu. Seolah-olah kita ini sedang berkencan? Bagaimana aku mengatakannya ya? Kegembiraan terpancar darinya dengan jelas. Dan tentunya kita juga membuat sebuah kemajuan pada hari ini.

  Sekarang, kembali ke masalahnya. Apa guru yang memegang kunci masih ada di sekolah?

  Gerbang sekolah terlihat tertutup rapat, seperti dibuat dari tirai besi. Aku bisa melihat gedung sekolah yang cukup familiar di sebelahnya, seperti berusaha bersembunyi dengan memanfaatkan kegelapan ini. Ketika siang hari, banyak sekali siswa berada di dalam gedung, membuat gedung tersebut rusak seperti tanaman yang layu. Sayangnya, saat ini adalah satu-satunya momen dimana ada sesuatu yang penting harus kulakukan disini. Aku berjalan di pinggir pagar, membaur dengan kegelapan yang tumbuh diantara lampu-lampu jalanan.

  Ada sebuah rumah di sebelah sekolah kami. Rumah yang memiliki atap berwarna merah, dua lantai, dan ditinggali satu keluarga per rumah. Kupikir itu adalah rumah yang sangat nyaman bagi siapapun yang sudah bekerja keras untuk membelinya. Dari balik tirainya, terdengar suara-suara kecil tawa orang-orang.

  Aku mengambil batu yang dekat dengan kakiku.

  Ada sesuatu yang kusembunyikan selama ini: Ketika SD dulu, aku dipanggil dengan nama Cyclone Ace di tim baseball. Sekali lagi, waktunya telah tiba untuk membangkitkan feeling  bola yang sudah mati dari tanganku, sebuah aura yang membuat tenggorokan dari batter musuh menangis. Aku membidik ke arah beranda dekat pintu, hendak melempar batu tersebut dengan segenap kekuatanku.

  “...Apa yang kau lakukan?”

  Seseorang memegangi tanganku dari pinggir. Itu adalah Kusaoka-san. Aku yang hendak mengambil pose untuk melempar, digagalkan! Pelanggaran dalam peraturan tiga strike!

  Mungkin aku disebut Cyclone Ace, tapi aku tidak pernah belajar tentang aturan baseball. Kau harusnya menang jika memukul bolanya sejauh mungkin! Kurasa hal itu terlalu primitif dan bukan sebuah objek yang menarik perhatian orang.

  “Tolong lepaskan tanganku. Aku harus menjadi Ace untuk sekali lagi.”

  “Aku tidak paham maksudmu. Seperti, apa kau mau memecahkan kaca itu? Kebut-kebutan dengan motor curian dan terluka kena serpihan kaca jendela?”

  “Kau mengambil quote dari  a night at fifteen dan Sotsugyo, begitu ya. Sangat antik sekali, Haruma-san. Anak muda jaman sekarang tidak mendengarkan lagu seperti itu.”

  “Aku menyukai mereka, kupikir...Oke, jadi lagu apa yang kau dengarkan?”

  “Jukensei Blues  dan semacam itu.”

  “Itu bahkan lebih tua dari Ozaki, benar tidak?”

  Tangan Kusaoka-san seperti sedang memotong udara. Mengesampingkan kalau dia hendak memukul kepalaku dan itu termasuk dalam pelanggaran kekerasan, aku terkagum. Ini pertamakalinya bagiku mengambil quote dari judul lagi. Johannes Poinku naik lagi! Malam ini, aku tidak keberatan memasakkannya makan malam dan mungkin memberinya manisan!

  “Haruma-san, kau ini unik.”

  Aku mengatakannya begitu saja. Kusaoka-kun sangat memperhatikan detil kecil. Dia memang punya beberapa keunggulan.

  “Aku tidak paham kenapa kau malah senyum-senyum...”

  “Yang terpenting, apa tidak melanggar aturan bagi siswa untuk masuk ke gedung sekolah untuk kepentingan pribadi setelah gerbang sekolah ditutup?”

  “Bisakah kau beritahu dulu apa hubungannya dengan memecahkan kaca jendela rumah orang?”

  Memecahkan kaca jendela adalah masalah serius. Polisi bahkan bisa saja datang. Bukankah mungkin nanti ada guru yang masih di sekolah akan merasa terganggu dengan suaranya dan pergi keluar melihat situasinya? Kita membuat suasananya sebagai pancingan agar guru tersebut kesini.”

  “Memancing keluar tidaklah diperlukan, meski itu memungkinkan. Hanya teoriku saja...”

  Lalu dia menggaruk-garuk kepalanya.

  “Um, aku ingin bertanya kepadamu sesuatu yang sederhana.”

  “Apa itu?”

  “...Bukankah itu bertentangan dengan nuranimu jika melakukan hal seperti itu?”

  “Satu kebaikan untuk satu hari, kupikir begitu.” akupun tersenyum.

  “Apa sih yang gadis ini katakan?”

  Aku mendengar Kusaoka-san mengatakan sesuatu yang aneh. Kalau dipikir-pikir, kata-kataku tadi memang sesuatu yang sulit untuk dipahami.

  “Hmm begini, satu kebaikan untuk satu hari adalah pepatah. Itu berasal dari ajaran Budha.”

  “Bukan itu maksudku...”

  Kusaoka-san melihat ke arah langit. Dia terlihat sangat ‘macho’ ketika terharu mendengar kata-kataku.

  Satu kebaikan untuk satu hari.

  Ketika itu dijelaskan kepadaku di kelas budaya SD, aku terkesan dengan itu. Kata-kata itu muncul dan memotivasiku untuk melakukan satu kebaikan untuk satu hari.

  Mengapa harus satu kebaikan? Kenapa tidak sepuluh atau ratusan kebaikan?

  Setiap orang yang mempertanyakan itu selalu bertemu dengan jawaban yang sudah disiapkan.

  Sederhananya, kebaikan hati manusia itu adalah sebuah komoditas yang terbatas. Kebaikan yang terus diberikan terus-menerus akan membuat manusia menjadi ketergantungan. Dalam mahakarya Akutagawa Ryuunosuka ‘The Spider Thread’, palu keadilan Budha menaklukkan arogansi Kandata.

  Itu benar sekali. Orang-orang dengan pikiran yang logis akan menampilkan satu kebaikan dalam sehari.

  Aku sudah memberikan Kusaoka-san kebaikan dengan sukarela berkencan dengannya. Dengan begitu, kebaikanku untuk hari ini sudah habis. Sekarang, hatiku sudah berubah menjadi iblis dan hendak untuk memecahkan kaca sebuah jendela.

  “Hyaa!”

  “Ahh!”

  Mengambil momen dimana Kusaoka-san melepaskan tangannya, aku melemparkan batu tersebut dan ternyata meleset, sang Cyclone Ace  telah gagal.

  Sekali  lagi. Aku mencari batu yang lain, aku merasakan ada yang menahan lenganku dari belakang. Oh? Tangan Kusaoka-san menyentuh bagian aneh dari dadaku, apa bukan?

  Aku sebut ini pelanggaran! Ini pantas dihadiahi kartu kuning! Kartu kuning! Harusnya, kartu hitam! Menyentuhku adalah hal premium yang sangat mahal! Semua kartu hitam yang turun dari langit tidak akan cukup! Sejujurnya, aku tidak pernah tahu aturan dari sepakbola.

  “Aku sudah paham. Aku paham. Tunggu disini sebentar,” Kusaoka-san mengembuskan napasnya ketika aku berusaha melepaskan diriku darinya.

  Dia berjalan ke depan pintu gerbang sekolah. Lalu...tahu tidak? Dia bisa memanjatnya, yang seharusnya menjadi tirai besi, seperti tembok berlin.

  “Kesini, berikan tanganmu.”

  Setelah berjuang memanjat pagar itu, Kusaoka-san menawarkan tangannya untuk membantuku.

  Ketika aku memegangi tangannya, dia menarikku dengan kuat, diluar yang kubayangkan. Ada sebuah rasa aman dalam tangan laki-laki, dimana membuatku sedikit ragu. Pergelanganku agak merinding dan aku bisa merasakan kalau pipiku sendiri serasa terbakar.

  Aku berhasil memanjat pagar itu dengan blusku yang tertekan. Karena itu membuat dadaku terlihat datar, aku berusaha membuatnya lebih menonjol sedikit. Oke, kurasa ini sudah cukup.

  “...Tadi itu hanya becanda. Apa kau pikir aku akan memecahkan jendela dan melanggar hukum di rumah orang?”

  Aku mengatakannya dengan pelan, sambil memegangi tangannya dan menuruni gerbang sekolah.

  “Tapi kamu sudah separuh jalan untuk melempar batu itu ketika kuhentikan, benar tidak?”

  “Tahu tidak, aku memang menaruh kepercayaan kepadamu, Haruma-san. Itu adalah bukti dari rasa saling percaya kita.”

  “...Oh, oke.”

  Kusaoka-san lalu melepaskan tanganku sambil mengganguk, lalu dia menaruh kedua tangannya di kantongnya seperti tidak pernah terjadi sesuatu.

  ...Ya.


  Dalam waktu yang singkat, hubungan simbiosis kita semakin kuat. Aku berterima kasih untuk itu. Hatiku telah berubah menjadi iblis, seperti sudah tersesat. Aku tidak keberatan jika harus memberi fee nantinya.






x  x  x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar