Rabu, 05 Agustus 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 6 Chapter 7 : Ini adalah Festival Budayanya SMA Sobu yang terbaik







X  X  X








  Suara-suara obrolan para siswa mengisi kegelapan. Mungkin setiap obrolan yang kudengar memiliki maksud sesuatu, tetapi dengan banyaknya percakapan yang saling tumpang tindih, aku tidak bisa memahami maksudnya.


  Gorden hitam tergantung di depan panggung, menutup semua panggung pembukaan.


  Dalam kegelapan ini, semua seperti tidak berjarak.


  Dan di momen seperti iniilah semua orang menjadi satu dengan kegelapan.


  Ketika disinari matahari, perbedaan kita seterang hari yang cerah, membuat kita sadar  seberapa besar jarak kita. Tetapi di dalam kegelapan ini, setiap orang terlihat seperti bayang-bayang yang samar.


  Nampaknya, ini cukup masuk akal kenapa semuanya menjadi gelap sebelum acara dimulai.


  Ini berarti kalau orang yang berada di bawah lampu sorot yang memotong kegelapan akan terlihat unik dari kumpulan orang-orang ini.


  Oleh karena itu, orang yang berada di tengah panggung pastilah orang yang spesial.


  Suara dari murid-murid saling memotong satu sama lain.


  Waktu di jam tanganku menunjukkan 9:57


  Hampir tiba saatnya untuk dimulai.


  Aku menekan tombol interkom dan memberi tanda. Mikrophoneku memiliki delay untuk aktif ketika aku menekan tombolnya, jadi aku menunggu dua detik sebelum berbicara.


  [--Tiga menit sebelum dimulai. Tiga menit sebelum dimulai.]






 
Tidak lama kemudian, ada suara datar yang berbunyi di earphoneku.


  [     Ini Yukinoshita. Seluruh staff, tolong laporannya. Kita akan memulai sesuai jadwal. Segera laporkan semua masalah.]


  Setelah dia selesai berbicara dengan suara tenangnya, transmisi diputus dengan suara buzz.


  Lalu suara statis bermunculan.


  [      Lampu panggung, beres]


  [     Ini sound sistem. Tidak ada masalah disini.]


  [     Ini bagian belakang panggung. Persiapan para kru sepertinya butuh sedikit waktu. Tetapi mereka menyanggupi untuk tepat waktu.]


  Beberapa seksi acara memberikan laporannya. Jujur saja aku tidak begitu paham maksud mereka.


  Maksudku, aku sendiri agak ragu dengan pekerjaanku. Sang asisten arsip yang diberikan banyak sekali tugas ketika hari pelaksanaan. Ini termasuk beberapa pekerjaan lain yang berhubungan dengan upacara pembukaan dan penutupan. Pekerjaanku hari ini adalah sebagai pengingat waktu upacara pembukaan. Ini sesederhana seperti mengumumkan "Ini hampir waktunya!" atau "masih ada waktu tersisa." Akupun tidak punya kuasa untuk menolak perintah dari atasan.


  Semua laporan ditujukan ke menara kontrol, Yukinoshita.


  [     Laporan diterima. Semua orang siap sedia sampai ada petunjuk lebih lanjut.]


  Aku berada di depan panggung dan menatap jam tanganku.


  Setiap detik yang ada di jamku, suasana semakin sunyi.


  Ruangan ini sebenarnya adalah ruangan olahraga indoor dan sekarang terisi oleh banyak sekali siswa. Dan ini seperti memperlihatkan makhluk-makhluk yang tinggal di dalam kegelapan.


  Satu menit sebelum acara dimulai dan ruangan ini larut dalam kesunyian.


  Semua orang berada di momen yang sama, lupa siapa yang berbisik, dan terdengar seperti orang yang menggerutu.


  Aku menekan tombol interkom.


  [     Sepuluh detik]


  Aku tetap menahan tombol interkom dengan jariku.


  [Sembilan]


  Mataku terus menatap jam tangan.


  [Delapan]


  Aku berhenti mengambil napas.


  [Tujuh]


  Aku mengembuskan napasku.


  [Enam]


  Aku mengambil napas sebentar.


  [Lima detik]


  Tolong siapa saja gantikan aku menghitung mundur!


  [Empat]


  Aku seperti terhipnotis.


  [Tiga]


  Lalu, suara menghitungku menghilang begitu saja.


  Meski begitu, aku melihat seseorang menghitung [Dua] dengan jari-jarinya.


  Yukinoshita melihat dari arah samping panggung antara tempat sound sistem dan lantai kedua, dia melihat ke arah depan panggung.


  Lalu, hitungan final, [Satu], berakhir di kepala kita masing-masing.


  Seketika, panggung disinari dengan lampu sorot.


  'Hey, kalian semua! Apa kalian ingin melakukan hal bernama budaya!?"


  "Yeaaaaaaah!"


  Meguri-senpai muncul tiba-tiba di panggung dan menemui penonton.


  "Khas dari Chiba, Dansa dan     !?"


  "Festivaaaaal!"


  Apa slogannya sudah tersebar dengan baik...?


  "Karena kita warga bodohnya Chiba, mari kita berdansa dan     !?"


  "Bernyanyiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!"


  Merespon pertanyaan misterius Meguri-senpai, para siswa berteriak kencang.


  Setelahnya, musik dansa seperti sedang meledak.


  Ini adalah pembukaan. "Ini adalah kerjasama dari klub dansa dan cheerleader," Meguri-senpai melanjutkan kata-kata antusiasnya sementara para siswa berdansa di panggung, becanda satu sama lain, dan melebarkan lengan mereka kesana-kemari, seperti menebarkan api kegembiraan.


  ...Wow, terlihat bodoh. Sekolah kita memang bodoh.


  Apa-apaan sih dengan kata 'berbudaya'?


  Oops. Aku tidak mau larut dengan mereka.


  Fokus kerja, kerja...


  [     Ini sound sistem. Lagunya sebentar lagi akan habis.]


  Sebuah laporan datang dari sound sistem.


  [     Dimengerti. Ketua Sagami, bersiap.]


  Yukinoshita yang mendengarkan laporan memberikan responnya satu sama lain. Instruksi tersebut juga terkirim ke earphone pembawa acara, Meguri-senpai.


  Team dansa keluar melalui kiri panggung dan Meguri-senpai di kanan panggung memanggil, "Selanjutnya, kita akan ada beberapa kata dari Ketua Panitia Festival Budaya."


  




  Sagami nampak tegang ketika berjalan menuju tengah panggung. Nampak ribuan orang menatapnya di panggung.


  Sebelum dia mencapai tengah panggung yang sudah ditandai, kakinya nampak membeku. Tangannya yang memegang wireless mikrophone tampak bergetar.


  Ketika dia sudah berusaha menaikkan tangannya yang membeku, dia berbicara di mikrophone.


  Ketika itu, suara EEEEEEENG muncul memekakkan telinga.


  Penonton tiba-tiba tertawa keras mendengarnya.


  Aku sebenarnya tahu kalau mereka tidak bermaksud untuk menertawainya. Lagipula, aku selama ini hidup dengan selalu ditertawakan. Aku bisa tahu jenis-jenis tertawaan orang dengan mudah hanya dengan mendengar tawa mereka menyentuh kulitku.


  Tetapi dengan Sagami yang terpaku berdiri di panggung dan berusaha menghadapi rasa gugup dan kesendirian, aku ragu pikiranku tadi sempat dipikirkannya.


  Bahkan ketika tertawaan tersebut sudah mulai mengecil, dia tidak bisa mengatakan apapun.


  Meguri-senpai memegang mikrophonenya dengan cemas dan berusaha membelikan waktu untuknya, "...Oke, sekali lagi. Ketua Festival Budaya, tolong sepatah dua patah katanya!"


  Suaranya membuat Sagami bergerak dan dia membuka kertas sambutannya yang sebelumnya dia remas-remas. Jari-jarinya membuat kertas kecil tersebut terjatuh. Kertas tersebut terjatuh seperti puff, dan mengundang tawa yang lebih keras dari keramaian.









  Dengan dipenuhi rasa malu, Sagami mengambil kertas tersebut di lantai panggung. Suara-suara, "Lakukan yang terbaik!" diteriakkan oleh penonton. Mereka sebenarnya tidak ingin membuatnya terluka. Dan aku juga tidak berpikir kalau itu akan membuatnya lebih tegar. Bagi yang pernah mengalami sebuah penderitaan, tidak ada yang bisa kaukatakan kepada mereka. Yang mereka inginkan hanyalah diam seperti objek tak bernyawa. Mereka hanya ingin diacuhkan seperti batu di pinggir jalan.


  Meski sambutan Sagami sudah tertulis di kertas itu, dia mengatakannya dengan terbata-bata, kata demi kata.


  Sebagai yang bertugas untuk menjaga waktu, aku memberitahunya untuk segera menyelesaikan sambutannya dengan memutarkan lenganku membentuk lingkaran karena waktu sambutan untuknya sudah habis. Sagami, nampaknya, tidak menyadari tanda-tanda dariku.


  [     Hikigaya-kun. Beri tanda kepadanya untuk menyelesaikan secepatnya.]


  Suara Yukinoshita yang berbicara kepadaku bercampur dengan bunyi statis. Aku menatap ke ruangan sound sistem di lantai dua dan Yukinoshita sedang melihat ke arahku dengan kedua lengannya menyilang.







 
[     Aku dari tadi sudah melakukannya. Dia sepertinya tidak melihatku.]


  [     Oh begitu...Nampaknya aku telah memilih orang yang salah untuk tugas ini.]


  [     Apa itu tadi pukulan jab untuk mengatakan aku tidak memiliki aura kehadiran yang cukup?]


  [     Oh, kamu sendiri yang mengatakannya. Lagipula, dimana kamu? Di tempat penonton?]


  [     Benar-benar menghinaku. Bukannya kamu sendiri sedang melihat ke arahku sekarang?]


  Aku secara spontan membalasnya. Mungkin saja kata-kataku di awal tadi tidak terdengar di interkom.


  [     Um, Ibu wakil ketua? Semuanya mendengarkan...]


  Aku mendengarkan suara itu secara samar-samar di interkom.


  ...Benar juga. Interkom terbuka untuk semua orang, bukan? Aku baru saja membuat kenangan yang super memalukan.


  Beberapa saat setelah seorang panitia mengatakan sesuatu di interkom, ada suara yang muncul di earphone.


  [     ...Kita akan melanjutkannya sesuai jadwal. Tolong beritahu semua orang.]


  Upacara pembukaan akhirnya diakhiri dengan sambutan ketua dan kita berpindah ke panggung selanjutnya.


  Itu adalah upacara pembukaan yang buruk.









x  x  x







  Upacara pembukaan tadi adalah awal dari Festival Budaya.

  Festival Budaya akan berlangsung selama dua hari, tetapi dibuka untuk masyarakat umum di hari kedua. Di hari pertama hanya untuk kalangan siswa SMA Sobu.

  Ini adalah Festival Budaya keduaku di sekolah, tidak ada yang spesial untuk kusebutkan. Ini adalah Festival Budaya yang seperti kamu lihat di sekolah-sekolah pada umumnya.

  Setiap kelas menyuguhkan atraksinya, klub budaya menampilkan demonstrasi dan sebuah penampilan, dan para sukarelawan bermain band.

  Makanan dan minuman yang dibuat di tempat menjadi laris saat ini. Tidur di sekolah untuk menyiapkan festival sudah dilarang di sekolah kami.

  Tetapi orang-orang terasa sangat bersemangat, jadi Festival Budaya itu sendiri memang benar-benar sesuatu. Orang-orang menikmati "Festival Budaya" sebagai ikon; di lain dunia, mereka menikmatinya sebagai abnormalitas dari kegiatan harian mereka, tidak untuk skala dan kualitasnya.

  Itu yang bisa kau harapkan dari sebuah festival.

  Secara umum, antusiasme itu juga tercermin dari suasana yang kulihat ketika aku berjalan menuju kelasku, 2F.

  Pertempuran untuk mencari pelanggan terlihat di lorong yang sebelumnya tampak biasa-biasa saja. Pamflet dibagikan, ada grup dengan memakai tongkat yang berbaris, dan orang-orang dengan kostum pesta yang dibeli dari toko Don Quijote nampak berkeliaran. Wow, benar-benar menggangguku.

  Aku kembali ke kelasku setelah membersihkan upacara pembukaan. Ketika aku kembali, kelas seperti sedang dalam situasi yang kacau. Semua orang nampak sibuk membuat sentuhan akhir penampilan perdana mereka.

  "Ada apa dengan make-up ini!? Apa yang kau lakukan!? Make-upnya terlalu tebal!"

  "Apa-apaan, apa kamu ketakutan? Ini lucu sekali, serius ini. Semua orang datang kesini hanya untuk melihat Hayato. Bukankah harusnya kamu, bersikap tenang?"

  Ebina-san melampiaskan kemarahannya sementara Miura memberikan instruksi ke siswa-siswa lainnya. Apa orang-orang tampak lebih dekat dalam beberapa bulan terakhir atau setengah bulan terakhir?

  Mereka tertawa, mereka menangis...Mungkin mereka akan berteriak satu sama lain... Mereka seperti hanya satu langkah sebelum pecah menjadi perkelahian, tetapi, mereka bisa melihat perasaan satu sama lain dan menjadi satu...mungkin...Well, aku tidak tahu persis karena aku tidak bergabung dengan mereka sejak awal.

  Tidak ada pekerjaan untukku pada saat ini, jadi aku hanya berdiri di dekat pintu masuk kelas, dan berpura-pura sibuk sambil menggumam "ya, benar..."

  "Kamu hanya pura-pura sedang bekerja, ataukah memang tidak ada kerjaan lain?" kata-kata tersebut harusnya terdengar dari mulut Bossmu. Aku memutarkan badanku dan seseorang berdiri disana, benar saja, ini Bossnya, well, Boss dari Festival Budaya 2F, Ebina-san. "Kalau kamu enggak ada kerjaan, bisa tolong atasi bagian resepsionis? Atau kamu ingin bergabung dan bermain di panggung?"

  Tidak, tidak. Aku menjawabnya dengan menggelengkan kepalaku.

  "Oke, kalau begitu kamu ke bagian resepsionis. Biarkan orang-orang tahu kapan kita akan tampil. Yang kamu lakukan adalah menjawab pertanyaan itu ketika mereka bertanya itu."

  "Tunggu dulu, aku bahkan tidak tahu kapan jam tampilnya atau lainnya."

  "Oh itu tidak masalah. Aku sudah menempelnya di pintu masuk. Tetapi akan terlihat bodoh jika tidak ada seseorangpun yang duduk di depan. Dengan kata lain, kamu tinggal duduk saja disitu."

  Serius ini, cuma duduk? Pekerjaan impian macam apa ini? Aku akan menggunakan ini sebagai pengalaman pekerjaanku dan menggunakannya sebagai referensi pekerjaan masa depanku.

  Aku pergi meninggalkan ruang kelas seperti yang dikatakannya dan seperti katanya, ada meja panjang yang terlipat dengan dua kaki dan tiga kursi terlipat di lantai. Hmph. Ayo kita kerjakan ini.

  Aku mencoba mendirikan meja tersebut dan kursinya; pekerjaan selesai. Itu sangat keren! Ini mungkin adalah sifat dari semua pria, tetapi aku sangat menyukai benda-benda yang berubah wujud. Aku juga suka melipat-lipat benda juga. Sebenarnya di kelas, aku sering mencabut pensilku menjadi beberapa potongan dan menyatukannya kembali.

  Ada poster yang memberikan detail jadwal dari penampilan kelas kami di tembok dan ditulis dengan huruf besar. Karena poster itu berada di sampingku, maka aku tidak berpikir kalau akan ada yang bertanya kepadaku tentang jam penampilan mereka.






  Lima menit sebelum jam penampilan dimulai. Ketika aku duduk terdiam, kelas 2F terdengar sangat ramai di dalam kelas. Aku mengintip ke dalam untuk mengetahui apa yang terjadi.

  "Aww yeah! Ayo berkumpul!" kata Tobe.

  Semua orang menggerutu "Enggak mungkin" dan "Serius ini?" tetapi tetap membentuk lingkaran.

  "Kau tahu, kita tidak akan bergerak sampai Ebina-san disini. Ayolah, kesini. Ke tengah sini!"

  Tidak ada konsep tengah di dalam kerumunan, pikirku, tetapi Tobe sudah menyiapkan sebuah spot untuknya. Posisi tersebut adalah posisi dimana dia bisa menyentuh bahu Ebina-san dengan lengannya. Idemu memang cukup berani, Tobe. Kamu memang ahli strategi yang kuakui.

  Lalu, Miura mendorong lengan Ebina-san ke spot itu seperti sedang mensupport strategi itu. "Ayo Ebina. Segera kesana."

  Dia didorong ke tenga kerumuman dan dia benar-benar di tengah kerumunan. Di tengah kerumunan, semua orang melingkari Ebina-san. Tobe...

  Ebina-san memutarkan badannya dan melihat ke semua orang. Matanya tertuju ke suatu sudut.

  "Ayo Kawasaki-san, kamu juga."

  "A-Aku? Aku baik-baik saja disini..."

  "Ya ampun, begitu lagi. Kamu harus bertanggung jawab karena kamu yang membuat kostum-kostum ini, oke?"

  "Huh...? Bukankah kamu yang mengatakan tadi kalau kamu bisa menghandlenya?" Kawasaki komplain sambil berjalan menuju kerumunan.

  Ketika semuanya, kecuali diriku, sudah bergabung, Yuigahama melihat dari balik bahunya ke arahku. Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku kepadanya. Wajahnya berubah menjadi sedih.

  Aku baik-baik saja disini. Aku lebih baik tidak bergabung. Akan terasa aneh kalau aku berada disana bahkan aku tidak melakukan apapun untuk kelas, maka kali ini tinggalkan aku sendiri.

  Kalau aku merasa tidak percaya diri berada disana, maka aku lebih baik tidak berada disana. Maksudku, lihat Sagami disana. Dia terlihat agak rendah diri disana.

  Sagami tidak memiliki ekspresi ceria di kerumunan itu. Dia mungkin masih merasa kejadian upacara pembukaan barusan menghantui dirinya, bisa jadi juga karena dia sadar kalau dia tidak memiliki partisipasi dalam kegiatan 2F.

  Orang-orang biasa membuat ranking partisipasi ketika mengerjakan apapun. Sagami pada saat ini seperti merefleksikan rankingnya sendiri. Dan kupikir aplikasi dari ranking itu sendiri juga terdapat di orang-orang yang jauh dari Miura, Hayama, dan lainnya, merupakan diluar ranking itu, berada di pinggir kerumunan.

  Mental jarak tersebut adalah sesuatu yang sudah mengakar dalam realita kehidupan.

  Dalam kasus ini, Ebina-san, adalah pusat dari semuanya, tanpa ragu dialah hati dari Festival Budaya kelas ini.

  Setelah Ebina-san berteriak, semuanya mengikutinya.

  Agak terkejut memang, kupikir tidak begitu buruk melihat kerumunan ini dari luar.









  x  x  x






  Ruangan kelas diliputi kegelapan dan terisi hingga ke pojokan.

  Ebina-san memutuskan kalau ruangan sudah tidak mampu menampung lebih banyak penonton lagi dan memberitahuku untuk memberi pengumuman di pintu kalau ruangan kelas sudah penuh dan tidak bisa menerima penonton yang lebih banyak lagi.

  Setelah menaruh pengumumannya, aku memindahkan meja panjang tersebut ke depan pintu agar tidak ada orang lagi yang bisa masuk.

  Aku mengintip dari celah kecil di jendela kelas.

  Sudah saatnya gorden pertunjukan dinaikkan.

  Aksi pembuka dimulai dari monolog si narator yang dimainkan oleh Hayama.

  Lampu sorot diarahkan ke Hayama.

  Para penonton tiba-tiba berubah menjadi riuh. Sepertinya penontonnya terdiri dari teman-teman Hayama dan para penggemarnya.

  Latar belakang menggambarkan gurun dengan sebuah pemandangan pesawat yang jatuh. Gambar suasana yang diceritakan oleh monolog si narator digambarkan oleh sebuah grup dengan beberapa pria menggunakan kostum kartun dan muncul di panggung. Dua orang berpura-pura menjadi binatang yang dililit ular boa. Adegan komikal ini membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal.

  Monolog Hayama terus berlanjut.

  Lalu datanglah, "Permisi, bisakah kau menggambarkanku seekor domba?" Bayang-bayang Totsuka muncul di panggung mengatakan kalimatnya.

  "Eh? Apa itu?" Hayama menatap arah suara kecil tersebut.

  Totsuka mengulangi kata-katanya lagi, "Tolong gambarkan aku seekor domba."

  Lalu lampu sorot mengarah ke Totsuka yang berdiri di pinggir panggung. Kostum dan penampilan Totsuka yang manis mengundang reaksi penonton.

  Sekarang keduanya telah bertemu, cerita berlanjut ke babak baru.

  Ketika si pangeran kecil mulai menceritakan cerita tentang planet asalnya, seorang pria memakai pakaian ketat berwarna hijau dan topi merah menggambarkan situasi planetnya dengan nada seperti seorang wanita.

  Ini adalah adegan terburuk dari cerita. Mayoritas cerita dari "sang pangeran kecil" yang mengunjungi berbagai planet hanya dipentaskan di sandiwara pendek saja.

  Sang Raja yang hendak menyombongkan kekuasaannya sedang terbungkus berlapis-lapis karpet yang dikumpulkan dari berbagai rumah. Yamato, yang berperan sebagai Raja, seperti sedang kepanasan.

  Sang Pria Angkuh yang hanya ingin dipuji selama hidupnya sedang terbungkus oleh alumunium. Tobe yang memainkan peran itu, seperti sedang linglung.

  Sang Pemabuk yang selalu minum alkohol untuk melupakan kejadian memalukan tentang dirinya, sedang dikelilingi oleh satu rat minuman Onikoroshi "Demon Slayer". Sang ketua kelas 2F, Oda atau Tahara atau entah siapa namanya memainkan peran itu dan wajahnya terlihat memerah sehingga tampak benar-benar mabuk.

  Lalu sang Pebisnis seperti menghitung sesuatu dan berteriak, "Lihat, aku adalah orang penting sekarang!" Karena Ebina-san telah membimbingnya dengan baik, kostum pria berkelas yang dipakainya terkesan cocok untuk dilihat.

  Si Tukang Lampu yang sedang mengerjakan pekerjaannya terlihat memakai kostum mekanik yang terlihat kotor dan berdebu. Orang yang memerankannya adalah si oportunis Ooka, yang kupikir dia cocok untuk memerankannya.

  Si Ahli Geografi, yang tidak pernah belajar, menulis apa yang diceritakan orang-orang tetapi tidak mengetahui apapun, terlihat dikellingi peta dan miniatur bola dunia. Oda atau Tahara atau entah siapa namanya sedang membaca buku, memberikan kesan seorang yang terpelajar.

  Meskipun orang-orang yang sama dengan cepat berganti peran (mungkin) dan Kawasaki mendesain kostumnya dengan sangat baik (pastinya), penampilan mereka nampaknya mengundang decak kagum dari penonton.

  Dan kemudian, di panggung, sang 'pangeran kecil' dikirim ke Bumi.

  Sang Pangeran Kecil mendarat di gurun, bertemu dengan ular, dan dikelilingi oleh banyak sekali mawar berduri. Lalu Sang Pangeran Kecil menyadari kalau dia tidak memiliki apapun untuk melawannya.

  Para penonton sangat emosional melihat keadaan Totsuka yang menyedihkan. Karena Totsuka memang sangat manis, maksudku, karena Sang Pangeran Kecil terlihat lemah tak berdaya, bahkan akupun ingin mendatanginya dan memberikan pelukan ke pria kecil itu.

  Lalu ada seorang pria memakai jubah dengan topeng rubah muncul.

       Oh, ini adegan favoritku.

  Sang Pangeran Kecil mengajak si Rubah.

  "Bermainlah denganku. Aku sangat sedih saat ini..."

  Si Rubah menjawab.

  "Aku tidak bisa bermain denganmu...Aku bukan binatang yang jinak."

  Kata-kata "Bukan binatang yang jinak" menarik perhatianku. Itu sebenarnya adalah kata yang berlawanan dengan "menjadi dekat".

  Agar bisa menjadi dekat adalah situasi dimana kita harus menjinakkan berbagai hal, menjinakkan hal-hal yang menghalangimu untuk dekat dengan seseorang, ataupun semuanya, tanpa memberikan satupun masalah. Kadang kala, bahkan jarak dan pikiranmupun menjadi jinak. Taringmu hancur, cakarmu patah, dan tandukmu dicabut. Kamu akan diperlakukan dengan hati-hati, seperti sedang menyentuh tumor tanpa menyakitinya, atau bahkan melukainya. Pemikiran satir seperti itu muncul dari kata-kata "menjadi dekat" ketika aku memikirkannya lebih jauh.

  Ketika aku sedang berpikir, adegan berlanjut ke tahap selanjutnya.

  "Pertama-tama, duduklah agak jauh dariku, seperti ini, di rumput itu. Aku akan melihatmu dari sudut mataku dan kamu tidak akan mengatakan sepatah-katapun; karena kata-kata adalah sumber dari kesalahpahaman."


  Sang Pangeran Kecil dan Si Rubah tenggelam dalam dialog satu dan lainnya.


  Lalu, keduanya saling menjinakkan satu sama lain.


  Namun, tiba saatnya bagi mereka berdua untuk berpisah.


  Sebagai hadiah perpisahan, Si Rubah memberitahu Sang Pangeran Kecil sebuah rahasia. Ini adalah adegan dimana sandiwara "Sang Pangeran Kecil" sangat terkenal.


         Yang paling berharga adalah apa yang tidak terlihat oleh mata.


  Setelah Si Rubah meninggalkannya, Sang Pangeran Kecil mengunjungi beberapa tempat dan akhirnya kembali ke gurun lagi.


  Sang Narator dan Sang Pangeran Kecil mencari mata air di gurun itu.


  "Apa yang membuat gurun itu indah yaitu memiliki mata air di suatu tempat."


  Para penonton seperti memiliki banyak tanda tanya terhadap kata-kata Totsuka tadi. Itu sebenarnya adalah kalimat yang menggambarkan sandiwara "Sang Pangeran Kecil". Mungkin masih banyak orang yang belum tahu tentang sandiwara itu.


  Sebenarnya, Sang Narator dan Sang Pangeran Kecil yang melewati banyak dialog, menghabiskan waktu bersama, dan menyatukan perasaannya. Ngomong-ngomong, skenario awal yang Ebina-san tulis menambahkan "Bibir dan tubuh mereka saling menyentuh satu sama lain". Serius, ada apa dengannya?


  "Pangeran Kecil...Aku sangat menyukai cara tertawamu..."


  Kalimat Hayama membuat beberapa gadis di bangku penonton histeris. Kupikir kalau ada perekam suara dan merekam kata-kata barusan, bisa kujual dan aku akan dapat uang banyak dari itu.









  "Kita akan tetap bersama selamanya..."

  Kalimat lain dari Hayama yang membuat penonton menghembuskan napas panjang mereka seperti sedang berada di adegan itu. Yeah. Kita harusnya membuat bantal yang bisa berbicara seperti tadi. Aku merasakan kalau itu akan menjadi sangat laris.


  Dan akhirnya, tiba adegan akhir.


  Sang Pangeran Kecil digigit ular dan pingsan tanpa mengatakan suara apapun. Totsuka berakting seperti akan meninggal dan mencuri napas para penonton.


  Panggung tiba-tiba menjadi gelap gulita.


  Lampu sorot sedang menyinari Hayama.


  Adegan final berisi monolog dari Sang Narator.


  Ketika adegan selesai, para penonton memberikan tepuk tangan yang membahana.


  Sekedar memberi tahu, penampilan perdana 'Drama Musikal Sang Pangeran Kecil' berakhir dengan kursi terisi penuh.


  Ngomong-ngomong, kamu tidak bisa menyebutnya musikal. Sebenarnya lebih tepat seperti hanya sebuah drama saja...Mereka bahkan tidak menampilkan lagu ataupun tarian.












x  x  x








  
  Pintu ruang kelas tertutup ketika sedang tidak ada pertunjukan drama.

  Nampaknya menjadi resepsionis berarti juga menjadi penjaga rumah seperti duduk di kursi lipat di pintu masuk kelas sementara teman-teman sekelasku beristirahat atau mengunjungi pameran kelas lain.


  Besok, aku harus pergi mengelilingi sekolah untuk tugas panitia festival sebagai asisten arsip, jadi hanya hari ini aku bisa ikut serta membantu kelasku. Merasa tidak membantu banyak ketika masa persiapan drama 2F dan besok sudah dijejali jadwal padat panitia festival, kurasa cukup adil jika tugas yang diberikan kelasku hari ini untukku hanyalah diam disini. Aku ingin berterima kasih ke teman-teman sekelasku karena mereka sudah susah payah menciptakan tugas ini untukku dan menganggapnya sebagai bentuk partisipasi bagi kelasku.


  Well, orang-orang yang punya pikiran seperti itu tidaklah banyak. Aku punya ide tentang siapa yang mengusulkan tugas itu.


  "Kerja bagus hari ini."


  Sebuah bungkusan plastik ditaruh di atas meja. Aku melihat ke arah atas dan ternyata itu Yuigahama.


  Dia mengambil kursi lipat yang bersandar di tembok, membuka lipatannya, dan menaruhnya dengan kata "ooph". Apa kamu semacam nyonya tua atau bagaimana?


  "Jadi, bagaimana penampilan mereka?"


  "Kupikir terlihat bagus? Setidaknya penonton menyukainya."


  Mengesampingkan fakta bahwa dramanya sendiri tidak cukup bermain maksimal, tetapi dapat membawa suasana penontonnya. Bakat dari Ebina-san sendiri cukup misterius bagiku, tetapi kupikir drama tersebut bisa dikatakan menghibur, meminjak kata-kata Tobe tentang sesuatu yang 'fun'.


  Tidak ada yang perlu di komplain, karena ini hanyalah level Festival Budaya SMA. Membuat orang-orang dengan jaringan sosial seperti Hayama, Tobbe, dan Ooka menjadi bagian dari pemerannya adalah kesukaan orang-orang, kupikir mereka berhasil memaksimalkan kegembiraan yang didapatkan oleh orang-orang yang mereka kenal dengan menonton dramanya.


  Melihat seseorang yang kau kenal dan memainkan karakter yang berbeda, melihat orang tersebut memainkan peran yang berbeda adalah hal yang menyenangkan kalau dibandingkan karakter asli mereka sendiri yang juga bisa disebut 'fun'.


  Dengan itu, drama musikal ini bisa kusebut layak pentas. Yang terpenting adalah, itu karena Totsuka terlihat manis di dalamnya.


  "Orang-orang bena-benar serius melakukannya," Yuigahama mengatakannya sambil melemaskan tubuhnya dan meluruskan punggungnya dengan menggerutu. Nada suaranya mencerminkan bagaimana kerja keras yang mereka lakukan hingga hari ini. Kalian semua telah melakukan kerja yang baik, sungguh...Ngomong-ngomong, tolong berhenti melakukan pelemasan dengan mencondongkan badan ke depan memakai T-shirt, aku akan selalu melihat ke arah dada dan pusarmu.


  "Well, kupikir begitu. Aku yakin mereka telah bekerja keras. Tetapi aku tidak ada disana, jadi aku tidak begitu tahu."


  "Duh, kamu kan memang jadi panitia festival. La-lagipula...Apa kamu merasa terganggu karena ditinggalkan ketika kita berkumpul tadi?" Yuigahama saling menyentuhkan kedua ujung jari telunjuknya dan melihat ke arahku. Ini adalah kebiasaannya ketika di bertanya sesuatu yang sensitif. Dia seperti mengkhawatirkan hal-hal yang tidak perlu.


  "Enggak juga. Lagipula, aku tidak membantu apapun, jadi aku merasa berada disana adalah hal yang kurang tepat." Itu memang tidak mengubah fakta kalau dia tadi mempedulikan kondisiku. Aku tadi juga meresponnya, yang itu adalah hal yang sangat jarang kulakukan.


  Yuigahama tersenyum. "...Aku tahu kalau kau akan mengatakannya."


  "Huh, bagaimana kau tahu?"


  Agak memalukan kalau kau tahu apa yang akan kukatakan selanjutnya, jadi tolong hentikan itu.


  Yuigahama bersandar ke kursi sambil membelakangi papan hitam dan tertawa.


  "Duh. Maksudku, kau selalu serius tentang hal-hal yang aneh. Aku bisa tahu dengan hanya melihatmu."


  "Apa, apa kamu melihatku...?"


  Lalu kursinya bergoyang karena terkejut. Ketika aku melihatnya, Yuigahama melambaikan tangannya di depan dadanya. "Ah, hanya becanda. Lupakan saja tadi. Aku tidak melihatmu terus. Maksudku aku hanya kebetulan sering melihatmu begitu."


  "Uh, itu tidak seperti kamu tidak bisa atau semacamnya..." Aku menggaruk-garuk kepalaku.


  Lalu kita berdua terdiam. Pada saat itu, suara berisik dari dua kelas sebelah mulai menjadi lebih gaduh.


  Sepertinya kelas 2E dan 2G cukup laris.


  Secara umum, kelas 2E. Mereka memiliki atraksi jet coaster dan nampaknya terdapat antrian panjang siswa yang ingin mencobanya.


  Orang-orang yang tidak sabaran mengantri mulai komplain dan siswa kelas 2E nampaknya tidak tahu bagaimana cara berurusan dengan mereka.


  Yang aneh, barisan antrian lainnya tercipta. Dan tidak terbatas ke satu baris antrian. Memang sesuatu yang menjual memberikan hal yang berbeda.


  Situasi kelas 2E sepertinya menciptakan antrian yang lebih panjang.


  "Wow, nampaknya cukup berat," Yuigahama menggumam.


  "Situasinya akan tidak terkendali jika terus seperti itu, benar tidak?"


  "Dari apa yang kulihat, kelas 2E tidak memiliki cukup orang jadi mereka tidak bisa memproses antriannya cukup cepat. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum lorong kelas berubah menjadi kekacauan.


  Sebelum itu terjadi.


  Priiiiiiiiit      Terdengar suara peluit.


  Kulihat arah suara itu dan ada Meguri-senpai.


  "Tuan-tuan, tolong rapikan," Meguri-senpai mengatakannya meskipun tidak ada orang yang datang melakukannya. Tiba-tiba, ada beberapa pengurus OSIS muncul. Mereka mengorganisasi antrian dan memindahkan sisa orang-orang tadi ke suatu tempat. Apa kalian ini semacam staff Comiket atau sejenisnya?


  "Apa perwakilan kelas 2E ada disini?" Yukinoshita muncul disana juga. Dia meminta perwakilan kelas untuk muncul, mendengarkan situasinya, lalu pergi untuk menangani situasinya.









 
"Yukinon sangat keren..."


  "Tentu saja. Aku bisa melihat para siswa 2E ketakutan..."


  Bagi kita, Yukinoshita yang seperti itu adalah Yukinoshita yang biasanya, tetapi bagi orang-orang yang belum kenal baik dengannya, aura dinginnya sangat menakutkan.


  "Tetapi dia terlihat lebih baik sekarang."


  "...Itu benar."


  Yukinoshita menghembuskan napas kecil setelah selesai memberitahu solusi masalah antrian tersebut ke perwakilan kelas. Dia melihat ke arahku sejenak. Tetapi dia kemudian memalingkan pandangannya dan berjalan pergi. Mungkin dia memiliki pekerjaan lain yang menunggunya.


  Ketika kami melihatnya pergi, aku berbicara ke Yuigahama yang duduk di sebelahku, "Hey, bisa kutanya sesuatu?"


  "Hm? Ada apa?" Yuigahama menaruh dagunya di kedua tangannya yang berada di atas meja dan menjawabnya tanpa menoleh.


  "Ketika kita dulu mengunjungi tempat Yukinoshita, apa kalian membicarakan sesuatu?" tanyaku.


  Yuigahama menggumam sambil berpikir, "Tidak ada."


  "Huh?" Aku bertanya penjelasan yang lebih detail dengan gestur tadi.


  Yuigahama kemudian menceritakan lanjutkan kegiatan hari itu. "Ini kejadian ketika kamu sudah pulang, Hikki. Kami berdua lapar, jadi kami makan malam bersama. Lalu kita menonton berbagai macam DVD. Setelah itu, aku pulang ke rumah... Jadi aku tidak bertanya kepadanya sesuatu yang kamu ingin tahu, Hikki."


  Kalimat terakhirnya seperti mengatakan ada sesuatu yang aku ingin tahu tetapi dia menolak mengatakannya.


  "...Well, bukannya aku ingin tahu sesuatu sih."


  "Benarkah? Aku juga ingin tahu sesuatu juga."


  "Huh? Jadi kenapa     "


        Jadi kamu tanya apa kepadanya? Aku ingin bertanya itu, tetapi melihat keadaannya sekarang, aku menahan kata-kataku. Ekspresinya melihat Yukinoshita dari kejauhan yang berbelok ke salah satu sudut cukup polos sehingga aku ragu untuk bertanya lebih jauh.


  "Kau tahu, aku ingin menunggu Yukinon. Aku pikir dia berusaha untuk mengatakannya kepada kita dan berusaha agar lebih dekat dengan kita...Oleh karena itu aku akan menunggunya."


  Itu adalah jawaban yang kau harapkan dari Yuigahama.


  Yuigahama pasti akan menunggu. Karena dia selama ini terus berusaha dekat dengannya. Yukinoshita sangat memahami ini dan oleh karena itu dia berusaha melangkah maju dengan berusaha dekat dengan kita.


  "Tetapi aku tidak akan menunggu orang yang tidak akan berjalan kemanapun."


  "Huh? Tentu saja tidak ada gunanya menunggu orang seperti itu."


  Yuigahama tersenyum kecil. Dengan pipinya yang tertutup tangannya, dia mengarahkan tubuhnya ke arahku secara perlahan-lahan.


  Di depan kelas yang sedang istirahat, orang yang berlalu-lalang semakin padat.


  Kali ini, aku bisa mendengar suaranya secara jelas, dengan nada yang lebih dewasa dari biasanya.


  "Bukan itu maksudku. Aku tidak akan menunggu...tetapi aku yang akan berjalan duluan."


  Aku kaget sekali. Seperti sebuah rasa sakit yang bisa membunuhku.


  Ketika aku melihat ke arah Yuigahama dengan matanya yang berbinar-binar, membuatku berpikir tentang arti dari kata tersebut. Jika aku memikirkannya, maka akan bertemu dengan jalan buntu. Dan pada akhirnya, aku akan menjadi salah paham lagi. Aku sampai saat ini sudah salah paham tentang banyak hal. Tetapi kali ini, aku tidak ingin ada salah paham lagi diantara kita, aku yakin itu.


  Oleh karena itu aku tidak punya kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya.


  "Benar begitu...?"


  "Uh huh, benar."








  Aku memberinya respon abu-abu dan Yuigahama tersenyum malu-malu. Ekspresinya memberitahuku kalau diskusi telah berakhir.


  Kami berdua menghembuskan napas kecil dan memalingkan pandangan.


  Ketika itu, mataku menemukan bungkusan plastik yang berada di atas meja.


  "Ngomong-ngomong, itu apa?"


  "Oh, aku lupa. Kamu belum makan siang, bukan?"


  Dia memutar bungkusan itu dan membuka kertas pembungkusnya. Lalu dia mengambil sesuatu dari dalam bungkusan itu. Huh, seperti mengingatkanku akan boneka matryoshka. Ternyata isinya adalah sesuatu yang berbeda.


  Itu seperti roti, atau semacamnya. Sebuah roti berbentuk kotak.


  Dihiasi cream segar bercampur dengan sirup coklat dengan warna yang berbeda-beda. Tetapi intinya adalah itu sebuah roti. Meskipun juga berbentuk kotak. Lagipula, ini kan cuma gambar kertas pembungkusnya.


  Tetapi Yuigahama mengangkat karton pembungkusnya.


  "Tada! Roti Panggang Madu!"


  ...Ooh, jadi ini adalah Roti Panggang Madu yang populer di Restoran dan Karaoke Pasela.


  Aku melihatnya dengan tatapan yang penuh semangat. Yuigahama menatapku dengan tatapan aneh, "Eh, bukannya ada apa-apa. Aku pernah melihat ini di Pasela Stasiun Chiba."


  "Uh, sebenarnya aku tidak membelinya disana, aku membuatnya sendiri."


  Di tangan seorang amatir, nampaknya kualitas seperti ini yang kau dapatkan. Tentu saja, jika seorang pro yang membuatnya, mungkin rotinya akan terasa lebih bagus. Maksudku, ni cuma sebuah roti, serius saja. Bisakah dia berusaha sedikit lebih keras untuk membuatnya terlihat seperti sebuah roti? Ini jelas-jelas roti.


  "Yoink," Yuigahama mengeluarkan kata-kata energiknya ketika memotong kue itu dan meletakkannya ke piring kertas. Jadi kau melakukannya dengan tangan...Well, baiklah.


  Aku mencicipi kue madu tersebut.


  "Sangat enak!" Yuigahama membuat ekspresi ceria, sambil memakan cream yang menempel di wajahnya. Dia pasti orang yang ceria. Dia terlihat sangat gembira.


  Ketika melihat ekspresinya, aku mulai berpikir untuk menyukai kue madu ini.


  Aku hendak mencicipi sedikit ke mulutku untuk berjaga-jaga kalau sesuatu yang buruk menimpaku.


  ...Rotinya terasa keras...Madunya terasa belum merata.


  Krimnya terasa kurang, seperti sedang menerima separuh hukuman...Ide Yuigahama untuk memilih makanan ini sebagai makan siang kurasa sangat berbahaya.


  Tetapi orang yang sedang dibicarakan nampaknya sangat puas. Lalu apa yang harus ku komplain?


  "Krim segarnya terasa enak!"


  Hey...Tunggu...Apa kue madu memang harus diberi krim segar? Lagipula krim itu harusnya jatahku.


  Kupikir kata-kata tersebut akan memberinya gangguan pendengaran, tetapi aku menahannya karena Yuigahama terlihat menikmatinya. Kami menutupnya dengan meminum teh, membuatnya sebagai sebuah makan siang.


  ...Yeah, kurasa. Mungkin ini cukup bagus, mungkin?


  Yuigahama menyelesaikan makannya dan membersihkan krim yang menempel di mulutnya dengan tisu. Bibirnya terlihat mengkilap. Sinar matahari yang memantulkan cahayanya membuatnya terlihat mengkilap. Aku akhirnya mengalihkan pandanganku.


  Roti Panggang Madu cukup besar meskipun kita berdua yang memakannya. Well, lagipula ini memang satu porsi besar.


  Ini pasti cukup mahal untuk membuatnya. Tidak seperti membuat Burrito.


  "Oh ya, berapa ini semua?" Aku mengambil dompetku dan bertanya kepadanya.


  Yuigahama memotongku. "Tidak perlu. Lagipula tidak mahal."


  "Tidak, aku tidak bisa seperti itu."


  "Kubilang tidak perlu!" Yuigahama menolaknya dengan keras. Dalam situasi ini, kita seperti bermain pingpong saja.


  "Mungkin sekilas bagimu tidak masalah, tetapi aku tidak mau menerima sumbangan!"


  "Ada apa dengan harga dirimu yang cukup tinggi itu!?"


  Yuigahama menggerutu dan berpikir sejenak. Lalu dia berkata dengan pelan, "Ya Ampun. Kamu sungguh merepotkan, Hikki...Baiklah. Kalau begitu kenapa kamu tidak mentraktirku balik dengan roti panggang madu juga lain kali...? Misalnya, di Pasela Stasiun Chiba."


  "Kamu bahkan sudah menentukan tempatnya juga...?" Aku mengatakannya dengan pelan, tetapi aku tahu maksud tersembunyi di baliknya.


  Karena itu, aku membetulkan posisiku dan membuat jarak dengan Yuigahama lagi.


  Memang kita sekarang lebih dekat dari sebelumnya. Tetapi aku tidak mau kekanak-kanakan melihat hal itu.


  Ini seperti menulis di kolom aplikasi. Apakah hanya mengisi saja, atau aku harus bertanya dahulu ke yang lain.


  Tetapi aku cuma diam saja dan melihat Yuigahama membuat langkahnya dahulu.


  Karena aku diperbolehkan untuk berdiam saja.


  Cukup mudah untuk menggantungkan diri ke Yuigahama.


  Meski begitu.


  Inilah kenapa aku menyadarkan diriku untuk saat ini.


  Menaruh takdir diri ke seseorang adalah hal yang salah.


  Aku tidak boleh bergantung ke kebaikan dari Yuigahama. Aku tidak boleh membiarkan aura kebaikan Yuigahama mempengaruhiku.


  Kebaikannya adalah sesuatu yang menciptakan memori kelam bagiku, membuatmu merasa tersiksa. Aku pernah merasakannya. Oleh karena itu aku tidak boleh menaruh kepercayaanku kepadanya dengan begitu mudahnya.


  Tetap ada kemungkinan kalau itu bukanlah sebuah kebaikan hatinya, tetapi karena emosi sesaat, maka aku harus lebih hati-hati. Karena itu seperti mengambil keuntungan dari kelemahan seseorang.


  Perasaan harus diatur dengan jelas.


  Jarak harus diatur dengan jelas.




        Jadi apakah ini saatnya bagiku untuk melangkah ke depan lagi?




  Festival Budaya adalah sebuah festival. Festival adalah sebuah hal diluar rutinitas.


  Apakah diluar rutinitas itulah yang membuat penilaianmu kini diluar dari biasanya. Tetapi setidaknya, aku yakin kalau aku tidak akan membuat penilaian yang salah, setidaknya untuk hari ini.


  "...Bisa kita pilih tempat lainnya?"


  "Uh huh, tentu," Yuigahama tersenyum. "Jadi kapan kita pergi?"


  Ada senyum aneh dibalik senyumannya.


  "U-Um, maafkan aku. Berikan aku waktu untuk memikirkannya...?" Aku mengatakannya dengan sopan.


  Yuigahama meresponnya dengan napas yang berat atas jawabanku.


  Hanya satu hari tersisa untuk Festival Budaya.


  Meski begitu, tanpa ragu, Festival tersebut akan berakhir.


  Waktu yang terus berjalan untuk menandakan momen ini juga, akan segera berakhir.


  






  



x Chapter VII | END x

  


Kembali ke chapter sebelumnya...

Menuju chapter selanjutnya...
   





  Awal gosip Yukino berpacaran dengan Hachiman di kelas 2J mulai menyebar berawal dari percakapan interkom ini. Seperti yang kita tahu, setiap kelas mengirimkan perwakilan siswa dan siswi, dimana 2J diwakili oleh Yukino dan entah siapa siswa satunya di kepanitiaan festival. Karena ini interkom kepanitiaan, jelas perwakilan satunya mendengar pembicaraan mereka berdua.

  Lalu, apa yang aneh? Di vol 1 chapter 1, Hachiman menjelaskan kalau Yukino ini konon katanya gadis yang misterius dan tertutup. Mendengar bagaimana Yukino bisa mengobrol dengan santainya dan becanda dengan Hachiman, pastilah ada sesuatu yang spesial diantara mereka berdua, atau begitulah setidaknya di pikiran perwakilan kelas 2J satunya.

  Ini juga berlanjut ke vol 6 chapter 8 dimana Hachiman dan Yukino berkeliling bersama-sama ke setiap kelas, termasuk kelas 2J, mereka akan terlihat bersama-sama. Lalu di pintu keluar kelas 3B dimana Yukino memegangi lengan Hachiman.

  ...

  Sebenarnya apa yang Hachiman ingin ketahui tentang percakapan Yui dan Yukino di apartemen? Jelas, apakah Yukino membahas tentang kecelakaan itu atau tidak.

  ...

  Kata-kata Yui yang mengatakan akan menjadi orang yang berinisiatif itu menegaskan solusi mereka di vol 3 chapter 6 atas masalah nice girl. Yui berusaha menunjukkan kalau kepeduliannya kepada Hachiman memang benar-benar tulus, tentunya memberi kue panggang madu termasuk di dalamnya.

  Namun apa yang membuat Hachiman ragu? Volume 5 chapter 6, Yui masih melihatnya sebagai pria baik penolong anjingnya, dan Hachiman tahu kalau Yui ini sebenarnya menyukainya, vol 3 chapter 6.

  Entah apa pertimbangan Hachiman mengulur pembayaran hutang kencan mereka, tapi pastinya Hachiman mengulur lagi ketika Yui sudah mengatakan ingin Hachiman membayar hutang kencan mereka di Disney Land, vol 9 chapter 7.

  Hutang kencan ini baru terbayar di vol 11 chapter 8, dimana ternyata disana Yui juga mengajak Yukino. Di ending chapter tersebut, Hachiman dalam monolognya mengatakan akan mengakhiri semua itu. Mungkinkah Hachiman akan menjelaskan tentang hubungannya dengan Yui dan Yukino?

  ...

  Versi animenya, Hachiman yang mengajak Yui keluar sebagai ganti. Tapi versi LN, Yui-lah yang mengusulkan untuk kencan sebagai ganti kue tersebut.

  ...

  Jika Hachiman memang hendak membalas perasaan Yui tersebut, harusnya tawaran tersebut diterima.


1 komentar: