Sabtu, 11 Juli 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 10 Chapter 3 : Di beberapa kesempatan, Isshiki Iroha membuat dirinya seperti berada di rumahnya sendiri








x Chapter III x






  Berakhirnya tiga hari pertama di bulan Januari berarti juga akhir dari libur awal tahun.

  Kedua orang tuaku yang biasanya tertawa ketika berada di rumah langsung kembali ke jadwal padatnya ketika kembali bekerja dan Komachi berubah ke mode serius untuk menghadapi ujiannya.

  Karena tidak ada yang kukerjakan di rumah, Kamakura dan diriku hanya bersantai-santai untuk melepaskan penat.

  Namun ketika kau bisa melewati waktu dengan tenang, bukan berarti pikiranmu juga dalam keadaan tenang. Orang malah bisa bertambah cemas ketika mereka hanya menghabiskan waktu tanpa mengerjakan apa-apa. Arti dari sibuk menurutku adalah memfokuskan perhatian ke sesuatu sedangkan hal-hal lainnya dibiarkan berada di luar perhatianmu. Ketika kau punya waktu luang, kau akan memikirkan tentang bagaimana masa depanmu nanti. Lalu kau akan menjadi depresi. Ahh, aku tidak ingin pergi ke sekolah atau bekerja...

  Terutama ketika menjalani libur musim dingin yang tidak terlalu lama, kau akan sering memikirkan hal-hal tadi.

  Ini seperti sedang diingatkan kalau waktu luang dan perasaan maklum orang sekitar kalau kita tidak melakukan apapun sudah mendekati akhir. Kitapun sendiri sadar kalau saat-saat seperti ini tidak akan berjalan selamanya.

  Waktu akan berjalan dengan sendirinya, memunculkan semacam paksaan ke orang-orang yang menjadi beban orang lain untuk mengakhiri ini. Aku membayangkan bahwa ini adalah apa yang para NEET rasakan ketika orang tua yang mereka andalkan untuk mencukupi hidup mereka sudah beranjak tua... Setidaknya itulah yang kupikirkan ketika berada di kotatsu, sambil mencubit perut dari kucingku.

  Tetapi kalau kau berhasil melewati hal itu, akan membuatmu terasa seperti seorang ksatria sejati. Seorang ksatria pengangguran sejati. Orang-orang yang mengatakan "Saatnya bagiku untuk serius" ketika sedang terdesak dan menggunakannya sebagai kalimat pertamanya, biasanya adalah seorang pengangguran atau penulis light novel. Karena itulah, menurutku menjadi pengangguran adalah sama halnya dengan menjadi penulis light novel.

  Ketika aku tersadar dari pemikiran-pemikiran semacam itu, ternyata liburan telah berakhir.

  Aktivitas sekolah akan dimulai hari ini.

  Tetapi karena selama liburan aku terbiasa dengan jadwal kegiatan yang tidak teratur setiap harinya, maka pagi itu menjadi pagi yang tidak menyenangkan bagiku.

  Kubasuh wajahku, lalu kurapikan rambutku yang tidak teratur dengan berkaca ke cermin. Rasa kantukku hilang seketika oleh dinginnya pagi dan air yang terasa beku.

  Baiklah... Mari kita lakukan yang terbaik hari ini.




  

*   *   *





  Suasana kelas di penghujung musim dingin sedang diselimuti suasana basa-basi.

  Teman-teman sekelasku yang saling mengucapkan salam "Lama tidak bertemu" dan "Selamat Tahun Baru!" tampak seperti memiliki semangat yang menggebu-gebu. Ini mungkin karena mereka memiliki banyak hal yang ingin mereka bicarakan tentang apa yang mereka lakukan selama liburan musim dingin. Setiap orang seperti terlihat bugar dan memiliki energi yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Mungkin karena mereka cukup lama tidak berbicara satu sama lain sejak liburan. Tahun Baru, dan suasana unik ini adalah hal yang menyertai akan dimulainya semester baru dalam waktu dekat.

  Namun sepertinya, hal tersebut bukanlah satu-satunya.

  Selebaran kertas yang diberikan kepada kita ketika kelas konsultasi pagi adalah salah satu penyebabnya.

  Mataku terus menatap ke kertas tersebut sembari mendengarkan instruksi wali kelas yang masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan. Tertulis di kertas tersebut "Kuisioner Pilihan Karir di Masa Depan". Sebenarnya kertas ini sudah pernah diberikan di beberapa kesempatan sebelumnya, namun nampaknya ini adalah selebaran terakhir yang kita terima sebagai murid kelas dua SMA. Pilihan jurusan di kelas tiga bagi kami hanyalah Kelas Ilmu Sosial dan Kelas Sains menurut yang kubaca di selebaran ini.

  Suka atau tidak suka, itu membuat kami sadar kalau waktu kami di kelas dua SMA akan segera berakhir.

  Tahun telah berganti dan waktu yang tersisa bagi kami sebagai kelas dua tinggal sebentar lagi. Waktu terus berlalu dan kita merasa waktu tersebut berjalan sangat cepat. Aku yakin kalau aku bukanlah satu-satunya orang yang merasa seperti itu.

  Kita telah memasuki pekan pertama Januari dan waktu yang tersisa untuk semester ini hanya beberapa pekan lagi. Waktu yang tersisa bagi kelas dua hanyalah kurang dari tiga bulan.

  Event-event utama sekolah sudah tidak ada lagi dan Januari terasa seperti bulan "sekedar menghabiskan waktu" saja. Tidak ada target untuk bulan ini artinya tidak ada event untuk dilaksanakan. Sambil memikirkan itu, diriku sepertinya sedang dikelilingi atmosfer kelompok siswa yang memiliki hubungan pertemanan, membuat kelas ini terasa ramai.

  Terlebih lagi, ketika kita sudah menjadi kelas tiga, kita tidak akan masuk ke sekolah lagi sejak bulan Januari untuk mempersiapkan ujian. Jadi sebenarnya, musim dingin ini adalah musim dingin terakhir bagi kehidupan sekolah kami.

  Kau sedang diingatkan kalau waktu senggang dan merasa normal tidak melakukan apapun sudah mendekati akhir. Bagi kami, kita semua tahu kalau waktu yang menyenangkan seperti tidak akan berlangsung selamanya.






*   *   *






  Suasana ramai tidak berubah, bahkan setelah jam sekolah usai.

  Masih ada beberapa kelompok siswa yang tetap berada di kelas yang nampaknya masih belum puas untuk mengobrol. Diantara kelompok-kelompok tersebut, adalah kelompak Hayama Hayato dan Miura Yumiko.

  Tobe, Ooka, dan Yamato sedang terlibat dalam pembicaraan "tolol" mereka sedang Hayama melihat ke arah luar jendela sambil menaruh tangannya di dagu. Biasanya, dia akan merespon seperlunya kepada mereka bertiga sembari tersenyum.

  Tetangga sebelah mereka, Miura dan yang lainnya, nampaknya juga sedang membicarakan topik yang berbeda.

  Miura sedang memutar-mutar rambut pirangnya dengan ujung jari seperti biasanya dan duduk agak membungkuk dari kursinya. Dia menatap kertas Kuisioner Karir Masa Depan di tangan satunya.

  "Yui, kamu memangnya mau memilih apa?" Miura bertanya ke Yuigahama yang berada di seberangnya, sembari mengibar-ngibarkan kertas tersebut.

  "Aku?...mungkin saja ke ilmu sosial, mungkin loh."

  "Ohh. Kalau Ebina?"

  "Aku mungkin juga ke ilmu sosial, kalau Yumiko?"

  "Aku... masih berpikir dulu."

  Ebina-san, duduk di depan Miura, menjawabnya sambil membetulkan posisi kacamatanya. Miura membalasnya sambil menatap ke arahnya.

  Searah dengan Ebina, dibelakangnya terdapat grup Hayama.

  Miura berhenti berbicara dan sepertinya sedang berpikir, lalu dia melihat mereka dan memanggilnya. "...Tobe, kalau kamu mau pilih apa?"

  "Pilihan jurusanku? Nah, aku masih ingin berpikir dahulu, tetapi aku tidak begitu baik dalam hal menghafalkan sesuatu. Mungkin aku akan memilih Sains."

  "Huuuuh?"

  "Whoaaa, sungguh tidak terduga."

  Miura menarik kepalanya ke belakang, membuat perkataannya tadi seolah-olah hal yang mustahil dan Yuigahama juga terkejut. Memang, aku juga merasa terkejut. Dari yang kulihat, Tobe tidak terlihat seperti tipe orang yang bisa duduk dan mengikuti pelajaran sains. Aku juga bukanlah satu-satunya orang yang berpikir Ooka dan Yamato juga memiliki level yang sama dengan Tobe.

  "Sains? Serius?"

  "Tenang dulu."

  Nampaknya Tobe tidak begitu peduli tentang keterkejutan orang-orang di sekitarnya. Lalu dia membalas pernyataan mereka.

  "Kau ingin aku melakukan apa? Menghafalkan cara berbahasa Inggris seperti bermain game dengan memakai doping bagiku."

  Tidak, tidak, Bahasa Inggris itu sangat penting bagi ilmu sosial dan sains....

  Ooka dan Yamato nampaknya lega kalau Tobe tidak memiliki alasan serius ketika memutuskannya, mereka memegang pundak tobe bersama-sama, dan berkata kepada Tobe dengan jarak yang cukup dekat.

  "Ayo kita masuk kelas sosial bersama-sama? Bagaimana?"

  "Cari nilai di pelajaran sains ketika kuliah agak sulit, bro."

  "Benar, dengar apa yang Yamato bilang tadi. Pilihan jurusan dari Kelas Sosial di kuliah lumayan gampang-gampang, jadi kita akan punya waktu banyak untuk jalan-jalan bersama. Kita cuma punya waktu luang ketika menjadi siswa saja, jadi dari sini kita putuskan baik-baik rencana masa depan kita!"

  Sepertinya Ooka dan Yamato sudah memilih pilihan jurusan mereka, memilih untuk tidak langsung bekerja dan melanjutkan ke kuliah. Meski begitu, aku kurang yakin apakah percakapan barusan memang mengajak berpikir tentang masa depan mereka, atau cuma bagaimana cara tetap bisa berkumpul?

  Orang-orang yang mengucapkan hal itu biasanya tipe orang yang sedang mengajari anak kecil tentang dunia kerja mereka. Seperti hendak mengatakan "Kau akan menyesal kelak ketika tidak belajar sungguh-sungguh waktu sekolah."

  Fuhaha! Orang-orang tersebut adalah orang yang akan stress dan cemas ketika sedang mencari pekerjaan! Mereka seharusnya mendaki gunung Fuji secepatnya sehingga mereka memiliki cerita untuk diceritakan ketika wawancara kerja. Di lain pihak, aku tidak ada keinginan untuk bekerja, bisa jadi kualitas jiwaku ini masih di bawah mereka.

  Tetapi bagi Tobe, alasan mereka barusan sudah cukup untuk mempengaruhinya!

  "Ohh, itu bisa juga. Saranmu tadi sudah membantuku keluar dari masalah." Toba tiba-tiba memakan umpan begitu saja. Masa depanmu akan suram!

  Bahkan Tobe sendiri juga memikirkan pilihan jurusannya, jadi dia juga bertanya ke yang lain. "Bagaimana dengan yang lain?"

  "Aku dan Hina mungkin saja akan mengambil ilmu sosial. Dan Yumiko nampaknya masih pikir-pikir dulu," kata Yuigahama.

  Tobe merapikan rambutnya dan menatap Ebina-san untuk melihat apa yang sedang dilakukannya.

  "Ohh, serius tuh? Mungkin aku juga akan memilih ilmu sosial, deh!"

  "Tetapi kata orang-orang, jurusan sains punya banyak pilihan pekerjaan yang berprospek. Jadi kupikir sains sudah sangat bagus. Kau bisa mengalikan angka-angka kimia di tabel periodik juga."

  Ebina-san mengatakannya dengan serius pada awalnya, tetapi setelah selesai, dia membuat ekspresi tawa busuk "gufufu".

  "...Ahh, masuk akal juga. Prospek pekerjaan juga penting. Betul itu."

  Tidak, tidak, bukan begitu. Tobe mengangguk-angguk saja semenjak tadi. Seperti biasanya, Ebina-san memasang pelindung yang sangat kuat.

  Ada beberapa hal yang berbeda dari biasanya kalau melihat bagaimana reaksi mereka sebelumnya. Orang yang biasanya akan mengontrol Ebina-san agar tetap "normal" dengan memukul kepalanya tidak melakukannya hari ini. Melihat keanehan itu, Ebina-san memandangi Miura.

  Miura menatap kosong Hayama sejak tadi, tidak mendengarkan apa yang Tobe dan yang lain bicarakan.

  "...Bagaimana denganmu, Hayato?" Miura bertanya ke Hayama yang daritadi hanya melihat saja tanpa ikut serta berbicara.

  Dia dengan pelan mengangkat bahunya dan membuat senyum kecil. "Aku... sudah punya pilihan sejak tadi."

  "Hmmm..."

  Miura merespon dengan pelan dan memalingkan wajahnya dari Hayama. Tidak seperti sikapnya, wajahnya sepertinya mengatakan ingin bertanya lebih jauh. Tetapi, Hayama mengakhiri kalimatnya dengan senyum saja. Dengan senyum seperti itu, nampaknya Miura tidak bisa bertanya lebih jauh dan kehilangan kata-katanya. Ketika pembicaraan keduanya berhenti, Tobe menimpali.

  "Kau tahu Hayato-kun, bisakah kau beri tahu aku apa pilihanmu? Aku sendiri bingung harus memilih apa."

  "Apa yang kamu lakukan setelah mendengarkan pilihanku? Kau akan menyesal bila tidak memikirkan pilihanmu dengan baik."

  Begitulah kata-kata yang keluar dari Hayama.

  Aku tidak mau mengatakan sesuatu yang memberi kesan bertanya balik seperti "putuskan sendiri jalan yang akan kau tempuh". Ketika kau memberikan jawaban yang tergantung dari jawaban orang lain dan itu berakhir buruk, kau akan selalu hidup dengan menyalahkan orang itu. Kau akan merasa putus asa dan menjadi seorang kriminal di sisa hidupmu. Meski kau adalah orang yang memberikan jawabannya, kau akan memiliki dendam ke orang itu. Sikap berkompromi dan mengingkari seperti itu adalah sikap yang tidak jujur.

  Tobe menjadi "Ehh", "ughh", dan "weey" setelah mendengarkan ceramah Hayama, tetapi entah mengapa dia terlihat telah mendapatkan sesuatu.

  "Ahh, lupakan saja tadi, kupikir aku akan memikirkannya dulu baik-baik." Tobe agak kecewa. Yang lain mengangguk dan sepertinya itu adalah akhir dari pembicaraan mereka.

  Seperti kehabisan bahan pembicaraan, suasana sunyi terjadi di kelompok itu.

  Ooka berbicara seperti baru saja mengingat sesuatu dan mengatakannya ke Hayama. "Ngomong-ngomong, Hayato-kun, apa benar kamu berpacaran dengan Yukinoshita-san?"

  "Huh?"

  Semuanya termasuk Miura mengatakannya dengan mulut terbuka dan terkejut. Mulutkupun terbuka juga. Apa yang katakan barusan Ooka? Tidak mungkin itu benar, kupikir...itu...tidak benar, bukan? Ya...kupikir itu tidak benar...

  Ketika Ooka melempar bola panas yang tak terduga, semua orang terdiam.

  "Huuuuuuuuuuuuuh!?" Miura tiba-tiba berdiri dan mengucapkannya dengan keras.

  Ketika perhatian semuanya mengarah padanya, Hayama menatap Ooka. "Siapa yang mengatakan hal yang tidak bertanggung jawab seperti itu?"

  Suara yang keluar barusan terdengar sangat tajam.

  Hayama mengeluarkan auranya dan Ooka kehilangan kata-katanya. Hayama menatap tajam ke arahnya, bahkan sepertinya tidak memberi ijin baginya untuk diam tidak menjawabnya.

  Ekspresi Hayama ini sepertinya pernah kulihat tempo hari. Kalau tidak salah ketika akhir musim gugur ketika kami pergi bersama Orimoto dan temannya.

  Merasa tertekan oleh tatapan mata Hayama yang tak berkedip sedikitpun, Ooka menjawab pertanyaannya dengan gugup.

  "Nah, itu sebenarnya cuma gosip saja...Ada orang yang melihat kalian berdua ketika liburan musim dingin kemarin atau semacam itulah..." kata Ooka, berusaha menjawabnya dengan apa yang dia tahu.

  Hayama menghembuskan nafas pendek, dan mengurangi intensitas tatapannya, lalu berkata. "Oh, begitukah? Maaf, tetapi itu bukan cerita yang lucu untuk diceritakan. Kami kebetulan bertemu karena ada kegiatan keluarga. Lagipula, itu mustahil untuk jadi kenyataan. Bukan begitu, Tobe?"

  Dengan senyum khasnya, Hayama menepuk pundak Ooka dan bertanya ke Tobe dengan suara lembut.

  "Ah... Betul sekali! Ya, betul sekali!"

  "Benar, kan?"

  Dengan senyum yang diarahkan ke mereka, Ooka dan Yamato setuju dengan pendapat Tobe.

  "Y-Yeah, itu benar! Nah, sudah kuduga kalau itu cuma gosip murahan!"

  "Ya seharusnya kau sadar dari tadi." Hayama becanda dengan mencubit kepala Ooka.

  Bagaimanapun kau melihatnya, itu hanyalah percakapan diantara sesama pria. Setelah dicubit olehnya, Ooka berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan suasana menjadi tenang.

  Hayama mengambil tasnya dan berdiri.

  "Kita harus berangkat ke klub. Aku akan langsung kesana setelah menyerahkan kertas kuisioner ini ke kantor fakultas."

  "Okeee."

  "Baiklah, kita sebaiknya segera ke klub juga."

  Suasana di grup itu kembali ceria, Tobe diikuti Ooka dan Yamato berdiri, melambaikan tangannya ke Miura dan lainnya dengan kata "Sampai jumpa", lalu berjalan keluar.

  Miura melihat mereka pergi dari belakang dan terdiam. Lalu dia menggigit bibirnya perlahan dan menlanjutkan memutar-mutar rambut panjangnya dengan jarinya tanpa berpindah tempat.

  Yuigahama secara lembut menaruh tangannya di bahunya. "Jangan khawatir, sebenarnya aku berada disana ketika ada Hayato-kun dan Yukinon bertemu."

  "Apa kamu cuma ingin menghiburku?" Miura bertanya dengan curiga.

  Yuigahama tersenyum. " Tidak. Waktu itu aku sedang berbelanja dan tiba-tiba bertemu kakak Yukinon,  dan kau tahu, keluarga Yukinon dan keluarga Hayato sudah berteman sejak lama, jadi kita mengadakan semacam acara Tahun Baru atau semacam itu. Jadi, Yukinon juga dipanggil untuk hadir kesana juga."

  Itu adalah penjelasan yang buruk...Seperti sedang mendengarkan penjelasan dari anak kecil...

  Ebina-san mengangguk mendengar penjelasan kasar tadi dan nampaknya bisa memahaminya. "Jadi begini, mereka bertemu karena ada urusan keluarga dan ada seseorang yang melihat mereka berdua, lalu hal itu berubah menjadi gosip."

  "Uh huh, mungkin saja begitu."

  "Itu karena Hayaato-kun dan Yukinoshita-san sangat terkenal disini, orang sangat mudah mengenali mereka dan membuat gosip tentang hal itu."

  Setelah mendengarkan percakapan mereka itu, aku berdiri dari kursiku dan meninggalkan ruangan kelas.





*   *   *






  Suasana saat usai jam sekolah tadi nampaknya menular ke situasi lorong gedung juga.

  Sekolah baru saja selesai dari liburan musim dingin dan suasananya sepertinya sangat bersemangat dan tidak kenal lelah. Lorong sekolah yang menuju gedung khusus yang biasanya kosong, terdapat banyak kerumunan siswa.

  "Kamu dengar tidak? Tentang Hayama-kun."

  "Ah, itu. Sepertinya beneran itu, bener enggak?"

  Gadis-gadis yang barusan kulewati sedang menggosipkan hal yang baru saja mereka dengarkan.

  Seperti kata Ebina-san di kelas, informasi yang sepotong-potong tersebut disatukan, lalu dibumbui cerita karangan, berubah menjadi gosip yang menyenangkan, lalu menyebar.

  Bahkan di cerita itupun tidak disebutkan namaku, tetapi perasaan tidak nyaman terus merayap ke leherku seakan-akan aku ingin membenturkan kepalaku ketika mendengar gosip itu.

  Perasaan tidak nyaman ini mungkin karena orang-orang yang tidak kukenal sedang menggosipkan hal sesuka hati mereka.

  Hal yang tidak menyenangkan dari gosip adalah mereka tidak merasa bersalah sedikitpun ketika menceritakan hal buruk dari orang satu ke orang yang lain.

  Itu karena terasa lucu, terasa menarik, dan itu karena keduanya adalah orang populer disini. Mungkin karena itulah terasa tidak masalah ketika mengatakan apapun tentang keduanya. Tidak ada satupun yang mau mengkonfirmasi kebenarannya, dan itu menjadi trending topik hari ini. Mereka menerima informasi tanpa mau menyelidiki terlebih dahulu. Mengesampingkan masalah yang mungkin diterima orang yang digosipkan, mereka bahkan bisa lepas dari tanggung jawab dengan mengatakan "Itu cuma gosip". Orang-orang seperti ini adalah orang yang biasanya berada di luar panggung "populer", namun ketika situasi berubah menjadi tidak seperti yang mereka inginkan, mereka tidak ragu untuk lepas tanggung jawab dengan mengatakan bahwa mereka cuma rakyat kecil dari sebagian besar rakyat ini.

  Memikirkan itu saja sudah membuat pikiranku gila. Jika memang akan menjadi seperti itu, lebih baik mendengarkan orang yang menggosipimu dari belakang punggungmu saja.

  Ketika aku memikirkan itu, aku mendengar suara langkah sepatu mendekat ke arahku. Satu-satunya orang yang berjalan seperti itu hanyalah Yuigahama. Aku mengimbangi langkahku dan Yuigahama menyusulku dengan cepat.

  Yuigahama  berjalan di sebelahku dan memukul lenganku dengan tasnya. "Kenapa kau pergi duluan tanpa menungguku?"

  "Sepertinya kalian sedang sibuk mengobrol..."

  Pertama, aku tidak pernah berjanji untuk pergi ke klub bersama denganmu...Sebenarnya, memang ada janji untuk pergi bersama untuk bulan Desember. Mungkin Yuigahama menganggap janji itu terus berlanjut hingga sekarang.

  "Hey, kamu dengar pembicaraan tadi? Tentang Yukinon dan Hayato-kun."

  "Mau gimana lagi, suara kalian cukup keras tadi..."

  Tidak hanya suara grupnya saja yang terdengar, bahkan Miura sendiri berteriak keras... Bukannya waktu itu semua orang yang ada di kelas juga melihat ke arah kalian?

  "Well, gosip adalah gosip. Dan hanya isapan jempol belaka."

  "Kupikir begitu, tetapi..." Yuigahama berhenti berbicara sejenak dan mengangkat wajahnya. "Tetapi aku berpikir mungkin suatu hari mereka berdua akan seperti itu. Hayato-kun juga."

  Aku mencoba membayangkannya, namun tidak bisa. Kalau Yukinoshita sudah sangat jelas bagiku, tetapi aku tidak bisa membayangkan Hayama memiliki hubungan romantis dengan seseorang.

  Aku mengatakan apa yang ada di pikiranku barusan. "Jujur saja, aku sulit membayangkan Yukinoshita berpacaran dengan seseorang."

  "...Kenapa?"

  "Apa maksudmu dengan 'kenapa'?"

  Meski dia menatapku dengan penuh tanda tanya, aku sendiri lupa harus menjawab apa. Mungkin alasannya sangat jelas bagiku.

  "Dalam kasusnya, punya sebuah hubungan dengan seseorang, ya begitulah..." kataku.

  Yuigahama membuat wajah tanda tanya dan berkata. "Ahh, benar. Well, um. Itu, yaaaa."

  "Benar, kan?"

  "Mmmm...Ah! Bukan, bukan, bukan itu yang sebenarnya ingin kutanyakan! Tetapi aku tidak bisa begitu saja bilang tidak setuju..." Yuigahama melanjutkan kata-katanya sambil memiringkan kepalanya.

  Lalu, tidak terasa kami telah sampai di ujung lorong. Dan kami berada di depan ruangan klub. Sebelum membuka pintu, aku berpura-pura batuk dan mengencangkan suaraku.

  "Ngomong-ngomong, jangan membahas yang tadi ketika di klub."

  "Eh? Mengapa?"

  "...Karena dia pasti akan marah."

  "...Benar juga!"

  Sudah hampir setahun aku dan dirinya saling mengenal. Jadi, aku sudah bisa menduga apa yang akan terjadi nanti, dan bisa kubayangkan Yukinoshita akan marah mengetahuinya. Jika dia tahu dirinya digunakan untuk bahan gosip, tanpa ragu dia akan menekan tombol ledakannya.

  Sebelum memasuki ruangan, Yuigahama menatapku dan mengangguk. Lalu aku membuka pintu yang sudah lama tidak kami kunjungi.






*   *   *
  



  Suasana ruangan klub terlihat hangat. Aku duduk di tempat biasa sambil menghembuskan nafas beratku.

  Ada sebuah cake di atas meja yang telah disiapkan dengan oleh Yuigahama dan memotongnya menjadi empat bagian.

  "Selamat Ulang Tahun!"

  "Selamat."

  "Selamat."

  Kita semua mengucapkannya dan Yukinoshita terlihat agak malu-malu mendengarnya.

  "Te-Terima kasih...Um, kurasa aku lebih baik mempersiapkan teh dulu disini," kata Yukinoshita. Dia berdiri dari kursinya dan mulai membuat teh hitam. Bersama dengan suara peralatan teh yang sedang disiapkan, aku bisa mendengar suara "ohhh" yang berasal dari arah belakangku.

  "Yukinoshita-senpai, jadi ulang tahunmu ternyata 3 Januari ya? Ngomong-ngomong, ulang tahunku tanggal 16 April, senpai."

  "Aku tidak bertanya..."

  Lagipula, kenapa kamu ada disini daritadi...?

  Dia memiringkan kepalanya  dan rambut kuningnya seperti sedang terguncang. Dia menekan-nekan bibirnya dengan garpu di tangan kecilnya, ditutupi lengan cardigan longgar yang dipakainya dibalik seragam sekolah.

  Isshiki Iroha ketika berada di Klub Relawan terlihat seperti makhluk yang secara alamiah hidup di ruangan ini sejak dunia tercipta.

  Dia mengambil salah satu dari empat potongan itu, juga mengambil teh dengan gelas kertas, dan meminumnya. Bukankah skill adaptasinya sangat tinggi? Apakah dia anggota dari TOKIO di acara TV survivor, atau semacamnya? Nampaknya dia bisa bertahan hidup bila terdampar di pulau antah berantah.

  Isshiki meminum teh hitamnya dan membelai ujung gelasnya dengan lengan cardigannya.

  "Ngomong-ngomong, tolong ajak aku juga ketika mengunjungi kuil lagi ya!"

  "Kenapa aku harus melakukannya?"

  Lagipula, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menghubungimu, bukan? Atau kau akan menghubungiku menggunakan telepati? Apakah menghubungimu memberiku sebuah keuntungan? Apakah begitu? Atau kau menggunakan ini sebagai strategimu untuk memperoleh nomorku? Sayang sekali! Aku tidak akan mudah tertipu untuk hal seperti itu! Kau harus tahu kalau Hachiman juga tahu tentang apa yang sedang kau pikirkan, dan itu berarti kau sedang menggali kuburanmu sendiri!

  Aku memikirkannya dengan serius, namun nampaknya Isshiki memperhatikan hal lain, tidak berpikir terlalu dalam dan berkata pelan.

  "Maksudku, semuanya pergi ke kuil waktu itu, bukan? Berarti, Hayama-senpai pasti ada disana."

  "Tidak, dia tidak ada disana bersama kita."

  "Tentu saja. Kalau begitu, lupakan saja tadi." kata Isshiki. Dia memalingkan wajahnya dan menutup percakapannya. Iroha ga Kill! Membunuh apapun dengan sekali serangan... Satu-satunya yang mirip dengan itu adalah Battousai si pembunuh.

  Namun, apa yang dirasakan Isshiki nampaknya cukup mudah kupahami. Aku bisa paham kenapa dia berpikir Hayama akan ada disana karena Miura juga kesana. Namun yang tidak bisa benar-benar kupahami adalah kenapa ada Isshiki di klub kami.

  "Jadi, kenapa kamu ada disini?"

  "Ehh, maksudku, sekarang, di ruang OSIS sedang tidak ada pekerjaan."

  "Bukankah kamu punya kegiatan lain yang lebih baik. Misalnya pergi ke klubmu. Bukankah kau sendiri adalah manager klub sepakbola?" kataku.

  Isshiki menepuk pundakku dengan lembut. "Begini, begini, sebenarnya khan tidak ada masalah? Ah, aku tahu. Aku sebenarnya kesini untuk mengambil kembali barang-barang OSIS yang tertinggal waktu event Natal kemarin."

  "Alasanmu tadi terdengar seperti dibuat-buat saja."

  Alasannya terdengar kurang masuk akal sehingga terkesan dibuat-buat.

  "Haa..."

  Yukinoshita yang berada di sampingnya mendesah kecil, dan Yuigahama tersenyum. Usaha yang bagus, Irohasu...

  Mengetahui bahwa suasananya terasa kikuk dan semua orang melihat kepadanya, Isshiki berpura-pura meniup tehnya yang sebenarnya tidak panas.

  "Ngomong-ngomong." Isshiki tiba-tiba berbicara dan menatap Yukinoshita. Yukinoshita memiringkan kepalanya dan Isshiki tersenyum. Lalu dia mengucapkan hal yang menggemparkan. "Yukinoshita-senpai, apa kamu berpacaran dengan Hayama-senpai?"

  "Maaf, bisa diulang lagi?" Yukinoshita memiringkan kepalanya lagi dan terkesan membuat sudut sembilan puluh derajat.

  Bahh, kenapa gadis ini bisa menginjak ranjau darat dengan sangat lugu...? Ada apa dengan adegan film Hurt Locker ini? Dia menanyakannya langsung dengan jelas sehingga yang ditunggu hanyalah jawabannya saja.

  Tidak, ini adalah Isshiki. Pertanyaannya tadi pasti adalah tujuan utamanya selama ini. Dan alasan dia berada di klub ini sekarang adalah untuk mengkonfirmasi gosip itu.

  "Isshiki-san...?"

  Suara Yukinoshita sangat dingin. Dibalik senyumannya yang diselimuti cahaya suci dari utara, ada mata transparan yang sebening pecahan es dari kutub utara.

  Bahu dan suara Isshiki bergetar setelah melihat wajah Yukinoshita yang seperti itu.

  "Y-Ya!" Isshiki memundurkan tubuhnya dan ketika dia menjawabnya, dia mencoba untuk bersembunyi di belakangku.

  Tunggu dulu nona, jangan memakai orang lain sebagai tameng.

  Yukinoshita menatap Isshiki yang bersembunyi dibalik bahuku dan menatapnya tajam.

  "...Itu jelas tidak benar." Yukinoshita menjawabnya dengan jelas.

  Isshiki mengangguk. "Su-sudah kuduga ternyata begitu! Maksudku, aku memang sudah menduga itu mustahil! Tetapi kamu tidak bisa diam saja mendengar gosip seperti itu, bukan?"

  "Gosip?"

  Mengetahui kata aneh barusan, Yukinoshita menatap Yuigahama dan diriku.

  "Ah, nampaknya memang ada beberapa orang berbicara hal itu..."

  "Kamu tahu waktu kemarin kita bertemu? Sepertinya ada orang yang melihat kalian berdua dan membuat gosip itu," kata Yuigahama.

  Yukinoshita menghembuskan nafas yang sangat dalam seperti sedang menyimpulkan sesuatu. "Oh begitu. Jadi, itu seperti kecurigaan yang tak beralasan..."

  Sebenarnya, bagi siswa SMA, gosip percintaan adalah topik yang menyenangkan. Ketika itu melibatkan dua individu populer seperti Hayama dan Yukinoshita, mereka tambah bersemangat untuk menggosipinya.

  Karena Isshiki menyukai Hayama, mungkin tidak aneh jika dia mengkonfirmasi gosip itu. Aku menatap ke arah Isshiki dan dia sepertinya memahami sesuatu.

  "Tapi apakah itu tidak terkesan aneh?"

  "Sepertinya begitu. Tentunya sangat mengganggu kalau orang-orang terus ikut campur urusan orang lain."

  "Ah, bukan, bukan itu maksudku."

  Isshiki nampaknya bukan membahas hal yang sama dengan dengannya, dan Yukinoshita memiringkan kepalanya lagi.

  "Apa maksudmu?" tanya Yukinoshita.

  Isshiki menaruh tangannya di mulutnya. "Sampai gosip barusan menyebar, Hayama-senpai tidak pernah terkena gosip apapun, cukup aneh."

  "Ah, benar juga..." Yuigahama memandang ke atas dan menyetujuinya.

  Oh begitu. Aku baru sadar ketika dia mengatakannya, aku memang belum pernah mendengar orang-orang membicarakan tentang kehidupan asmara Hayama Hayato. Ini tidak seperti aku tahu banyak tentang orang lain. Lagipula, tidak ada yang mau bergosip denganku...

  "Maka dari itu semua gadis disini sangat tertarik tentang gosip itu..." Isshiki mengangguk dengan menyilangkan tangannya.

  Hayama Hayato tidak pernah terkena gosip seperti ini sebelumnya. Jadi jika ada hal yang membuat Hayama terlihat keluar bersama seseorang, maka gosip tentang itu akan terjadi. Gadis-gadis yang tertarik dengan Hayama kebanyakan akan salah paham. Dan salah paham tersebut akan membuat gosip tersebut bertambah ramai. Seperti apa sebenarnya hubungan yang dimiliki orang-orang di sekitar Hayama?

  "...Gosip, huh? Seperti mendapatkan sebuah karma, bukan?" Yukinoshita menggerutu. Nada bicaranya tadi nampaknya tidak diarahkan ke seseorang yang berada di ruangan ini. Dia mengatakan itu sambil melihat riak-riak kecil di cangkir tehnya.

  "Hmm, ya tinggal biarkan saja, nanti juga hilang dengan sendirinya! Aku pernah dengar kalau gosip cuma bertahan selama 49 hari!"

  "Sebenarnya 75 hari."

  Siapa yang meninggal? Itu seperti jumlah hari dalam pelayanan pemakaman di agama Budha atau semacamnya?

  "Ngomong-ngomong! Cukup cuekin saja, oke?" kata Yuigahama yang mencoba peduli ke Yukinoshita.

  Tentunya, satu-satunya hal yang bisa kita lakukan sekarang adalah tetap diam. Membicarakan siapa yang menyebarkan rumor tersebut adalah hal sia-sia. Kita hanya perlu diam seperti kerang yang berada di bawah air. Tetap diam ketika menghadapi gosip yang menggebu-gebu adalah satu-satunya serangan balik.

  Menjadi bingung dan putus asa untuk membalas gosip adalah tindakan salah. Karena tujuan gosip itu hanyalah sekedar hiburan, semua tindakan balasan bisa digunakan sebagai penguat gosip itu. Selain itu, melindungi orang yang terkena gosip juga membuatmu menjadi orang yang terkena gosip itu. Kau bisa bermain Rambo, namun itu hanya akan menjadi satu-satunya tindakan konyol yang dilakukan ketika gosipnya reda. Kau juga bisa dikritik jika hanya diam saja, tetapi rasa sakit dari 'tidak melakukan apapun' adalah yang terendah dari semuanya.

  Yukinoshita sepertinya mengerti dan mengangguk-angguk kecil. "...kurasa begitu."

  "Oke, ayo kembali ke jadwal harian kita dan... kembali bekerja!"

  Ketika Yuigahama mengucapakannya dengan suara ceria, Yukinoshita meresponnya dengan senyum dan mengeluarkan laptop.

  "Kembali bekerja"... Kata-kata yang tidak menyenangkan bagiku.






*   *   *





  Pekerjaan harus diselesaikan meski terasa tidak menyenangkan. Faktanya, itu disebut 'kerja' karena memang tidak menyenangkan. Pekerjaan tidak menyenangkan kita di awal tahun ini adalah memeriksa e-mail konsultasi masalah kota Chiba.

  Laptop yang berdebu dikeluarkan dari salah satu sudut ruangan klub untuk memeriksa "E-mail konsultasi permasalahan kota Chiba" yang sempat vakum karena liburan.

  Laptop yang dipinjamkan oleh Hiratsuka-sensei terlihat seperti model lama, jadi butuh waktu agak lama untuk menyala.

  Ketika menunggu itu, Yukinoshita mencari-cari sesuatu di tasnya. Setelah senang menemukan kotak kacamatanya, dia memakai kacamata tersebut.

  "Ah, Yukinon, kamu terlihat cocok dengan kacamata itu!" kata Yuigahama.

  "Be-benarkah?" Yukinoshita menyentuh frame kacamatanya dengan lembut dan menatapku.

  "...Hmm, ya...itu benar..."

  Aku merasa sedikit aneh melihat hadiah dariku dipakainya untuk pertama kali sehingga aku hanya bisa menjawab seperti itu.

  "...Terima kasih." Dia mengatakannya dengan suara pelan dan memalingkan wajahnya seperti hendak melihat hal lainnya.

  Aku menatap kebawah diam-diam dan meminum teh dari gelasku.

  Isshiki merasa ingin tahu ketika melihat Yukinoshita. "Yukinoshita-senpai, apakah kamu biasanya memang memakai kacamata?"

  "...Ini sebenarnya adalah kacamata untuk layar komputer." Yukinoshita menjawabnya sekilas tanpa memalingkan tatapannya dari monitor laptop.

  Seperti tidak tertarik untuk melanjutkan, Isshiku mengucapkan "Ohhh" dan menggosok-gosok gelas kertasnya.

  Itu benar-benar respon kurang tertarik yang kuat...

  Tetapi aku sangat menghargai sikapnya yang berhenti menanyakan topik tentang kacamata itu.

  Jika pembicaraan tadi berjalan cukup dalam, aku cukup yakin kalau aku akan merasa malu jika dia tahu itu kacamata dariku. Lihat saja diriku sekarang, tubuhku penuh dengan perasaan gelisah dan mataku berusaha tidak terlibat dalam kontak mata.

  Ketika aku mencoba membetulkan posisi dudukku, dari posisi sebelumnya yang kurasa aneh, Yuigahama berkata. "Mungkin aku seharusnya memakai kacamata juga..."

  "Kamu bahkan tidak pernah melihat ke komputer," kataku.

  Yuigahama terlihat tidak senang.

  "Mungkin aku tidak! Tetapi sebenarnya aku sedang melihat komputer sekarang ini! Benar sekali! Yukinon, biarkan aku melihat komputernya juga!" Yuigahama memindahkan tempat duduknya di sebelah Yukinoshita dan melihat layar komputernya. "Oh, sepertinya kita baru saja mendapatkan e-mail."

  "Ya, dan sepertinya ini dari...Miura-san," kata Yukinoshita, dan dia memutar laptopnya ke arahku.

<Masalah dari Yumiko★-san>
[Bagaimana cara orang-orang memilih jurusan antara Ilmu Sosial dan Sains?]


  Yeah. Ini pasti dari Miura. Dia pernah mengirim e-mail seperti ini sebelumnya dengan tanda bintang di nama pengirimnya.

  Karena monitor laptopnya berada di depanku, Isshiki berpindah posisi ke belakangku sambil memegang kue dan melihat ke layar.

  "Hmmm, jadi ini tentang pilihan jurusan, huh? Jadi sebenarnya mana diantara keduanya yang lebih baik?" Isshiki mengatakannya dengan garpu berada di mulutnya, menatapku sambil memakan kue.

  Bagi siswa SMA yang memikirkan ujian masuk universitas, ini adalah pertanyaan yang sering dipikirkan oleh mereka. Dan nampaknya tidak terkecuali Isshiki juga.

  "Kalau kita bicara tentang ujian mana yang lebih mudah, maka ujian jurusan ilmu sosial terlihat lebih sedikit mengandung stress. Meski begitu, level kesulitannya bisa saja berbeda antara universitas swasta dan negeri. Untuk universitas negeri, kamu harus mempelajari setidaknya 5 mata pelajaran dan 7 pelajaran lainnya, untuk swasta, kamu hanya butuh belajar Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, dan pelajaran sosial," aku baru saja mengatakan pendapatku.

  Isshiki mengambil jarak denganku."...Whoa. Senpai, mungkinkah nilai-nilai senpai ternyata sangat bagus selama ini?"

  "Apa maksudmu dengan 'mungkin'...? Eh? 'Whoa'? Apa baru saja kamu berteriak 'Whoa'? Jadi selama ini kamu kira nilai-nilaiku di sekolah seperti apa?"

  Lalu Isshiki membuat senyum kecil dan seperti hendak mengatakan sesuatu yang bagus. "Oh, aku tidak bisa menjawab itu...Kau tahu, aku tidak begitu bagus untuk mengatakan keburukan orang lain?"

  Seperti aku yang ingin tahu saja! Juga, itu cukup menghinaku...Ada apa dengan gadis ini? Ketika aku memperhatikan Isshiki, dia juga memandangiku dengan penuh rasa kagum.

  "Senpai, aku tahu kalau kau sebenarnya adalah orang yang sangat pintar, tetapi apa nilai-nilaimu di sekolah juga seperti siswa-siswa kebanyakan?"

  Hmmm, jangan katakan itu, Iroha-chan. Apa kau berpura-pura bodoh karena kau tidak ingin berpikir kalau aku ini pintar, hmm? Pilihan kata-katamu barusan agak kasar, oke?

  "Yeah! Itu benar. Kau tahu, nilai Hikki hanya bagus di mata pelajaran sosial saja."

  Yuigahama bertepuk tangan dan merasa bersemangat.

  Kenapa kau bersikap bangga begitu...? Dan juga, tolong jangan menekankan kalimat tadi  yang "di mata pelajaran sosial saja".

  Di sebelahnya, Yukinoshita mengelus rambutnya yang berada di bahu dan membuat senyuman tajam. "Itu benar. Dia memang kadang memiliki nilai yang bagus. Tetapi nilai-nilainya itu tidak cukup untuk membuatnya berada di ranking teratas."

  Kenapa kau merasa bangga barusan...? Okelah aku paham maksudnya. Memang nilainya memang lebih baik dari milikku.

  "Jadi berarti senpai akan memilih jurusan sosial nanti?"

  "Sepertinya begitu."

  Isshiki menjawab pernyataanku barusan dengan ekspresi kurang tertarik "ohhh". Kalau cuma ekspresi seperti itu, lebih baik tadi tidak usah tanya. Isshiki sepertinya sedang membetulkan suaranya seperti hendak masuk ke topik utamanya.

  "...Jadi, apakah Hayama-senpai sudah memutuskan hendak memilih apa?"

  "Ahh, sepertinya Hayato-kun sudah memilih jurusannya," kata Yuigahama.

  Isshiki langsung memotong dengan cepat. "Eh, benar begitu? Lalu Hayama-senpai memilih apa? Bukannya aku sangat ingin tahu, ini hanya untuk referensi saja. Untuk pertimbanganku di masa depan, jadi jika memang bisa, aku ingin tahu pilihannya."

  "Mmm, aku tidak begitu tahu apa yang dia tulis...Hayato-kun langsung menyerahkan formulir kuisionernya dengan cepat."

  "Oh, begitu..." Isshiki menurunkan bahunya tanda kecewa.

  Mengetahui usahanya sia-sia, Yuigahama mencoba menambahkan, "Ah, kalau ingin referensi, aku tahu apa yang akan Tobe pilih!"

  "Tidak usah, terima kasih."

  "Cepat sekali responnya!?"

  Memangnya jurusan Tobe bisa dipakai referensi apa? Ketika aku berpikir itu, Yukinoshita memandangi monitor laptop dengan tanda tanya lalu mengeluarkan nafas panjang.

  "Ada sesuatu?"

  "Ah, bukan apa-apa, cuma agak mengejutkan bagiku melihat Miura-san terlihat khawatir seperti ini."

  "Itu terlalu buruk untuk dikatakan... Maksudku, Miura mungkin memiliki sikap seperti Ratu, namun kupikir normal-normal saja kalau dia merasa khawatir."

  "Siapa yang mengatakan hal buruk? Aku tidak bermaksud untuk mengatakan hal-hal seperti itu tadi," Yukinoshita menaruh tangannya di pelipis dengan tatapan heran. "Aku hanya berpikir itu agak mengejutkan bagi seseorang seperti Miura-san mengingat dia tidak ragu untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Bahkan Tobe-kun sendiri sudah memiliki pilihan jurusannya..."

  Apa orang terakhir tadi yang disebutkannya benar-benar perlu disebutkan? Sepertinya Tobe hanya menjadi korban pembicaraan saja...Aku tersenyum kecil dan Yuigahama yang berada di depanku juga tersenyum.

  "Ahaha...maksudku, bahkan Yumiko juga khawatir akan sesuatu. Lagipula, itu memang penting untuk masa depannya."

  "Apa pilihan jurusan sebegitu pentingnya untuk dikhawatirkan?"

  Jika kau menyukai sesuatu, maka kau kau pilih saja pilihan yang kau suka. Jika tidak ada pilihannya, maka pilihlah yang kau rasa mampu. Bukankah seperti ini cara berpikir siswa SMA pada umumnya?

  Saat ini, hal yang perlu kau khawatirkan selain kelas Sosial atau Sains adalah pilihan jurusan dan universitas yang ingin kau tuju. Banyak juga yang memikirkan lebih jauh tentang gaji, syarat kerja, dan mencari lowongan pekerjaan nantinya. Tetapi kalau kau hapus hal-hal yang tidak kamu inginkan, maka jawabannya akan sangat sederhana sekali.

  Orang-orang sangat sulit menentukan apa saja yang mereka ingin lakukan dahulu, namun ketika ditanya hal yang tidak ingin mereka lakukan maka sesuatu akan langsung muncul secara instan.

  Yuigahama membuat ekspresi seperti sedang memikirkan hal yang rumit. "Hmm, bukan itu maksudku...Kau tahu, seperti bagaimana nanti orang-orang akan berpisah? Itu akan menjadi pilihan yang sulit ketika memikirkannya."

  "Hmm, ya...Bukankah tidak ada yang berlangsung selamanya."

  Disuatu tempat dan suatu waktu, sesuatu pasti akan berakhir. Aku yakin itu sangat normal.  Bahkan sangat relevan bagi kehidupan siswa SMA yang sudah bersama-sama untuk beberapa tahun. Aku juga sadar kalau orang-orang nantinya akan berpisah menuruni jalannya masing-masing.

  Hanya itu yang aku ingin katakan.

  Yuigahama menurunkan bahunya perlahan-lahan. "Uh huh. Aku tahu itu, tetapi... Ini seperti, tiap orang memiliki keinginan yang berbeda-beda. Lagipula, jika kita terpisah di kelas Sosial dan Sains, kita tidak akan bisa sekelas lagi."

  "Menggunakan logika itu, maka aku akan selalu berada di kelas yang berbeda karena kurikulum kelasku agak berbeda dengan kalian..." Yukinoshita mengatakannya dengan suara halus dan memalingkan wajahnya.

  Sepertinya dia sedang cemberut, dan agak sulit kupahami kenapa dia begitu. Yukinoshita berada di kelas khusus "Budaya Internasional", jadi kurikulum pejarannya agak berbeda dengan milik kita. Karena tiap angkatan hanya memiliki 1 kelas khusus tersebut, maka mau tidak mau Yukinoshita akan berada di kelas yang sama tiap tahunnya.

  "Ma-maaf Yukinon! Itu bukan yang kumaksud...Maksudku aku tidak begitu mengerti, tetapi bukankah tidak apa-apa jika kau berada di kelas yang berbeda, Yukinon!"

  Memang. Begitu indahnya menjadi teman dekat. Gahama-san dan Yukinon adalah teman baik selamanya!

  Mempelajari apa yang terjadi di ruangan ini, Isshiki mengangkat wajahnya. "Ahh, jadi ini yang sebenarnya terjadi."

  "Apa maksudmu tadi?" tanyaku.

  Isshiki membuat senyum lebar dan menunjuk ke arah laptop. "Ini e-mail dari Miura-senpai bukan? Jadi yang sebenarnya Miura-senpai ingin tahu adalah tentang Hayama-senpai, bukan? Dia ingin memilih kelas yang sama dengannya untuk kelas tiga nanti."

  You don't say. Ternyata e-mail singkat ini punya makna begitu dalam? Mencoba mengartikan kode dari seorang gadis ternyata sangat sulit. Kalau ini adalah mata pelajaran menebak arti pesan, mungkinkah akan terjadi perselisihan perbedaan makna antara orang satu dan yang lainnya? Di lain pihak, mengartikan kode dari seorang pria cukup dengan membaca kalimatnya, seperti "Aku ingin menjadi terkenal", jadi mereka jauh lebih mudah dipahami.

  Jadi berkat Isshiki Iroha akhirnya kami bisa mengetahui maksud e-mail ini, member dari organisasi "kode antar gadis", namun ada satu masalah besar.

  "Anggap saja seandainya tidak ada Isshiki disini, kita tidak tahu maksud e-mailnya, apakah mungkin Miura memang sengaja mengirim e-mail penuh kode ini ke kita?"

  "Senpai, kau anggap aku ini apa barusan?" Isshiki menatapku dengan tidak senang.

  Bukannya kamu juga cuma menganggapku alat untuk mengetahui jurusan Hayama...

  Tapi kupikir ini adalah hal dimana cuma sesama gadis yang mengerti seperti Yuigahama yang daritadi meminta maaf. Ah ngomong-ngomong, dia dari tadi terus memeluk Yukinoshita, memohon ampunan maafnya.

  "Masuk akal... Maksudku dia cukup khawatir tentang masalah ini di kelas...Bagaimanapun juga Yumiko tetaplah seorang gadis biasa..."

  "Aku tahu! Lihatlah diriku ini, aku juga seorang gadis, bukan?" Isshiki mengangguk dan terlihat setuju dengan pendapatku.

  Hmm...Isshiki dan Miura tidak terlihat seperti seorang gadis biasa...Miura sebenarnya, lebih cocok disebut seorang pemimpin geng, seperti geng gadis di Yokohama. 

  Tetapi, Miura sendirilah yang membuat topik tentang pemilihan jurusan dengan teman-temannya tadi. Yuigahama dan Ebina-san bisa dipahami karena satu grup dengannya, tetapi aku tidak bisa membayangkan Miura sengaja bertanya tentang jurusan Tobe.

  Jadi karena itulah, kita menerima e-mail investigasi semacam ini.

  Jika memang benar yang Isshiki katakan benar kalau Miura ingin berada di kelas yang sama dengan Hayama di kelas tiga dan seterusnya, maka dia setidaknya tidak boleh salah memilih jurusan di kelas tiga.

  Setiap tahunnya, kelas tiga terdiri dari 7 kelas sosial dan 7 kelas sains. Meski kau memilih jurusan yang sama, kau hanya memiliki 1/7 kemungkinan untuk tetap sekelas. Tapi kemungkinannya akan menjadi 0 jika kau memilih jurusan yang berbeda.

  Selain itu, kelas sosial dan sains berada di lantai yang berbeda. Sains berada di lantai pertama, sedang sosial berada di lantai kedua.

  Semakin jauh jarak keduanya, semakin kecil peluang mereka akan bertemu. Ini adalah masalah hidup mati bagi gadis yang sedang dilanda cinta.

  "Lalu, kenapa dia tidak langsung menanyakannya saja sendiri?" kata Yukinoshita sambil mendorong Yuigahama menjauh.

  Pasti sangat tersiksa dengan Yuigahama terus menempel ke dirinya dari tadi, meski ini musim dingin. Posisi lengannya seperti seekor kucing yang sedang lelah dipeluk dari tadi.

  "Memang pernah ditanyakannya langsung di kelas, tetapi Hayato-kun berkata untuk memilih sendiri pilihannya tanpa bergantung orang lain dan tidak mau mengatakan pilihan jurusannya..."

  "Mungkinkah karena terlalu banyak orang disana? Jika cuma berdua, mungkin kau bisa menanyakannya dengan baik. Mungkin akan memberimu poin tambahan juga loooooh."

  "Tidak semudah itu."

  Isshiki menjelaskan itu sambil melambaikan jarinya, tetapi kenyataannya, kalau semudah itu tentunya masalah ini sudah selesai dari tadi.

  Meski kau pikir kau cukup dekat, ada banyak hal yang tidak bisa kau tanyakan ke orang tersebut.

  Tentang masa depan. Tentang sekarang. Dan tentang masa lalu. Tidak ada yang memberitahu dimana ranjau darat itu ditaruh.

  Apa yang terjadi bila kau terpaksa bertanya sesuatu dan mendapat jawaban yang tidak sesuai harapanmu? Memikirkannya saja sudah membuatku kehilangan kata-kata.

  "Well, untuk sekarang, mari kita coba terima e-mail ini dan bantu sebisa kita."

  Tujuan utama kita bukanlah ikut campur masalah hubungan orang lain, tetapi membantu sebisa mungkin sesuai batasan kita. Lagipula, jika kita membantu memulihkan hubungan Hayama dan Miura menjadi normal, maka gosip tadi akan menghilang dengan sendirinya.

  "Baiklah! Aku akan coba bertanya langsung padanya besok."

  "Kupikir itu ide yang bagus. Maaf, bisakah aku mengandalkanmu?"

  "Yeah!" Yuigahama menjawabnya dengan ceria, lalu tiba-tiba membuat tatapan suram dan menambahkan kata-katanya. "Meski begitu, aku tidak cukup yakin dia akan memberitahuku..."

  Semenjak Hayama tidak mau memberitahu Miura dan Tobe, sangat sulit membayangkan Yuigahama yang kupikir berada di level yang sama dengan mereka akan memperoleh jawabannya. Dengan alasan yang sama, kupikir juga mustahil untuk Isshiki sekalipun.

  Menilai dari nada Hayama di kelas tadi, kupikir Hayama melakukannya agar teman-temannya tidak memilih jurusan hanya karena disitu ada Hayama.

  Dalam kasus ini, orang yang berada di luar kategori itu, orang yang tidak akan terpengaruh apabila mendapat jawabannya adalah orang yang tepat untuk bertanya kepadanya. Orang yang ada di kategori itu sangat terbatas.

  Aku menatap Yukinoshita.

  Namun dia menyandarkan kepalanya ke pinggir seperti sedang memikirkan sesuatu.

  ...Well, mungkin tidak tepat untuk meminta Yukinoshita melakukannya dimana gosipnya sedang panas-panasnya. Masalahnya bukan apakah Hayama akan memberitahunya atau tidak. Mungkin kita akan mendapatkan dua masalah membesar sekaligus.

  Kurasa, hanya akulah opsi terbaik saat ini...Meskipun, hasilnya seperti apa adalah hal yang berbeda.

  "Kupikir, kita tidak ada pilihan lain. Aku akan bertanya kepadanya..." kataku, Yuigahama dan Yukinoshita melihatku dengan terkejut.

  "Eh, Hikki akan melakukannya?"

  "Apakah kamu akan baik-baik saja? Yakin kau bisa melakukan percakapan?"

  "Kalian harusnya mengkhawatirkan hal lainnya... Meski sebenarnya, aku juga tidak cukup yakin kepada diriku sendiri."

  Meski begitu, sebagai sesama pria, setidaknya kita bisa membicarakan sesuatu. Meski sebenarnya beberapa kata-kataku tempo hari bisa mempengaruhinya, tetapi tidak berarti kita bisa saling memahami satu sama lain. Ini juga contoh baik bahwa memakai bahasa yang sama tidak berarti kedua orang akan bisa memahami satu sama lain. 

  "Tetapi tidak seperti peluangku nol persen."

  "Apa maksudmu?"

  "Jika dia tidak memberitahu orang yang dekat dengannya, maka kita tinggal lakukan hal yang sebaliknya. Maka dia bisa memberitahukan orang yang tidak memiliki hubungan dengannya."

  "...Begitu. Jadi ini seperti kau mengakui dan menyesali dirimu sendiri."

  "Menyesali..." Yuigahama terus mengulang kata-kata itu seperti tidak paham maksudnya.

  Aku akan menjelaskannya kapan-kapan... Yukinoshita sepertinya sangat antusias mengatakannya, lalu setelah itu dia tidak mempedulikannya.

  Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak hal yang kita lakukan lalu baru kita sesali nantinya.  Kau kadang mendengarkan komplain dari seseorang berusia paruh baya di salah satu sudut bar atau orang-orang yang menceritakan kisah hidup mereka ke orang yang tidak dikenalnya. Mereka seperti punya sebuah hubungan tak terlihat dan punya hal untuk dibicarakan. Di kasusku, mengajak ngobrol seseorang yang tidak kukenal adalah hal yang mustahil dan juga tidak kusuka.

  "Ngomong-ngomong, aku akan mencoba bertanya kepadanya. Tidak ada ruginya juga bila kulakukan."

  Ini yang biasanya para karyawan sebut "berpura-pura bodoh dan dengarkan". Skill seperti ini adalah syarat mutlak bagi karyawan baru. Masa depan pekerjaanmu tergantung dari apakah kau bisa menggunakan skill ini. Sumberku ini berasal dari ayahku yang sering menggerutu mengenai karyawan baru di kantor baru-baru ini. Ketika memikirkan bagaimana akan bekerja di bawah atasan seperti itu, keinginanku untuk bekerja langsung hilang seketika. Hampir saja, aku di ujung tanduk untuk memperoleh sebagian kemampuan dasar untuk menjadi karyawan kantor.

  Namun tidak seperti kita punya metode lainnya. Jadi satu-satunya jalan adalah bertanya ke orangnya secara langsung.

  Setelah kita menyepakati tindakan ini, Isshiki berdiri dan menghembuskan nafas panjang.

  "Baiklah, aku akan kembali sekarang. Terima kasih tehnya. Yui-senpai, kalau ada info, tolong beritahku aku juga!" kata Isshiki. Dia menundukkan kepalanya dan hendak meninggalkan ruangan.

  Aku memanggilnya kembali. "Hey, barang-barang OSISnya ketinggalan."

  "Ah."

  Isshiki membalik badannya dan membuat ekspresi senyum "tehee". Lalu dia mengambil tumpukan kotak karton di sudut ruangan.

  "Siap, oomph."

  Tidak ada yang lebih berbahaya daripada Isshiki melangkahkan kakinya sambil membawa kotak karton di tangannya. Sebelum itu terjadi, aku menawarkan bantuan dan mengambil kotak-kotak tersebut dari tangan Isshiki. Skill yang biasa kulakukan ke Komachi sekarang secara otomatis aktif. Aku sungguh tidak bisa menonaktifkan skill ini untuk saat ini...

  "Te-terima kasih banyak! Juga, bisa bantu aku membawanya ke ruangan OSIS?"

  "Ya, tentu saja."

  Nampaknya, memang harus kulakukan. Aku berputar sejenak di depan pintu untuk memberitahu Yukinoshita dan Yuigahama sebelum meninggalkan ruangan dan keduanya terdiam menatapi kotak-kotak karton tersebut.

  "..."

  "..."

  Huh? Kenapa semuanya diam?

  "...Baiklah, aku akan mengantarkan ini dengan cepat," kataku.

  Lalu, Yukinoshita tidak merespon dan mulai membersihkan peralatan di meja. Kenapa kau diam sekali?

  Ketika dia hampir selesai, dia menatap Yuigahama. "...Kupikir hari ini cukup sampai disini?"

  "B-Benar! Mari kita bantu bawa semua barang-barang ini!" Yuigahama menjawab dan berdiri dengan suara ramai. Dia mengambil tasnya dan keluar dari ruangan. Yukinoshita membawa tasnya di bahu dan berjalan pelan. Isshiki melihat mereka dengan kebingungan.

  "Ummm...Kita tidak membutuhkan orang sebanyak ini..."

  "...Aku mau mengunci ruangannya, bisakah kau tinggalkan ruangan ini?"

  "B-Baiklah."

  Yukinoshita memasang senyum yang dingin dan Isshiki secara cepat keluar ruangan.

  Lorong sekolah terasa jauh lebih dingin daripada suhu udaranya.

  Lorong gedung khusus ini dihiasi cahaya lampu yang redup menandakan kalau diluar sudah mulai gelap.

  Aku membetulkan posisi kotak karton di tanganku sambil melihat ketiganya berjalan di depanku.

  Barang-barang yang berada di kotak ini adalah hiasan yang kita pakai ketika event Natal kemarin.


  Meski isi kotak ini adalah hiasan yang berbeda-beda, aku merasa bahwa barang yang di dalam kotak ini terasa berat di tanganku.

  

  



x Chapter III | END x







  Yui, Ebina, Ooka, dan Yamato tampaknya akan memilih IPS di kelas tiga.

  Yukino tidak bisa memilih IPS atau IPA karena berada di kelas Budaya Internasional. Yukino akan selalu berada di kelas yang sama, di tingkat yang berbeda, dengan teman-teman sekelas yang sama.

  Hachiman di vol 2 sudah menekankan kalau dia akan memilih IPS, dan ketika kuliah akan berada di jurusan Liberal Art.

  ...

  Menarik, Iroha (kembali) menyebut Hachiman sebagai orang pintar, namun kali ini menduga kalau nilai Hachiman yang pas-pasan karena disengaja.

  Iroha memang menyebut Hachiman sebagai orang pintar di volume 8 chapter 8, adegan menyalin bukti dukungan online di perpustakaan.

  ...

  "Meski mengenal baik orangnya, tapi ada hal-hal yang tidak bisa ditanyakan".

  Monolog Hachiman tersebut jelas mengarah ke masa lalu Yukino dan Hayama. Gosip Yukino dan Hayama yang berpacaran hanya menambah bensin ke api yang sedang menyala.

  Ada beberapa hal yang masih abu-abu tentang masa lalu Yukino dan Hayama. Salah satunya adalah tentang penyebab Yukino membenci Hayama, dan apa yang terjadi ketika itu.

  ...

  Jelas Hachiman ketakutan jika Iroha tahu kacamata Yukino adalah hadiah darinya.

  Yukino pasti akan menjawab kalau di apartemen dia gunakan kacamata itu untuk menonton video di TV. Yui pasti akan menjawab pasti video Pan-san karena itu jelas-jelas terlihat di ruang tamu apartemen Yukino, bertumpuk video-video Pan-san (vol 6 chapter 6).

  Dengan begitu, ini akan berujung dengan kesimpulan kalau Hachiman pernah ke apartemen Yukino. 

  ...

  Sekedar informasi, peralatan OSIS yang dititipkan di Klub Relawan karena ruangan OSIS sendiri penuh, ruangan Ketua OSIS waktu itu kuncinya dibawa Iroha. Akhirnya diputuskan untuk dititip sementara di Klub Relawan. Vol 9 chapter 10.

  ...

  Mengingatkan kembali kalau vol 1 chapter 4 Miura ribut dengan Yukino. Vol 4 chapter 4, Miura juga ribut dengan Yukino. Memang ini adalah request kedua Miura ke Klub Relawan, pertama di volume 6.5 soal Sagami. Tapi jika Miura sampai request ke Klub Relawan, artinya situasi Miura sudah mendekati putus asa hingga meminta tolong Yukino.






3 komentar:

  1. Mungkin kalo ceritanya berubah, di mana yukinon di buli karna gosip yang kedua tentang hayama×yukino dan di situ hachiman menjadi martil sosial buat ngelindungi yukinon. Mungkin lebih bagus, mungkin sih dan endingnya yukino menaruh kepercayaannya ke hachiman dan dan seterusnya sampe mereka jadian. Maksud dari mereka itu lebih tepatnya hachiman × sai-chan tehhee.. team sai mana nih :"v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sai-chan siapa? Totsuka Saika?

      Hapus
    2. Maaf disini kita tidak membicarakan hal-hal ghaib

      Hapus