Rabu, 25 November 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 7 Chapter 1 : Meski begitu, Hikigaya Hachiman ingin menghabiskan kehidupan SMA-nya dengan damai


x Chapter I x








  Bukankah para gadis akan terlihat lebih manis jika mereka berpakaian lebih tipis daripada berpakaian tebal? Pikiran-pikiran semacam itu muncul sebagai pertanda kalau musim itu akan segera tiba.

  Festival Budaya dan Olahraga selesai tanpa masalah berarti. Juga, tahun ini akan berakhir kurang dari 2 bulan.

  Udara panas tiba-tiba mulai menghilang dan digantikan tidak dengan udara dingin, tapi udara yang membekukan. Mau bagaimana lagi, inilah nasib sekolah yang menghadap ke arah pantai.

  Dan tidak lupa, suasana di sekitarku saat ini sama dinginnya dengan embusan angin tadi.

  Area sekeliling kursiku ini, terperangkap di tengah-tengah kelas, mirip mata dari angin topan, menciptakan sebuah ruang hampa dimana tidak ada seorangpun berani mendekati kursiku. Bisa jadi ini kebiasaan masyarakat Jepang yang menyukai berada di sudut dan pojokan. Ketika kau naik bus, kamu selalu ingin duduk di posisi itu. Kalau kita andaikan mas-sudut dan mbak-pojokan ini orang, mungkin mereka akan menjadi orang yang populer.

  Karena itulah, suasana di sekitar kursiku yang seharusnya berada di tengah-tengah kelas akan memberikan keuntungan, sekarang yang ada hanyalah kehampaan.

  Ini adalah suasana yang ada di sekitarku setiap harinya. Cuma, belakangan ini tatapan orang-orang di sekitarnya saja yang berbeda.

  Bukannya mereka curiga atau semacamnya, mereka menatapku seperti ingin berteriak “Eh, kamu disana ya?”. Tatapan yang menatap ke arahku untuk sejenak, setelah itu mereka tertawa melihatku. Ya, tatapan semacam itulah.

  Ketika aku mulai mencari asal-muasal tatapan itu berasal dari mana, lalu kedua pasang mata kami bertemu.

  Dan suasana yang tercipta setelah itu adalah suasana yang membuat mereka harus menoleh ke tempat lain. Yah, kau bisa bilang itu ‘Jurus Hikigaya’.

  Begitulah, jadi mereka memalingkan pandangannya dariku dengan sengaja bisa kaukatakan sebuah kejadian yang biasa.

  Begitulah yang terjadi hingga saat ini.

  Tapi, sekarang mereka berada di posisi yang lebih menguntungkan dariku, meski itu bukanlah masalah utamanya. Bahkan, ketika kedua pasang mata kami bertemu selama dua detik, mereka meledek dengan berkata “Eh dia melihat ke kita tuh!(haha)”, “Apa-apaan dengan dia?(haha)”, “Menjijikkan(haha)”; candaan keren semacam itu sudah mereka anggap sebagai bumbu obrolan mereka sehari-hari.

  Tahu tidak, aku merasa seperti Panda-chan. Tidak, mungkin itu terkesan berlebihan. Mungkin Monyet Laut lebih cocok. Ya ampun, ada apa dengan makhluk manis ini? Keduanya terlihat menjijikkan dan manis, bukan?


...Mau bagaimana lagi, kalau aku tidak memotivasi diriku sendiri mungkin hatiku sudah hancur berantakan.


  Sayangnya, seluruh siswa sekolah ini tampaknya sudah memasuki fase ‘anti-Hikigaya’. Pertama, kehadiranku disini dianggap tidak ada, mereka semacam pura-pura melihat ke tempat lain jika melihatku. Kata orang sih, gosip itu akan hilang setelah 75 hari. Kupikir mitos semacam itu mirip dengan hari yang diperlukan untuk berganti ‘waifu’ musiman.

  Sikap terhina yang pernah kuterima adalah mereka bahkan tidak mau menyebutku “Anak itu!?”; ya begitulah kehadiranku disini.

  Dunia ini seperti sudah tidak tertarik lagi kepadaku. Mungkin karena disana banyak sekali hal-hal yang menyenangkan.

  Ruangan kelas dipenuhi obrolan-obrolan ringan dan menyegarkan, sama seperti biasanya.

  Dari deretan kursi belakang kelas terdengar suara obrolan yang cukup keras, mirip seperti boneka gorilla yang menabuh drum. Obrolan yang cukup keras untuk menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

  Obrolan-obrolan itu terdiri dari banyak sekali warna, dan suara tiap orang tersebut menunjukkan eksistensi mereka di kelas ini. Ketika aku menatap ke arah obrolan tersebut, ternyata itu adalah trio Tobe, Ooka, dan Yamato yang duduk di mejanya. Kau kan punya kursi, kenapa kamu tidak duduk di kursimu?

  “Beh, kita mau ngapain aja di darmawisata nanti?”

  Ketika Tobe memulai topiknya, Ooka meresponnya dengan menaikkan tangannya ke udara.

  “Kyoto, benar tidak? Pasti USJ!”
[note: USJ = Universal Studio Japan]

  “Bukannya itu ada di Osaka?”

  Lalu mereka bertiga mengobrol sambil melirik kepada para gadis di dekatnya dan melanjutkan topiknya.

  “Eh, bukannya kita ini mau membicarakan tempat-tempat tujuan jalan-jalan kita nantinya?”

  “Lagian, ngapain bahas tempat di Osaka.”

  “Nah, sapa coba yang bawa kesana tadi?”

  Wajah Ooka tampak senang ketika membicarakan itu, sedang Tobe sendiri sedang bermain-main dengan rambutnya. Lalu, ada Yamato yang bersikap ‘telat mikir’. Dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu yang serius, lalu dia membuka mulutnya.

  “...Tobe suruh berangkat aja sendirian, ya!”

  “Eh tunggu dulu! Jangan main tinggal lah! Lu kira gue Sesuatutani-kun~!”

  Lalu mereka bertiga tertawa.

  Kalau dicermati, Oda dan Tahara yang berada di dekat mereka juga berusaha menahan tawanya, bahu mereka bergetar sambil memainkan HP-nya; “pffftttt...”.
[note: Oda atau Tahara, salah satu dari mereka itu ketua kelas 2F. Hachiman sendiri tidak ingat.]


  Ya, ya, sangat lucu.


  Begitulah, perlakuan mereka belakangan ini. Ketika topik obrolan mereka sudah mau habis, mereka tinggal membuat lelucon tentangku.

  Ngomong-ngomong, di sekolah ini, satu-satunya bully yang terjadi hanyalah ada di sebuah candaan. Ujung-ujungnya “Kita tidak sedang membullynya~” atau “Kami cuma becanda saja~”. Mau sekejam apa kata-kata yang mereka katakan, “Cuma becanda” maka akan membuat semuanya terkesan normal, dan semua merasa nyaman.

  Meski begitu, satu-satunya alasan mengapa perilaku semacam ini ada karena mereka sudah terbiasa untuk ‘menerima’.

  Ketika mereka menerima sesuatu yang terdengar janggal, mereka membuatnya menjadi bahan guyonan. Dengan begitu, mereka bisa membuat sebuah abnormalitas menjadi sebuah hal yang normal.

  Memang, sebelum jam pertama dimulai tadi, Sagami dan gerombolannya menyebarkan gosip ke grup-grup di kelas ini. Lalu tatapan para grup itu mulai diarahkan kepadaku dan akupun bisa melihat ‘agen Sagami’ berada di dalam grup mereka. Tapi mau bagaimana lagi, siswa SMA jaman sekarang itu mudah termakan tren. Setelah Festival Olahraga berakhir, tren “Kasihan Sagami” berubah menjadi “Mari kita menertawakan Hikitani-kun”. Aku adalah manusia yang dicintai oleh alam semesta ini, serius ini!

  Dengan Sagami, yang merupakan akar dari semua masalah, dilupakan, maka ‘insiden perlakuan buruk dari Hikigaya Hachiman’ berubah menjadi sebuah ‘kenangan masa lalu’.

  Masalahnya, ‘kenangan masa lalu’ insiden itu sekarang berubah menjadi semacam sebuah ‘acara rutin keagamaan’ dan dapat dimaklumi oleh semua orang.

  Tapi, aku cukup yakin kalau sebentar lagi mereka akan melupakan insiden itu.

  Kelas ini sudah diliputi suasana antusias mengenai darmawisata.

  Orang-orang mulai membuat janji dan rencana jalan-jalan, mengobrol tentang ‘mau kemana’ atau ‘nanti mau ngapain’.

  Tobe dan teman-temannya terus membuat candaan “Sesuatutani-kun, Sesuatutani-kun” sambil mengubah-ubah topiknya. Tahu tidak, namaku ini bukanlah Hikitani...

  Ooka mulai berbicara sambil menggaruk-garuk kepalanya, sementara Yamato hanya mengangguk-angguk setuju.

  “Tahu tidak, darmawisata, huh, itu buruk sekali.”

  “Memangnya kenapa?”

  ‘Ada apa?’, itulah yang ingin kutanyakan tapi tidak bisa.

  “Oh ya, ngomong-ngomong nih. Tobe, kamu jadi melakukannya enggak?”

  Ooka menanyakan sesuatu, sedang Tobe entah mengapa terlihat gugup.

  “Whoa, mau tahu lu? Lu pasti mau tahu. Gini loh, gimana ya. Gue udah putusin!”

  Dia lalu pura-pura terbatuk dan terdiam.

  “...Maksud gue, aku akan putuskan.”

  Tobe mengatakan sesuatu yang tidak jelas, dan kedua temannya itu mengatakan “oooh” sambil terlihat kagum kepadanya. Apa-apaan tadi? Apa kamu memutuskan untuk memakai obat-obatan berbahaya? Karena obrolan mereka seperti tidak terfokus, pikiran mereka seperti sedang ‘nyabu’.

  Tobe dan teman-temannya tiba-tiba menurunkan nada suaranya dan membisikkan sesuatu.

  Mungkin karena para siswa disini, termasuk mereka bertiga, mulai fokus mendiskusikan sesuatu, tatapan mereka sudah tidak diarahkan lagi kepadaku. Setelah itu, aku mulai menatap ke arah langit-langit ruangan ini. Ketika aku menyandarkan tubuhku di kursi, punggungku ini merasa sangat nyaman sekali. Setelah mengeluarkan napasku, aku lalu menutup mataku.

  Semua orang mengobrolkan tentang darmawisata kelak dan mulai membuat suasana ruangan kelas ini serasa hidup karenanya. Karena itu, aku merasa terbebaskan dari tatapan dan bisik-bisik yang tidak nyaman.

  Tiba-tiba, pandanganku gelap sekali. ‘Apa-apaan ini?’ itulah yang terpikirkan olehku, tetapi ketika kubuka mataku, aku melihat sebuah dada yang familiar. Tunggu, maksudku wajah yang familiar!
  
  “Yahallo!”

  Orang yang sedang melihatku duduk tenggelam dari atas adalah Yuigahama.

  “Yeah.”

  Aku tadi hendak kaget dan menjauh dari kursiku, tapi aku berusaha menahan itu dan mencoba meresponnya dengan normal.

  “Kamu akan ke klub hari ini, benar tidak?”

  “Yeah.”

  “Begitu ya. Sampai jumpa kalau begitu.”

  Dia mengatakan itu dengan suara yang sangat pelan. Mungkin, dia tidak ingin terlihat benar-benar berbicara denganku. Momen dimana aku tidak menjadi pusat perhatian orang di kelas, dia datang dan berbicara kepadaku.

  Dengan tangan di depan dadanya, dia agak melambai-lambaikan tangannya kepadaku dan pergi ke arah Miura. Ngomong-ngomong soal Miura, dia menatapku tajam dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Setelah itu, dia lalu memalingkan pandangannya ke arah HP-nya.

  Itulah yang kau dapatkan dari Sang Ratu yang sedang duduk di Singgasananya; dia tampak tidak punya ketertarikan kepada orang rendah sepertiku. Dia bukanlah musuh, juga bukan pula teman. Dia juga tidak netral, tapi aku sangat bersyukur dengan hubungan kami yang sepihak ini.

  Dia sepertinya memang tidak ada niat untuk melihat ke arahku, lebih tepatnya dia hanya peduli kepada Yuigahama.

  Dengan suasana seperti itu, sikapnya tadi yang berbicara kepadaku merupakan manuver yang berbahaya. Tapi kemampuan Yuigahama yang mampu membaca suasana tanpa membuat semua orang merasa tidak nyaman merupakan hal yang tidak boleh diremehkan begitu saja.

  Karena itu dia mencari cara agar image dirinya tetap terjaga, mendekatiku ketika perhatian semua orang sudah tidak mengarah kepadaku.

  Mereka yang dibenci harus tetap waspada dan beruaha mengeliminasi faktor yang bisa merugikannya. Jangan membuat kesalahan, jangan melakukan blunder, dan jangan memperlihatkan kelemahanmu; ketiga hal itu sangat penting. Eh, kayaknya ketiga hal tadi sama saja ya?

  Sama juga ketika kamu menyombongkan dirimu, itu juga dapat digunakan untuk melawanmu. Oleh karena itu, sangat penting untuk tidak melakukan apapun. Jika kamu tidak melakukan apapun, tidak akan terjadi satupun kesalahan.


  Juga, jangan pernah berhubungan dengan siapapun.


  Berhubungan dengan orang pasti akan membuatku terbelah. Ini tidak terbatas untuk satu ataupun dua orang. Terutama ini, kau harus hati-hati ketika berhubungan dengan orang-orang yang populer di mata publik!

  Mungkin akan lebih baik bagiku jika aku berhati-hati. Berhubungan dengan orang bukanlah sesuatu yang kuinginkan.

  Bagi Yuigahama yang berada di rantai teratas ekosistem, dengan memperhatikan timing, dia bisa berbicara kepadaku tanpa menarik perhatian. Meski begitu, sikapnya itu adalah sebuah hal yang naif.

  Aku cukup senang bisa menghilangkan keberadaanku sampai sekarang, mungkin juga akan terlihat bagus jika aku sesekali menjahili orang dengan situasiku. Seperti berjalan keluar kelas sambil mengutak-atik layar HP-ku. Atau juga aku terlihat menerima telpon...itu akan menimbulkan kehebohan. Mereka pasti mengira kalau tidak akan ada seorangpun yang mau menelponku.

  Pada akhirnya, aku sendiri tidak melakukan apapun sehingga aku putuskan untuk mengambil pose tertidur di mejaku.

  Ketika jam istirahat akan berakhir, lalu lintas di kelas terlihat mulai ramai. Siswa yang kembali dari kelas lain, kembali dari toilet, kembali dari kantin. Mereka semua kembali ke tempat semula.

  Ketika aku mencoba membuka mataku, aku melihat rambut ponytail panjang yang berkibar-kibar.

  Dengan rambut hitam kebiruan yang diikat dengan gaya ‘begitu-begitu saja’, dia tersenyum kecil sambil menatap layar HP-nya. Setelah itu dia langsung membuat ekspresi ‘bosan’ ketika berjalan di depan kelas.

  Si Brocon, apa dia SMS adiknya lagi? Tampaknya aku harus pura-pura tenang ketika SMS Komachi. Jika tidak, aku akan dipanggil Siscon.

  Kawasesuatusaki, disingkat Kawasaki, melihat ke sekitarnya dengan curiga. Tampaknya, dia khawatir apa ada orang yang melihatnya tersenyum ketika membaca SMS tadi.

  Lalu kedua matanya bertemu dengan mataku.

  “Eek!”

  Kawasaki melompat terkejut, lalu berteriak seperti itu. Ketika kami melihat satu sama lain, wajahnya memerah dan dia buru-buru kembali ke kursinya sambil memandang ke arah bawah.


  Kawasaki sudah seperti itu semenjak Festival Budaya; dia berusaha menghindariku dan ketika kedua pasang mata kami bertemu, dia langsung memalingkan pandangannya.


  Baguslah, memang harusnya begitu. Agar kami berdua bisa hidup tenang, yang terbaik adalah terus menjaga jarak diantara kita.

  Ada orang-orang yang mengklaim kalau manusia adalah satu-satunya makhluk yang membunuh sesamanya, tapi menurutku itu agak bias. Hewan juga sama, mereka bahkan membunuh sesamanya demi memperebutkan wilayah. Sekolah juga punya wilayah masing-masing dan masuk akal jika mereka berkompetisi untuk memperebutkannya.

  Lebih jauh, sebagai siswa SMA, kita berada dalam sebuah sistem sosial dan aturan yang mencerminkan perbedaan kasta.

  Kami semua adalah individu yang berbeda.

  Bukti kata-kataku tadi bisa dilihat dari orang yang dari tadi berjalan perlahan untuk mendekatiku; melihatnya saja pasti tahu kalau dia dan diriku berada di kasta yang berbeda.

  “Hachiman.”

  Suara itu seperti dikirim langsung dari surga, langkahnya seperti berjalan di atas awan, dan figurnya memang mirip dengan malaikat.

  Totsuka memang malaikat.

  Karena Totsuka adalah malaikat, tidak seperti manusia-manusia sialan ini, dia datang berbicara kepadaku tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarnya.

  “Kita disuruh membuat grup di darmawisata nanti.”

  Totsuka mengulangi informasi yang sudah kudengar sebelumnya. Seminggu lagi, kami akan menghabiskan empat hari dan tiga malam di darmawisata. Hari pertama kegiatan bersama-sama sekelas, hari kedua kegiatan bersama-sama grup masing-masing, dan hari ketiga bebas. Karena kegiatan hari pertama sudah disepakati, maka obrolan siswa-siswa di kelas ini kebanyakan tentang hari kedua dan ketiga.

  Dengan kata lain, kami harus membentuk grup kecil dan dua-pertiga siswa di kelas ini sudah punya grupnya masing-masing, jadi sepertiga yang belum punya grup itu menjadikan ini sebagai arena pertempuran mereka.

  Tapi, karena aku pada akhirnya hanya akan menggenapi grup yang kekurangan orang, jadi aku tidak berminat untuk mencari grup dari awal.

  “...Begitu ya. Tapi, kebanyakan sudah punya grup ya?”

  “Memang...Tapi aku sendiri belum punya.”

  Grup-grup tersebut sudah memutuskan untuk pergi kemana di hari kedua nanti. Mungkin, Totsuka yang belum punya grup bersikap malu-malu untuk mengatakannya.

  “...”

  Kesunyian yang aneh, tapi Totsuka tiba-tiba menatapku dan tersenyum seperti berusaha membodohi seseorang.

  Aku ingin melindungi senyumannya...

  Biasanya, aku malas untuk mengajak orang lain, tapi ini darmawisata. Kurasa bukan hal yang jelek jika aku melanggar prinsipku hanya untuk kali ini. Meski begitu, mengundang pria...Kayaknya ada yang salah ini, tapi apa ya...

  “...Well, ayo kita bentuk grup.”

  “Yeah!”

  Aku tidak tahu harus mengatakan apa ketika tubuhku ini dipenuhi senyum kebahagiaan dan energi kehidupan. Jika aku adalah hantu, mungkin aku akan langsung masuk surga. Kalau saat ini aku disuruh masuk tentara, mungkin aku akan langsung daftar tanpa ragu.

  “Sekarang, butuh dua lagi. Ada ide?”

  “Satu grup empat orang ya? Ya sudah, nanti kita cari grup yang hanya berisi dua orang dan bergabung dengan mereka.”

  Bagi dua orang tersisa di grup kami, mencari mereka adalah kegiatan yang tidak penting bagiku.

  “Benar! Sekarang, kita harus memikirkan akan kemana di hari kedua...”

  “Hm, kemana saja boleh deh.”

  Pelajaran tampaknya akan segera dimulai. Aku memberitahu Totsuka untuk segera ke kursinya. Totsuka masih berdiri disana dan memikirkan sesuatu, lalu aku menepuk bahunya untuk memberitahunya.

  Totsuka merespon balik, dia melambaikan tangannya dan berjalan menuju kursinya.

  Orang-orang di kelas ini menatap ke Totsuka, mungkin karena mereka tidak punya satupun hal yang bisa mengaitkan Totsuka dengan hal-hal negatif, dia tidak ditatap dengan tatapan jijik atau semacamnya. Mungkin Totsuka di hati tiap orang memiliki kasta yang berbeda.

  Sekarang, pemandangan di depanku sudah tidak ada yang bisa menarik perhatianku.

  Kulanjutkan kebiasaanku. Tidak ada yang berbicara denganku, dan mereka juga tidak akan repot-repot mendekatiku.

  Kalau aku tetap menjaga jarak, kurasa akan baik-baik saja.

  Seperti biasanya, aku pura-pura tertidur. Sangat penting kalau aktingku ini dilakukan dengan baik, demi ketenangan di pikiranku.

  Tepat ketika aku hendak menyandarkan kepalaku di lengan kiriku, aku melihat kombinasi pasangan yang langka di depanku.

  Kelas sebentar lagi akan dimulai.

  Baik Hayama dan Ebina keduanya masuk ke kelas bersama-sama. Aku memang sering melihat mereka berdua di grup mereka, tapi aku memang sangat jarang melihat mereka berdua berbicara satu sama lain.

  Benar juga, tadi aku tidak melihat mereka berdua di kelas.

  Tampaknya mereka barusan membicarakan sesuatu yang rahasia. Sebelum berpisah, mereka berdua menyapa satu sama lain.

  Ebina berjalan ke arah Miura dan Yuigahama, menyapa mereka dengan “Hallo Hallo” plus senyuman yang ceria. Keduanya menyapa balik seperti biasanya.

  Tapi, tidak seperti mereka, ekspresi Hayama tampak sedikit goyah hari ini.

  Dia seperti terpaksa tersenyum, ini jarang sekali terjadi bagi pria sepertinya. Lebih tepatnya, dia tampak seperti depresi.

  Bagi diriku yang tidak begitu kenal dirinya, aku bisa melihat itu dengan jelas. Aku yakin yang lainnya bisa membaca itu dengan baik.

  Bergabung dengan trio itu, dan yang pertama kali menyapanya adalah Tobe.

  “Tunggu dulu, kamu habis dari mana Hayato-kun? Apa kamu melakukan sesuatu sendirian seperti Sesuatutani-kun?”

  “Tidak ada apa-apa. Setidaknya kau jangan kejam begitu dan biarkan aku ke toilet sendirian. Juga, kau tampak menyukai candaan itu ya? Kau sering menggunakan itu.”

  Sambil tersenyum, Hayato ‘mencolek’ kepala Tobe.

  “Beeh.”

  Seperti bergabung dengan suasananya, Tobe, Ooka, dan Yamato menambahkan.

  “Yeah. Kau melakukannya terlalu sering dan suatu saat kau akan ‘total drop’”.

  “Apa maksudmu To-belly drop?”

  “Oi, kok nama gue sekarang yang dikerjain? “

  Tawa mereka seperti mengisi kelas ini.

  Setelah itu, lelucon Tobe begini, Tobe jangan begitu, dan variasi candaan Tobe berlanjut di kelas 2F, candaan Tobe menjadi tren baru.

  Begitulah grup Hayama, grup yang menentukan opini publik. Candaan Hikitani menjadi sebuah masa lalu.

  Karena mereka, setidaknya aku mendapatkan kembali hariku yang damai.

  Hariku yang damai dimana aku diisolasi dan dibedakan seperti biasanya.

  Bahkan, aku merasa diriku yang sekarang memiliki jarak yang lebih jauh daripada sebelumnya. Kehadiranku di ruangan ini seperti ditelan oleh kegelapan tak berujung.

  Sekarang, aku merasa seperti ninja. Kenalkan, saya Ninja Hikigaya.

  Aku tidak sabar ingin mengunjungi Kuil Kinkaku di Kyoto.
[note: Di manga Naruto ada ninja Kumogakure bernama Kinkaku]







x Chapter I | END x




  Buat yang belum tahu, seusai Upacara Penutupan Festival Budaya, ada gosip kalau Hachiman ini mengatakan kata-kata yang kasar kepada Sagami, dan membuatnya menangis. Para siswa di SMA Sobu, berpikir kalau keterlambatan Sagami datang ke upacara penutupan tersebut karena tidak tahan atas perlakuan Hachiman kepadanya.

  Yang tahu tentang kebenaran antara Sagami dan Hachiman, hanyalah Para Panitia saja, siswa biasa tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

  ...

  Yui kembali mendapatkan predikat Nice Girl dari Hachiman...

  ...

  Hayama masuk ke kelas bersama Ebina, dan ekspresi Hayama terlihat shock.

  Apapun yang mereka bicarakan di luar sana, jelas-jelas membuat Hayama tertekan.

  ...

  Buat yang belum tahu, Saki terlihat salah tingkah dengan Hachiman karena di Festival Budaya, Hachiman tiba-tiba menembaknya...Vol 6 chapter 9.

  ...

  Monolog Hachiman tentang hidup yang tanpa memiliki hubungan dengan orang lain adalah cara hidup terbaik, adalah sebuah kebohongan.

  Karena di vol 1 chapter 2 sediri Hachiman berusaha menjadikan Yukino temannya. Dan juga di akhir volume 6 Hachiman berusaha mengajak Yukino kembali menjadi temannya.

  Mungkin, keputusan untuk hidup tanpa berhubungan dengan siapapun itu dilandasi emosi sesaat karena dirinya sendiri merasa ditolak untuk menjadi teman Yukino.



3 komentar:

  1. Kinkaku kalo gak salah artinya perak. Karna kinkaku dan ginkaku di julukin perak dan emas bersaudara.

    BalasHapus
  2. thanks sangat karna ini yang gua cari cari :DD

    BalasHapus
  3. Momen Saki dan Hachiman gak banyak di Anime... iya sih kurang penting tapi sungguh Saki ini potensial

    BalasHapus