Rabu, 30 Desember 2015

[ TRANSLATE ] Qualidea of The Scum Chapter 5 : Kusaoka Haruma 1


x  x  x








  Ada sebuah frase kurang lebih begini: memberi dan menerima.

  Memberi dan menerima adalah bagian dasar dari baseball. Melempar dan menangkap menunjukkan sebuah kesetaraan. Kau lempar bolanya maka itu akan membuat orang lain mudah untuk menangkapnya dan kau memperhatikan pergerakan mereka. Implikasi dari latihan tersebut membuatmu sadar akan hal-hal tersebut. Aku percaya begitu.

  Dan begitulah, bertindak berdasarkan kriteria itu, Chigusa Yuu adalah pitcher terburuk yang pernah kubayangkan.

  Pose pitchernya tidaklah buruk. Dia tidak melempar seperti para gadis, dia memutar bahu dan pinggangnya dengan benar. Kecepatan lemparannnya juga sangat bagus untuk ukuran seorang gadis. Plus, sangat bagus melihatnya melempar dengan penuh percaya diri, persis seperti seorang pitcher.

  Hanya saja kontrol dirinyalah yang buruk.

  “Hyaa!”

  Dengan suara tangis yang tidak terfokus itu, dia melempar batu tersebut dan meleset. Ketika itu pula, pembicaraanku dengan Chigusa seperti tidak pernah tepat sasaran juga.

  Dimana dia harusnya sadar kalau memecahkan jendela adalah salah, Chigusa punya, sebuah alasan tertentu, untuk melempar batu ke rumah di sebelah sekolah.

  “...Ahh!”

  Ketika aku berdiri hanya melihat aksinya itu, Chigusa seperti menyentuh kepalanya. “Whoops- meleset,” dia tertawa, setelah itu dia mencari lagi batu yang seukuran kepalan tangannya.

  Kurasa sudah cukup. Dengan malu-malu, aku memegangi bahu Chigusa dan menahannya. Banyak hal yang ingin kukatakan, tapi karena terlalu banyak untukku, maka yang bisa kulakukan hanyalah bernapas dengan berat.

  Kalau dia hendak melempar batu, apakah itu berarti dia adalah prajurit rendahan atau semacam itu? Pada jaman dahulu kala, batu merupakan senjata. Bahkan dalam jaman modern di Jepang, kekuatannya tidak berubah, sial.

  Setelah sukses menahannya, aku akhirnya bisa bernapas lega. Ketika menarik napasku, aroma manis dan campuran dari parfum beserta shampo mulai membuat geli penciumanku. Kulihat Chigusa ada di lenganku dan dia ternyata menggerutu dan marah seperti berusaha melepaskanku. Tangan kananku, yang memegangi tubuhnya dari belakang, sedang memegangi pinggangnya yang ramping. Sementara tangan kiriku, menyilang di baju seragamnya, di suatu bagian dadanya. Setelah aku sadar dengan situasi itu, tanganku seperti merasakan sesuatu.

  ...Ini sangat lembut sekali, meski entah mengapa baju seragamnya terlihat kaku dan keras ketika disentuh. Salah satu dari misteri di dunia ini!

  Bukannya ini akan berujung dengan ‘perburuan misteri bagi Super Hitoshi-kun’ di tempat tidur.

  “Ahh, er, maaf salahku...”

  Aku secara spontan menjauhd ari Chigusa. Suaraku tampak lebih kecil dari biasanya, dan Chigusa sepertinya tidak mendengarnya. Untung tanganku bereaksi cepat ketika menyentuh benda elastis tadi, jika tidak maka aku akan kesulitan untuk menatap mata Chigusa lagi.

  Tunggu sebentar, kenapa gadis ini sangat kurus...? Kenapa juga dia sangat lembut meskipun kurus...? Apakah benar kalau para gadis itu lembut meskipun kurus? Tolong beritahu aku Gyaruko-chan!

  Tapi, ah sudahlah, dia mungkin memang lembut disana-sini, dan bukannya dia punya titik tertentu yang memang lembut. Sebenarnya, ujung jariku ini menyentuh salah satu bagian seragamnya seperti merasakan ada sesuatu yang elastis. Ketika membahas soal ukuran, dada Chigusa tampaknya tidak layak untuk ditulis. Ah bukan begitu! Aku yakin kalau Chigusa punya dada yang besar, para laki-laki di kelasnya pasti memanggilnya ‘Chibusa’.

  Ketika pikiran-pikiran itu melintas di kepalaku, aku berpikir mungkin ada bagusnya kalau punyanya itu kecil. Itu adalah sebuah simbol status! Kelahiran dari John si Baptis! Ya! Johannes!

  Aku waktu itu malu-malu dan terlalu lugu bagi seorang laki-laki yang memiliki mimpi untuk menciptakan perdamaian dunia dan memikirkan banyak hal. Ngomong-ngomong soal laki-laki yang lugu dan ‘innocent’ di kelas, menyentuh seorang gadis saja bisa menyebabkan banyak reaksi di berbagai tempat!

  Di lain pihak, kau bisa katakan kalau Chigusa juga gadis yang lugu. Selugu iblis, itu dia!

  Tiba-tiba, aku teringat Hell Screen karya Akutagawa. Ceritanya tentang seorang artis yangg tidak bisa memilih jalan yang membuatnya menggapai cita-citanya, dan pada akhirnya dia tidak terselamatkan. Dalam ‘The Spider’s Thread’, di lain pihak, Budha mungkin sedang bermain-main denggan Kandata dengan memakai nama penebusan dosa, tapi Chigusa Yuu, tanpa mengedipkan matanya beraksi seperti membuat dunia ini neraka, dia sepertinya menerima ‘kartu bebas penjara’ dari ‘Budha murahan’.

  “Haruma-san”.

  Dia menegurku dengan ucapannya.

  Suaranya pelan seperti dinginnya malam dan senyumannya terasa hangat seperti cahaya matahari yang menembus dedaunan, tapi sikapnya itu seperti meneriakkan ketidakpuasannya terhadap diriku.

  “Aku sudah paham. Aku paham. Tunggu disini sebentar.”

  Aku menggunakan tanganku untuk memberinya tanda agar tidak usah beranjak dari tempatnya, lalu aku menatap ke arah gedung sekolah.

  Ketika kulihat ada lampu menyala dari ruang guru di gedung sekolah, aku pikir ada seseorang disana. Dan itu berarti kalau alarm gerbang sekolah belum diaktifkan. Jadi meski kami berusaha menerobos gerbang, bagian keamanan tidak akan mendengarkan apapun. Atau begitulah seharusnya...

  “Oke...”

  Aku menaruh tanganku di atas gerbang dan berusaha memanjatnya, memakai pose seperti yang kau lihat di sampul album Ozaki. Memanjat gerbang setinggi ini bukanlah masalah bagi anak laki-laki pada umumnya.

  Masalahnya adalah si gadis.

  “Kesini, berikan tanganmu.”

  Akupun memanggilnya. Tanganku memegang erat pergelangan tangannya yang kurus, jari-jari yang lembut dan cat kuku berwarna pink seperti bercahaya ketika disinari lampu jalanan.

  Setelah turun dari gerbang sekolah, aku masukkan kedua tanganku ke saku seragamku seperti tidak pernah terjadi apapun. Sayangnya, kehangatan itu masih terasa di tanganku; jadi aku berusaha sebisaku, agar kehangatan itu tidak cepat pergi dengan memasukkannya ke kantong.

  Kami mulai berjalan menuju pintu masuk sekolah. Tapi tidak lama kemudian, pintu sekolah terbuka. Aku bisa melihat seseorang berlari kecil menuju ke arah kami dari arah pintu. Mungkin kami ketahuan memanjat gerbang, atau juga kami membuat suara yang berisik, entah yang mana, kurasa wajar bagi seseorang untuk memeriksa ketika melihat ada bayangan orang yang mencurigakan di malam hari.

  “Hei, tampaknya kita ketahuan. Bagaimana ini?”

  Ketika aku menoleh ke Chigusa, siap sedia untuk kabur kapanpun, dia malah bersembunyi di belakangku sambil mengatakan sesuatu yang tidak ada hubungannya.

  “Haruma-san. Apa kamu tahu taktik melarikan diri yang disebut tsurinobuse?

  “Huh? Ohh, itu ya, uh...Bagaimana ya? Itu sebuah taktik pengalihan perhatian. Klan Shimazu sering menggunakannya atau semacam itu.”

  Ingatanku agak abu-abu, tapi mungkin itu sudah benar. Tunggu, tunggu dulu! Kenapa si Johannes ini tiba-tiba membahas tentang strategi jaman Sengoku dulu? Juga, mengapa dia bersembunyi di belakangku?

  “Kau memiliki pengetahuan yang sangat luas. Memang itu benar. Itu adalah taktik level tinggi dengan menarik mundur pasukan utama dan menggunakan pasukan belakang untuk bertarung dengan musuh sampai mati. Bukankah ini momen yang bagus bagimu untuk memakai strategi tsurinobuse?”

  “Yep.”

  Lalu aku terdiam sejenak.

  “Tunggu dulu, itu kan berarti kau akan menumbalkan seseorang.”

  Menumbalkan dan tsurinobuse adalah dua sisi dari satu koin. Daimyo dari propinsi Satsuma, anggota keluarga Shimazu, menggunakan taktik ini di pertempuran Kyushu. Sangat mudah untuk membuat bingung musuh sehingga harus benar-benar fokus. Bukannya aku menyebutkan itu karena akan ada di ujian nanti.

  “...Kau memang memiliki pengetahuan yang luas.”

  Dari caranya berbicara memang terdengar kagum kepadaku, tapi ekspresinya jelas kecewa. Umm? Apa sih rencananya yang berhubungan denganku?
[note: Haruma bodoh apa bagaimana, jelas ini mirip rencana Yuu di depan rumahnya tempo hari. Yuu akan mengatakan kalau Haruma sebenarnya mengancamnya dan memaksanya masuk ke sekolah agar dirinya lolos.]

  Ketika aku hendak mengkonfirmasinya, waktu telah habis.

  Orang yang keluar dari pintu sekolah sudah berada di depan kita.

  “A-Ada apa ini ?”

  Pemilik suara tersebut adalah wali kelasku, Kuriu-sensei.

  “Oh, maafkan saya.”

  Aku berusaha menelan ludahku.

  “Se-selamat malam”.

  “...O-Oh ya ampun...Kusaoka...kun?”

  Guruku ini mengedip-ngedipkan matanya seperti terkejut. Weell, ada semacam jeda ketika dia menyebut namaku, bukannya dia lupa siapa aku, benar tidak? Benar tidak?

  “Apa yang kau lakukan disini selarut ini?” kata Kuriu-sensei. Dia menaruh kedua tangannya di pinggang dan memarahiku.

  “Kami tidak memperbolehkan siswa untuk keluyuran malam hari. Dan kau juga membawa seorang gadis bersamamu.”

  Dia tampaknya menyadari kalau Chigusa bersembunyi di belakangku.

  “Bukankah sudah kuberitahu di kelas tentang kasus orang hilang belakangan ini? Beberapa gadis muda di sekitar sini tiba-tiba menghilang.”

  Pertama-tama, Kuriu-sensei yang lembut dan peduli sudah marah. Dan tersangka sebenarnya disini adalah Chigusa, yang sudah memanfaatkanku sebagai tongkat petirnya. Aku ini tidak melakukan sesuatu yang salah; bahkan, aku ini korbannya.

  Ini adalah momen dimana aku harus mengkonfirmasi titik dimana aku berdiri saat ini. Aku ingin membalikkan segala tuduhan guruku ini. Mwahaha! Ketika orang yakin kalau mereka adalah korban yang sedang berada dalam sisi yang benar, mereka menjadi lebih sombong dari biasanya dan akan melepaskan semua yang mereka punya ketika dikonfrontasi. Kalau mereka ditantang, mereka akan mengatakan yang sebenarnya!

  “Er, well, menyebut itu menghilang menurut saya terlalu dibesar-besarkan.”

  Aku mengedip-ngedipkan mataku.

  “Ohh, juga bukankah sesuatu yang mistis itu adalah sesuatu yang kebenarannya patut dipertanyakan?”

  “Maksudmu perempatan mistis itu? Ya, gosip itu sudah beredar dengan cepat.” Kuriu-sensei mengatakannya sambil menaruh tangannya di dagu. “Entah siapa yang menyebarkannya. Itu memang gosip yang sangat mengganggu.”

  Dan sekarang yang tersisa adalah untuk terus berjalan di pinggir masalah sebenarnya dan semuanya akan lancar.

  “Bukankah mereka sebenarnya kabur dari rumah atau kabur ketika malam hari? Apa mereka sudah menyelidikinya dengan sungguh-sungguh?”

  Ketika pikiran-pikiran itu keluar dari kepalaku, mata dari Kuriu-sensei terlihat ketakutan.

  “Mungkin saja, mungkin...Tampaknya itu dugaan yang terpikirkan oleh para polisi, meski penyelidikan mereka tidak ada perkembangan sama sekali. Mereka menerima gosip tersebut terus-terusan, tapi, well, tahulah...”

  “Tampaknya memang ada sesuatu yang ditutup-tutupi.”

  Aku tersenyum licik seperti budak perusahaan yang baru diterima kerja.

  Sekarang, saatnya pamit! Yang bisa kupikirkan adalah mengalihkan perhatiannya, tapi Kuriu-sensei tiba-tiba sadar aku ada disana.

  “...Jadi, kenapa kau datang ke sekolah jam segini?”

  Dia menanyakan itu secara langsung.

  “Ah, well, begini sensei...”

  Pada akhirnya, aku tidak bisa mengalihkan perhatiannya, huh...? Ketika aku sibuk mencari alibi, Chigusa menggunakan kepalanya untuk menepuk punggungku dari belakang.

  “Tunggu dulu. Mungkin Haruma-san memanglah orang jahat dengan wajah lusuh yang suka memaksa gadis lemah untuk keluar pada malam hari, tapi saya percaya kalau menuduhnya tanpa memberinya peluang untuk membela bukanlah hal yang bagus. Mengapa kita tidak membicarakannya di sebuah ruangan yang hangat sebelum memutuskan hukumannya!”

  Benar juga! Kalau aku akan mendapatkan hukuman cepat atau lambat, mungkin aku akan memilih untuk diadili di pengadilan yang hangat! Dan lebih baik, langsung skip ke bagian pembelaan! Ini bukan waktu yang tepat untuk bersekutu dengan Chigusa.

  “...Chigusa, diamlah. Kau malah memperburuk suasana.”

  “Kenapa begitu? Kupikir itu adalah rencana yang bagus bisa masuk ke dalam sekolah tanpa ada seorangpun yang terluka.”

  “Oke. Aku bisa melihat dari kata-katamu kalau aku sendiri tidak dihitung sebagai manusia disini. Baiklah, serahkan ini padaku. Oke? Tolong, diam dengan tenang disana.”

  Aku membisikkan itu kepada Chigusa, dan dia hanya membalasku dengan mengumpat kecil.

  “Terserah kamu saja.”

  Dia mengatakan itu sambil mundur.

  Ah leganya. Aku tidak ingin membuat kekacauan yang lebih jauh lagi.

  Kuriu-sensei melihat percakapan kami dengan tatapan seperti elang, tapi ketika situasinya menjadi seperti ini, aku punya kartu As yang bisa digunakan untuk melawan guru.

  “Amane-chan, er, maksudku, kakak perempuanku meminta tolong kepadaku...”

  “Kusaoka-sensei?”

  Kuriu-sensei berhenti sejenak untuk berpikir.

  “Oh begitu ya.”

  Dia lalu mengangguk dan menunjuk ke arah gedung sekolah.

  “Ayo kita masuk ke dalam, oke?”

  “Ah, ya. Permisi.”

  Chigusa dan diriku berjalan menuju gedung sekolah, mengikuti langkah sensei.

  Ketika kita berjalan, Chigusa bersikap seperti anak anjing yang sudah jinak kepadaku. “Rencanaku sangat sukses! Kita harusnya membuat janji seperti ini dari sekarang,”

  Dia berbisik di telingaku dengan senyum yang manis.

  “Kalau kamu terus begini,  poinku akan terakumulasi dan bertambah banyak seperti whoosh! Kau akan menjadi orang yang panjang umur dan membuat Enten market malu, Haruma-san.”

  “Kita tidak membuat sebuah rencana ataupun janji, dan juga itu terdengar seperti sebuah rencana penipuan...”

  Apa-apaan sih yang gadis ini katakan...?

  Entah mengapa, diluar semua penjelasan tadi, Johannes poin tampaknya semakin naik selama-lamanya. Amin dah. Bukankah namanya sendiri tidak masuk akal? Kalau dipikir-pikir, aku tidak pernah dengar Johannes poin itu digunakan untuk apa. Terlalu menakutkan untuk ditanyakan kepadanya.

  Kalau begini, aku sempat berpikir untuk membuat acara TV ‘bagaimana dirimu dipermalukan setiap harinya’. Meski begitu, semua tindakan Chigusa sendiri berisi hal-hal negatif, jadi aku tidak bisa menghitungnya lagi...

  Yang menumpuk dari kemarin-kemarin hanyalah stress dan lelah.





x  x  x




Tidak ada komentar:

Posting Komentar